Menilik Rapor OJK, Klaim Angkat Pertumbuhan Ekonomi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengkliam telah melakukan serangkaian upaya yang berimplikasi pada penciptaan industri jasa keuangan yang sehat.
Ototritas Jasa Keuangan (OJK). (Foto: Antara/Aditya Pradana Putra)

Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengklaim telah melakukan serangkaian upaya yang berimplikasi pada penciptaan industri jasa keuangan yang sehat dan berkontribusi pada perekonomian nasional sepanjang 2019. "Selama tahun lalu, OJK berhasil menjalankan tugas sebagai regulator jasa keuangan. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi yang terbesar kedua di antara negara G-20 hingga kuartal III/2019," tulis OJK dalam keterangan persnya yang diterima Tagar, Senin, 03 Februari 2020.

Dalam catatan otoritas, per September 2019 pertumbuhan ekonomi RI berada di level 5,02 persen. Kemudian, nilai tukar rupiah mengalami penguatan yang diperdagangkan dalam kisaran Rp13.883 untuk setiap satu dolar AS. Angka itu menguat sebesar 4,31 persen dibandingkan dengan posisi sebelumnya periode yang sama. Inflasi pun terjaga dalam level 2,72%, atau lebih baik dari ambang batas plus minus 4 persen.

Untuk sektor perbankan, lembaga pimpinan Wimboh Santoso itu diketahui memfasilitasi 6 merger dari 3 bank umum, menerbitkan 16 persetujuan penggabungan BPR, serta mencabut 5 ijin usaha bank perkreditan rakyat. "OJK berhasil menjaga pertumbuhan fungsi intermediasi jasa keuangan dengan tetap menjaga profil risikonya," klaim OJK.

Namun, apabila ditelisik lebih jauh pertumbuhan kredit perbankan justru lebih melempem dibandingkan perolehan tahun lalu. Hingga Desember 2019, fungsi utama lembaga bank itu hanya tumbuh 6,08 persen secara tahunan, lebih rendah dari capaian 2018 yang bertengger di level 11,75 persen. Uniknya, penyaluran kredit yang rendah malah meningkatkan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) menjadi 2,53 persen dari sebelumnya 2,37 persen.

Akan tetapi, sektor utama jasa keuangan ini ternyata semakin 'anti-riba' dengan menurunkan besaran selisih bunga (net interest margin/NIM) menjadi 4,91 persen dibandingkan 5,14 persen pada sepanjang 2018. Disinyalir, anjloknya NIM perbankan sejalan dengan sikap Bank Indonosia (BI) yang terus menekan suku bunga acuan sebesar 100 basis poin sepanjang tahun lalu.

Wimboh SantosoWimboh Santoso (Foto: Istimewa)

Kemudian dari pasar modal, penghimpunan dana dari penawaran umum naik sekitar Rp 800 miliar dari sebelumnya Rp 166,0 triliun menjadi Rp166,8 triliun pada 2019. Jumlah tersebut didapat dari 60 emiten usaha yang resmi melantai di bursa saham dalam negeri. Adapun, dana kelolaan tercatat mencapai Rp 806 triliun, atau tumbuh 8,16 persen dibandingkan tahun lalu dengan Rp 745,7 triliun.

Sementara dari sisi penindakan hukum di instrumen pasar modal, OJK telah melakukan upaya pembatasan penjualan reksadana tertentu terhadap 36 manajer investasi. Tiga diantaranya malahan telah dijatuhi sanksi administrasi. Lebih lanjut, 43 sekuritas tertentu juga dikanai sanksi denda dengan akumulasi nilai denda mencapai Rp11,7 miliar.

Lalu, untuk sektor industri jasa keuangan nonbank seperti asura i yang sekarang sedang jadi sorotan publik, OJK mempublikasikan telah memberikan sanksi khusus terhadap 164 kegiatan usaha sektor ini. Kemudian, 37 kegiatan usaha dibatasi aktivitasnya, dan 31 entitas lain telah dicabut ijin usahanya.

Soal urusan kinerja, lembaga jasa keuangan nonbank di Tanah Air mencatatkan peningkatan piutang pembiayaan sebesar 3,6 persen menjadi Rp 4552,2 triliun dari sebelumnya Rp 436,2 triliun pada 2018. Pertumbuhan serupa juga terjadi dalam hal risk based capital (RBC atau rasio solvabilitas yang menunjukkan kesehatan keuangan perusahaan asuransi) lembaga asuransi jiwa dari 441 persen pada 2018 menjadi 789 persen di sepanjang tahun lalu. Adapun, RBC asuramsi umum dari 332 persen menjadi 345 persen. "Penghimpunan dana di industri asuransi positif dengan premi asuransi komersil tumbuh serta permodalan memadai dengan RBC lebih tinggi dari threshold 120 persen," kata OJK.

Selanjutnya pada upaya penanganan masalah lain, otoritas telah menerbitkan 22 surat perintah penyidikan yang mencakup 17 perkara perbankan, 4 perkara pasar modal, dan 1 perkara IKBN (industri keuangan nonbank). Penindakan itu menghasilkan sembilan putusan hukum yang telah berkekuatan legal yang tetap.

OJK juga terus mengupayakan penciptaan ekosistem keuangan yang sehat melalui penutupan 1.898 fintech ilegal, mensuspen 444 investasi bodong, serta menghentikan paksa 68 kegiatan gadai ilegal. Selanjutnya, otoritas juga menyebut telah berhasil menangani 97% keluhan masyarakat dari total 117.000 aduan. "Selama 2019, OJK sukses mengatur, mengawasi industri jasa keuangan serta melindungi konsumen keuangan," tutur lembaga independen itu.[]

Baca Juga:

Berita terkait
OJK Cabut Izin Usaha BPR Tebas Lokarizki di Sambas
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tebas Lokarizki, di Sambas, Kalimantan Barat.
OJK Patok Modal Inti Bank Menjadi Rp 3 Triliun
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berencana melakukan revisi aturan ambang batas permodalan inti perbankan konvensional menjadi Rp 3 triliun.
Memiles, Bukti OJK Lagi-lagi Kecolongan
Kasus investasi bodong Memiles di Jawa Timur menunjukkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali kecolongan yang akhirnya merugikan masyarakat
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.