Menjaga Tradisi Turnamen Pembuka Kompetisi

Turnamen sepak bola bisa hilang ditelan waktu karena tidak ada konsistensi dalam penyelenggaraan.
Turnamen Piala Presiden harus konsisten dilaksanakan karena sepak bola nasional akan memiliki tradisi turnamen pramusim yang membuka kompetisi. Arema FC tampil sebagai juara Piala Presiden 2019 setelah di final kedua menang 2-0 atas Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jumat, 12 April 2019. (Foto: Antara/Budi Candra Setya)

Jakarta - Merawat konsistensi. Bukan perkara mudah untuk dikerjakan. Apalagi ini bila berurusan dengan sepak bola nasional. Tak sedikit kejuaraan atau turnamen yang pernah digelar dan kemudian hilang ditelan waktu. Tidak ada yang merawat sehingga tidak ada kejuaraan atau turnamen yang langgeng.

Sepak bola Inggris bisa berbangga karena memiliki turnamen legendaris, Piala FA, yang sudah bergulir sejak abad 18. Ya, Piala FA pertama kali digulirkan pada 1871-72 dan klub Wanderers FC menorehkan dalam sejarah sepak bola Inggris sebagai tim yang pertama kali memenangi turnamen itu. Di final yang hanya disaksikan 2000 penonton, Wanderers FC mengalahkan Royal Engineers 1-0.

Dalam tempo kurang dari 30 tahun, penonton yang menyaksikan final Piala FA sudah berlipat-lipat. Saat final 1901 yang mempertemukan Tottenham Hotspur dan Sheffield United, jumlah penonton yang hadir sudah mencapai 110.820! 

Sebuah rekor dari jumlah penonton. Dan tidak butuh waktu lama untuk memecahkannya. Pada 1923, final Piala FA sudah dihadiri 126.047 orang, termasuk Raja George V.

Kini, Piala FA menjadi turnamen yang bersejarah dan tetap menjadi kebanggaan bagi klub-klub Inggris yang memenanginya. Sebuah tradisi yang bisa dijaga dengan baik di sepak bola Inggris.

Kurang Dilirik

Di pentas sepak bola nasional, kejuaraan atau turnamen sepertinya kurang dilirik (diminati). Bila muncul sebuah turnamen, paling banter hanya bertahan empat atau lima tahun. Itu sudah menjadi prestasi yang sangat luar biasa bagi federasi sepak bola nasional (PSSI) bila ada event turnamen yang bertahan sampai beberapa tahun.

PSSI pernah memiliki Copa Dji Sam Soe yang bergulir pada 2005. Sepak bola nasional pun kian riuh karena klub tidak hanya berlaga di liga tetapi juga turnamen. Sayangnya, Copa Dji Sam Soe gagal melewati ujian konsistensi. Turnamen yang diikuti tim-tim dari semua kasta itu bertahan selama empat tahun sebelum berganti menjadi Piala Indonesia menyusul perginya sponsor utama. 

Dan seperti diperkirakan, Piala Indonesia akhirnya mati suri. Beruntung, turnamen akhirnya dihidupkan kembali pada 2018. Harus diakui belum ada tradisi kuat dari stake holder sepak bola nasional sehingga turnamen pun belum mentradisi.

Menariknya, tak sedikit turnamen yang sesungguhnya pernah terselenggara. Di era Galatama, klub-klub liga juga mengikuti Piala Liga yang kemudian berubah menjadi Piala Galatama. Di Piala Liga, Kramayudha Tiga Berlian (KTB) mencatat rekor juara terbanyak dengan tiga kali memenangi Piala Liga.Sedangkan Piala Galatama hanya terselenggara dua kali pada 1992 dan 1994. Gelora Dewata menjadi tim terakhir yang memenanginya.

Selain dua turnamen itu, sesungguhnya ada kejuaraan yang mempertemukan tim-tim Galatama dan Perserikatan. Diawali dengan Invitasi Nasional Galatama-Perserikatan yang hanya sekali diselenggarakan pada 1985. Invitasi itu sepertinya 'sekali berarti, sesudah itu mati' dan digantikan Piala Utama yang hanya dua kali dilaksanakan.

Federasi sesungguhnya berupaya menggelar turnamen atau kejuaraan selain kompetisi dari kasta tertinggi sampai yang terendah. Persoalannya adalah menjaga konsistensi. Bagaimana merawat konsistensi dari penyelenggaraan turnamen atau kejuaraan.

Merawat konsistensi itu tidak sekadar penyelenggaraan tetapi bagaimana menyusun jadwal yang rapi agar tidak bertabrakan dengan kompetisi. Dan, klub pun jauh-jauh hari sudah mengetahui bahwa saat menghadapi kompetisi baru, mereka juga akan mengarungi turnamen. 

Kompetisi dan turnamen seharusnya berjalan beriringan. Pemain pun mendapat keuntungan karena menambah jam terbang pertandingan. Pemain yang lebih sering duduk di bangku cadangan pun bisa dimainkan.

Begitu pula saat klub mengikuti turnamen pramusim seperti Piala Presiden. Dan, turnamen pembuka musim ini sudah memasuki tahun keempat. Di tahun ini, Arema FC tampil sebagai juara setelah di final kedua mengalahkan Persebaya Surabaya 2-0 di Stadion Kanjuruhan, Jumat, 12 April 2019. Arema unggul agregat 4-2 karena di final pertama di kandang Persebaya, mereka bermain imbang 2-2

Meski saat pertama kali muncul penyelenggaraannya demi mengisi kekosongan kompetisi, namun Piala Presiden pada akhirnya menjadi sebuah agenda klub. Bagaimana tidak, di turnamen pramusim ini klub justru mendapat kesempatan menguji tim, pelatih dan pemain. 

Kejelian

Memilih menggelar turnamen pramusim sesungguhnya merupakan kejelian dari para penggagas. Pasalnya Piala Presiden memenuhi kebutuhan klub yang tengah melakukan persiapan liga, yaitu pertandingan uji coba. Saat memasuki masa persiapan, klub seperti kebingungan mencari lawan untuk uji coba. Tak heran bila turnamen-turnamen lokal semacam Piala Gubernur marak digelar.

Hanya turnamen itu pun seumur jagung alias tak bertahan lama. Klub yang diundang pun kadang tidak bisa hadir karena mengikuti uji coba atau turnamen di tempat lain.

Kini, mereka 'disatukan' melalui turnamen Piala Presiden. Turnamen yang tak sekadar membidik prestasi tetapi juga memberi kesempatan pelatih menguji kemampuan tim dan pemain. Bahkan klub mulai memasang target di Piala Presiden seperti yang dilakukan Persija Jakarta yang menjadi juara pada 2018 dan berusaha mempertahankannya di musim 2019 meski akhirnya gagal.

"Kami sesungguhnya tidak hanya menargetkan mempertahankan gelar di liga tetapi juga meraih sukses di Piala Indonesia, Piala AFC dan juga mempertahankan Piala Presiden. Turnamen ini tetap menjadi target Persija," kata striker Persija Silvio Escobar.

Bila Persija gagal mempertahankan Piala Presiden, itu soal lain. Tetapi menjadikan turnamen itu sebagai salah satu bidikan, ini menunjukkan bila Piala Presiden tetap penting bagi Persija.

Namun bisa jadi ada pelatih yang mungkin merasa terganggu dengan turnamen itu. Situasi itu bisa terjadi bila tim memang belum melakukan persiapan atau klub mendatangkan pelatih baru di tengah persiapan tim. Ini menjadikan periode persiapan tim terganggu dengan waktu penyelenggaraan. 

Meski demikian, lama-kelamaan Piala Presiden akan menjadi agenda wajib klub karena sebagai peserta liga, mereka memang membutuhkan turnamen untuk mematangkan persiapan tim.

Curtain Raiser

Menjadi turnamen pramusim, Piala Presiden tak ubahnya sebagai 'curtain raiser' kompetisi seperti Community Shield di Inggris. Bila Community Shield hanya mempertemukan juara Liga Inggris dan juara Piala FA, maka Piala Presiden diikuti tim-tim Liga 1 Indonesia.

Klub-klub yang berlaga di Community Shield pun sangat menghargai pertandingan curtain raiser yang bisa diterjemahkan sebagai 'tirai yang dinaikkan' (dibuka) untuk menandai sebuah pementasan di atas panggung. Dan bagi orang Inggris, sepak bola tak ubahnya pementasan panggung yang menyihir mereka untuk menyaksikannya selama 90 menit pertandingan.

Sir Alex Ferguson, mantan manajer legendaris Manchester United, menyebut pertandingan pembuka musim itu sangat penting. "Ini pertandingan prestisius dan saya tidak pernah menurunkan pemain yang tidak fit," kata dia. Ini menunjukkan bila pertandingan pembuka itu tidak main-main.

"Pertandingannya memang bukan soal hidup atau mati. Tetapi kami memanfaatkannya sebagai barometer kondisi pemain," ujar Ferguson yang menyebut kesiapan pemain akan terlihat di pertandingan itu.

Ya, ketimbang melakukan uji coba yang kadang-kadang pemain tidak serius menjalaninya, lebih baik klub bertarung di Piala Presiden. Turnamen ini setidaknya menjadi ukuran sejauh mana kesiapan klub menghadapi liga.

Di level tim nasional, digulirkannya turnamen Nations League atau Liga Negara oleh UEFA menunjukkan bila laga uji coba dianggap tidak memberi manfaat. Bahkan pelatih klub cenderung enggan melepas pemainnya hanya untuk pertandingan uji coba.

Namun situasinya menjadi berbeda bila uji coba itu di-turnamen-kan secara resmi. Kini, tim nasional di Eropa serius menjalani pertandingan Nations League.

Begitu pula klub Liga 1 Indonesia akan serius melakoni Piala Presiden ketimbang sekadar beruji coba. Tetapi lebih dari itu dibutuhkan sebuah konsistensi. Tak mudah memang merawat konsistensi dan kemudian menjadikannya sebuah tradisi. Termasuk penyelenggaraan Piala Presiden. Semoga tradisi turnamen pembuka kompetisi dipertahankan.[]

Baca juga: 

Juara Piala Presiden, Arema Tim Spesialis Turnamen

Arema FC Juara Piala Presiden 2019

Arema Lawan Persebaya, Jokowi: Sangat-sangat Penting

Arema FC vs Persebaya, Jual Beli Gol Demi Juara

Persebaya Kontra Arema, Polisi: Aremania Tidak Boleh Datang

Berita terkait
0
Komisi VIII DPR Optimis Sentra Kemensos Jadi Multilayanan yang Bisa Penuhi Kebutuhan Masyarakat
Anggota Komisi VIII optimis, transformasi fungsi Sentra Kemensos menjadi multilayanan akan semakin meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat.