Jakarta - Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli bersama rekannya Abdulrachim Kresno mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyoal ambang batas presiden ke Mahkamah Konstitusi.
"Kami mengajukan uji materi terhadap ketentuan ambang batas presiden. Kami menginginkan ketentuan ambang batas presiden itu nol persen alias tidak ada," ujar kuasa hukum pemohon, Refly Harun, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat, 4 September 2020.
Menurut Refly, pemilihan umum presiden (Pilpres) yang berkualitas harus menghadirkan persaingan yang adil serta diikuti lebih banyak kandidat terbaik. Maka dari itu, untuk memunculkan kandidat presiden yang terbaik maka tidak diperlukan ambang batas.
Kami menginginkan ketentuan ambang batas presiden itu nol persen alias tidak ada.
Baca juga: Rizal Ramli Disarankan Ikut Partai Jika Ingin Capres
Sementara dalam kesempatan yang sama, Rizal Ramli mengaku ingin mengubah sistem pemerintahan Indonesia yang saat ini dinilainya otoriter menjadi demokratis. Ia juga berusaha agar tidak terjadi lagi tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme.
"Baru 20 tahun kemudian kita berubah dari sistem otoriter ke sistem demokratis. Awalnya bagus, tapi makin ke sini makin dibikin banyak aturan yang mengubah demokrasi Indonesia menjadi demokrasi kriminal," kata Rizal Ramli, Jumat, 4 September 2020.
Ia menyebut kandidat kepala daerah hingga presiden harus menyewa partai untuk mengikuti kontestasi pemilu dan memerlukan biaya yang besar. Rizal Ramli mengaku pernah ditawari untuk mencalonkan diri menjadi peserta pemilu pada 2009 dengan tarif hampir Rp1 triliun.
"Saya ingin seleksi kepemimpinan Indonesia kompetitif yang paling baik nongol jadi pemimpin, dari presiden sampai ke bawah. Itu hanya kita bisa lakukan kalau ambang batas kita hapuskan jadi nol," ujar dia.
Baca juga: PKB: Ambang Batas di Atas 5 % Picu Partai Curang
Lebih lanjut, ia berharap Mahkamah Konstitusi mengubah pendiriannya soal ambang batas. Apalagi ia membawa argumentasi yang disebutnya berbeda dengan permohonan-permohonan terkait ambang batas sebelumnya.
"Baru kali ini argumen ekonomi loh ya, bahwa ini yang merusak Indonesia," kata Rizal Ramli. []