Medan - Hari Ulos Nasional diperingati setiap tanggal 17 Oktober. Hari bersejarah bagi warga Batak se-Indonesia ini ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sejak 2015.
Ulos adalah kain khas kebanggaan Suku Batak. Memang namanya tidak sepopuler batik yang akrab di telinga nusantara. Namun ulos menjadi falsafah hidup yang dipegang teguh generasi Batak.
Kepala Bidang Dinas Pariwisata Humbahas, Sumatera Utara, Nelson Lumbantoruan, mengatakan tiga fungsi ulos yang dipahami warga Batak. Pertama sebagai siabithonon (dipakai menjadi baju atau sarung). Untuk siabithonon, digunakan jenis ulos ragidup, sibolang, runjut, jobit dan sebagainya.
Kedua digunakan sebagai sihadanghononhon (diletakkan di bahu). Untuk di bahu, dipakai jenis ulos sirara, sumbat, bolean mangiring. Kemudian difungsikan sebagai sitalitalihononhon (pengikat kepala) dan yang digunakan ulos jenis tumtuman, mangiring, padang rusa dan sebagainya.
"Peringatan hari ulos nasional momentum menggali nilai yang terkandung dalam konsep budaya Batak. Ulos adalah tritunggal yang mendasari falsafah kehidupan Batak," katanya kepada Tagar, pekan lalu.
Namun akhir-akhir ini, ada kontradiksi pemahaman tentang ulos. Generasi muda Batak terkesan memandang ulos sebatas kebiasaan lama, sehingga lebih memilih mengenakan jas saat menghadiri beragam acara adat Batak.
"Melestarikan ulos berarti merawat Dalihan Natolu sebagai landasan kehidupan bermasyarakat warga Batak," tuturnya.
Meski membuatnya dengan cara menenun, ulos berbeda fungsi dengan kain tenun. Selain menjaga nilai budaya, Pemerintah Kabupaten Humbahas juga berjuang memasarkan ulos ke nusantara. Dengan begitu, kelestariannya terjaga dan yang ekonomi bagi yang terus membuatnya juga menggeliat.
Motif dan nama ulos sudah tertentu bentuk dan jenisnya.
Salah satu motif Ulos yang menjadi kebanggan warga Batak (Foto: Tagar/Karmawan Silaban)
Salah satu cara yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Humbahas adalah mendorong pelaku usaha kecil menengah (UKM) untuk setia membuat ulos. Bahkan tahun 2019, Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan (Koperindag) Humbahas bekerjasama dengan Politeknik DEL merancang aplikasi digital yang diberi nama j-tenun.
"Aplikasi itu memudahkan penenun merancang motif dan pola tenun baru. Tentu kami berharap ini mendukung dan memudahkan pelaku UKM melahirkan produk tenun yang berkualitas dan diminati," kata Kepala Seksi UMKM Dinas Koperindag Humbahas Marintan Simbolon.
Dia mengatakan 10 pelaku usaha yang terbagi dari 2 kelompok penenun sudah diberikan pelatihan menggunakan aplikasi j-tenun. Meski hasilnya belum maksimal, namun telah berangsur mengubah pola pikir penenun untuk menciptakan pola-pola baru yang lebih inovatif.
"Khusus untuk ulos, tidak ada motif dan penamaan baru. Motif dan nama ulos sudah tertentu bentuk dan jenisnya," katanya.
Namun, untuk mengembangkan daya saing produk fashion bercirikan ulos dan tenunan Batak, diperlukan inovasi terutama pada bahan baku yang digunakan. "Saat ini sedang populer penggunaan benang sutera untuk kain tenun Batak karena dianggap lebih nyaman digunakan," tuturnya.
Selain bernilai seni tinggi, ulos menjadi simbol kehangatan masyarakat suku Batak. Berawal dari sejarah nenek moyang Batak yang dulunya bermukim di kawasan pegunungan. Konon, kebiasaan berladang membuat mereka harus terbiasa dengan dingin udara pegunungan.
Lantas, lahirlah gagasan untuk membuat ulos. Dengan kata lain, ulos bisa diartikan sebagai selimut yang menghangatkan tubuh dan melindungi diri dari dinginnya udara pegunungan.
Meski perayaan Hari Ulos Nasional tidak begitu meriah, namun makna ulos di tengah kehidupan masyarakat Batak tetap memberikan kehangatan. Ulos memiliki makna yang sakral. Sebab, proses tenunan ulos adalah doa kepada "mulajadi nabolon" atau pencipta semesta. Penggunaannya juga dituangkan dalam aturan adat sesuai dengan kedudukan sosial Suku Batak. []