Mengenang Angkutan Umum Tempo Dulu di Surabaya

Boyo... boyo.... ayo boyo.... begitulah suara seorang kernet mikrolet ketika masih eksis di Surabaya. Boyo adalah sebutan Terminal Joyoboyo.
Mikrolet stanby di Terminal Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Surabaya - Boyo... boyo.... ayo boyo.... begitulah suara seorang kernet mikrolet ketika masih eksis di Surabaya. Boyo adalah sebutan Terminal Joyoboyo yang terletak di Jalan Wonokromo, persis belakang kantor UPT Dishub Surabaya.

Masyarakat lebih mengenalnya Terminal Joyoboyo dekat dengan Kebun Binatang Surabaya. Mengingat letaknya samping kebung binatang Surabaya.

Terminal Joyoboyo sendiri tempat penampungan angkutan umum seperti bemo, dan bus kota. Dalam terminal seluas 11.134 meter persegi ini masyarakat dapat menjumpai beberapa mikrolet yang masih beroperasi di Surabaya. Warga Surabaya lebih suka menyebutnya 'lyn' daripada mikrolet. Hal ini dimaksudkan untuk meringkas kata ketika menyebutnya.

Angkutan umum di Kota Surabaya memang tidak seperti dulu, ketika belum banyak persaingan transportasi berbasis online. Dimana dulu masyarakat yang hendak berpegian atau berangkat kerja tidak repot-repot menunggu lyn karena setiap lima menit selalu lewat dengan trayek yang sama. Mengingat tiap trayek, terdapat 100-150 armada.

Namun kini, pengguna angkutan umum harus was-was terlambat masuk kantor, atau lama menunggu, jika tidak meluangkan waktu lebih banyak dari jam masuk kerja.

Pemandangan jalan raya di Surabaya yang dulu selalu terlihat lyn berwarna-warni dari berbagai jurusan mondar-mandir, kini surut. Hanya beberapa angkutan yang terlihat standby menunggu penumpang penuh. Itupun sebagian besar dalam kondisi angkutan terlihat kusam, penuh debu dan sebagian body berkarat.

Mobil plat kuning sebagian besar terlihat di pinggir perkotaan. Sementara tengah jarang nongol karena harus bersaing dengan angkutan online dan kemacetan jalan.

Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Surabaya, Sonhaji, mengatakan munculnya mikrolet di Surabaya dipelopori oleh Hasyim Sarbini dan Masjuri. Awalnya trayek lyn tidak banyak, sebelum menjadi 58 trayek. Nama mikrolet menjadi tenar saat tahun 1980 dengan tarikan jauh dekat Rp 50.

"Saat eksis dan belum banyak pesaingnya, lyn ada 58 trayek. Mulai tengah kota hingga pinggiran seperti Benowo," ujar Sonhaji kepada Tagar.

Awalnya roda tiga seperti helicak, Akhinya diganti carry roda empat, namanya diganti mikrolet alias lyn.

SurabayaMikrolet parkir di samping Terminal Joyoboyo, Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Sebelum mikrolet yang beroda empat seperti saat ini, angkutan umum di Kota Pahlawan bentuknya seperti helicak yakni beroda tiga. Para sopir yang masih eksis menjalankan angkutannya hingga saat ini, biasanya menyebut 'oplet'.

"Ya awalnya namanya oplet saat itu tahun 1970," ujar Sonhaji.

Body-nya pun tidak semua berbahan diral. Namun bercampur kayu. Bagian depan berbahan diral dan roda satu, sementara di body belakang dimodif berbahan kayu untuk tempat penumpang, yang ditutupi terpal.

"Awalnya roda tiga seperti helicak, Akhinya diganti carry roda empat, namanya diganti mikrolet alias lyn," kata Sonhaji.

Seiring perkembangan zaman, oplet akhirnya berubah menjadi Angguna. Body-nya tidak jauh beda dengan oplet, hanya saja berbeda dalam body belakangnya. Angguna lebih panjang, bisa ditempati tiga penumpang, satu samping sopir, satu duduk di jok belakang.

Angkutan ini terbilang multifungsi, selain mengangkut penumpang, juga dapat membawa barang. Angguna sempat populer 1982, namun seiring perputaran zaman, saat ini tinggal dua armada yang berjalan. Mengingat setelah tahun 2014, banyak Angguna yang harus diparkir akibat persaingan angkutan.

Taksi bebas trayek. Beda lyn ditentukan trayeknya. Jadi diperuntukkan kelas menengah ke atas.

SurabayaOplet roda tiga dipamerkan di Museum Transportasi Surabaya. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

"Setelah 2014 paling banyak hanya 10 armada yang berjalan," kata Sonhaji.

Pengusaha-pengusaha sukses pun tak mau kalah melihat membumingnya angkutan massal yang semakin diminati masyarakat. Peredaran taksi dipelopori taksi Zebra pada 1985. Tak tanggung-tanggung, 2000 armada taksi Zebra beredar memenuhi sudut perkotaan dan sebagian kecil pinggiran.

Sebanyak 14 perusahaan berlomba-lomba meluncurkan moda transportasi untuk kelas menengah ke atas. Perusahaan Blue Bird ikut meramaikan jalan dengan menerjunkan 3.500 unit taksi pada 1995. Kemudian terakhir disusul perusahaan Astra Grup melalui anak perusahaan PT Serasi Autoraya (SERA) meluncurkan taksi O-Renz pada 2004.

Taksi Zebra menjadi korban pertama yang bangkrut pada 2010 karena pemilik perusahaan meninggal dunia. Sementara ahli warisnya tidak dapat melanjutkan manajemen taksi Zebra. Kemudian yang terakhir adalah taksi O-Renz yang harus juga merasakan pahit bersaing bisnis transportasi. Hanya taksi Blue Bird yang masih bertahan hingga saat ini, meskipun armada yang berjalan tinggal 1.800 unit.

Pemilik Blue Bird merupakan asli orang pribumi. Sekarang pemilik Blue Bird menjadi ketua umum Organda pusat yakni Andrianto Djokosoetono. Suami dari artis terkenal, Titi Rajo Bintang, itu merupakan putra Purnomo Prawiro, pemilik perusahaan besar tranportasi Blue Bird di Tanah Air.

"Kalau lainnya hampir semua yang punya adalah orang China," kata Sonhaji.

Angkutan yang diberi nama taksi ini memiliki keunggulan tersendiri jika dibandingkan angkutan biasanya. Masyarakat bisa memesannya lewat telepon dan menentukan arah tujuannya sendiri. Jarak yang ditempuh selama perjalanan menjadi patokan argo yang terpasang di bagian depan, tepat samping sopir. Tempat duduknya pun lumayan karena bisa mengangkut maksimal empat penumpang.

"Taksi bebas trayek. Beda lyn ditentukan trayeknya. Jadi diperuntukkan kelas menengah ke atas," kata Sonhaji.

Di Prancis dan Jepang angkutan online tidak ada karena bukan angkutan umum.

SurabayaAngguna yang dipamerkan di Museum Transportasi Surabaya. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Selain lyn, angguna, dan taksi, Surabaya juga sempat dilewati banyak bus kota dipelopori bus Damri tahun 1990. Perusahaan milik swasta tidak mau berdiam diri untuk ikut memadati jalan dengan meluncurkan armadanya.

Sonhaji hanya bisa mengenang membludaknya parkiran Terminal Joyoboyo yang dipenuhi mikrolet berbagai jurusan. Tahun-tahun yang paling mengesankan adalah saat era reformasi. Tepat tahun 1998 terjadi krisis moneter karena terjadi peralihan penguasa orde baru ke reformasi. Tarif lyn naik menjadi Rp 1.200 namun minat masyarakat terhadap angkutan massal masih tinggi.

Saat ini dia hanya meratap sepinya angkutan plat kuning di jalan, meskipun tidak ada lagi kenaikan tarif sejak tahun 2015. Penumpang cukup membayar Rp 4.500 untuk mencapai tujuan dengan nyaman.

“Armada yang awalnya ada 4500 unit, sekarang jumlahnya menguap drastis menjadi 1800 unit yang berjalan. Itupun yang mempunyai surat seperti uji KIR hanya ada 1200 unit. Sisanya suratnya mati, namun tetap nekat jalan,” ujarnya.

Angkutan online saat ini menjadi momok dan penyakit yang mengerikan bagi sopir angkutan reguler. Sopir lyn tentunya merasa ada ketidakadilan antara yang regular dengan angkutan online yang bisa berjalan tanpa ada legalitas dari pemerintah. 

Pemerintah terkesan terpaksa menyetujui angkutan online beroperasi bersaing dengan reguler. 

“Kalau di Prancis dan Jepang angkutan online tidak ada karena bukan angkutan umum. Seharusnya ada perlakuan sama, seperti KIR. Kalau online tanpa KIR kita juga minta sama. Tapi kenyataannya tidak terlaksana,” kata Sonhaji.

Suasananya memang terasa sangat pengab (panas) karena tidak ada kipas angin. Tapi lumayan masih bisa kena angin karena jendelanya terbuka semua.

SurabayaMikrolet stanby di Terminal Wonokromo, Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Meski jumlahnya tak banyak seperti dulu, angkutan kota tetap menjadi sandaran hidup pasien Rumah Sakit dr Seotomo dari luar daerah, karena harganya sangat murah dibandingkan transportasi online. Mengingat seseorang yang menjadi pasien rumah sakit biasanya mengeluarkan uang banyak untuk berobat, sehingga mau tidak mau harus berhemat. Meskipun perjalanannya melelahkan, dan fasilitasnya tak semewah pesan via online.

”Suasananya memang terasa sangat pengab (panas) karena tidak ada kipas angin. Tapi lumayan masih bisa kena angin karena jendelanya terbuka semua,” kata Desi Panca Indra, penumpang lyn RDK jurusan Osowilangon-Tanjungsari-Simomulyo-Dukuh Kupang.

Perjalanan yang jauh karena harus mengikuti trayek dianggap Desi sebagai refreshing, ketika memandang keramaian dan kepadatan lalu lintas di jalan. Suara bising pun sering menyelimuti telinga Desi.

Ketua Fraksi PKB DPRD Jawa Timur, Anik Maslahah, merasakan kenangan kenikmatan naik angkutan kota (angkot). Selama empat tahun Anik naik angkot dari Kletek Sidoarjo hingga ke kampusnya IKIP Surabaya (sekarang menjadi Unesa). Baginya duduk dalam angkot berbaur dengan penumpang lain tentunya timbul rasa persaudaraan karena bisa saling mengenal.

“Angkot bisa mengurangi kemacetan karena tidak banyak orang ingin beli kendaraan,” tuturnya.

Angkot bisa mengurangi kemacetan.

SurabayaBus mini hijau melayani trayek Sepanjang-Kletek-Joyoboyo, Surabaya, Jawa Timur. (Foto: Tagar/Adi Suprayitno)

Politikus asal PKB itu pernah menjadi saksi penumpang yang menjadi korban pencopetan dalam bus mini. Memang keamanan di dalam bus menjadi sisi negatif angkutan massal. Di sisi lain, penumpang sering merasakan desak-desakan dalam bus karena sopir dan kernet terus mengambil penumpang lagi, meskipun sudah penuh.

”Ini menjadi penyebab terjadinya pencopetan. Pernah penumpang depan saya teriak-teriak karena jadi korban pencopetan. Padahal samping saya, cuma tidak tahu siapa yang nyopet,” kenangnya. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Surabaya Menjadi Romantis Seperti Negeri Sakura, Warga Jakarta Iri
Surabaya seperti sedang musim semi, menjadi romantis seperti negeri sakura, warga Jakarta iri, warga kota mana lagi yang iri?
Enam Kuliner Maknyoss Asal Surabaya
Surabaya merupakan kota yang indah. Selain terkenal dengan sebutan kota pahlawan, kota ini juga memiliki beraneka ragam khas makanan.
25 Kuliner Khas Malang yang Bikin Ketagihan
Kota Malang Jawa Timur memiliki ragam kuliner dengan cira rasa yang bikin ketagihan. Berikut 25 makanan khas wilayah berjuluk Kota Apel itu.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.