Jakarta - Mahkamah Konstitusi tidak menerima gugatan ekonom senior Rizal Ramli agar aturan ambang batas presiden dihapus. MK menilai Rizal Ramli tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan itu.
Dalam gugatannta, Rizal Ramli menyebut turan tersebut menghilangkan hak konstitusional sejumlah partai politik yang ingin mengusung calon presiden.
Maka yang memiliki hak kerugian konstitusional menurut permohonan yang diajukan oleh para pemohon adalah partai politik atau gabungan partai politik.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengatakan dalam pertimbangan hukum, Mahkamah Konstitusi menyatakan sesuai Pasal 6A ayat (2) UUD 1945, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum.
Sesuai pasal tersebut, pengusulan pasangan calon tidak ditentukan oleh kehendak perseorangan sehingga subjek hukum yang mempunyai hak konstitusional dan memiliki kedudukan kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan itu adalah partai politik atau gabungan partai politik.
"Maka yang memiliki hak kerugian konstitusional menurut permohonan yang diajukan oleh para pemohon adalah partai politik atau gabungan partai politik," ujar Arief Hidayat dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi yang disiarkan secara daring di Jakarta, Kamis, 14 Januari 2021.
Dalam sidang sebelumnya, Rizal Ramli menyebut aturan ambang batas membuat calon terbaik tidak dapat berkompetisi dalam pemilu karena kebanyakan calon presiden tidak mempunyai uang untuk membayar upeti yang diminta partai politik.
Menurut dia, sistem demokrasi yang berlaku di Tanah Air hanya menguntungkan kelompok-kelompok tertentu dan menghambat munculnya tokoh-tokoh berkualitas dan berintegritas untuk memasuki kompetisi pesta demokrasi.
- Baca juga: Tatap Pilpres 2024, Rizal Ramli Gugat Ambang Batas ke MK
- Baca juga: NasDem Usulkan Ambang Batas Parlemen 7% untuk Pemilu
Namun, argumentasi yang dibangunnya untuk mengubah pandangan Mahkamah Konstitusi bahkan tidak dipertimbangkan karena majelis hakim menilai ia tidak memiliki kedudukan hukum.
Adapun secara keseluruhan pengujian konstitusionalitas ketentuan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 telah 12 kali diputus oleh Mahkamah Konstitusi. []