Manfaat Jaminan Hari Tua dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Saat ini terdapat dua program perlindungan pekerja yaitu Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
Menko Perekonomian Republik Indonesia Airlangga Hartarto. (Foto: Tagar/Kemenko Prekonomian)

Jakarta – Saat ini terdapat dua program perlindungan pekerja yaitu Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Ekon), Airlangga Hartarto, menjelaskan, JHT merupakan perlindungan pekerja/buruh untuk jangka panjang, sedangkan JKP merupakan perlindungan pekerja/buruh untuk jangka pendek.

“(Program) JHT dirancang sebagai program jangka panjang untuk memberikan kepastian tersedianya sejumlah dana bagi pekerja saat yang bersangkutan tidak produktif lagi akibat (memasuki) usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia,” ujar Airlangga, dalam keterangan pers, 14 Februari 2022.

Menko Ekon menyampaikan, tanggal 2 Februari 2022 yang lalu pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

“Manfaat dari program JHT yang pertama adalah akumulasi iuran dan pengembangan (dan) yang kedua adalah manfaat lain yang dapat dicairkan sebelum masa pensiun dengan persyaratan tertentu,” ujarnya.

Adapun persyaratannya adalah telah memenuhi masa kepesertaan minimal 10 tahun dan nilai yang dapat diklaim paling banyak 30% dari jumlah JHT untuk perumahan atau paling banyak 10% untuk kebutuhan di luar kebutuhan perumahan.

“Dengan adanya Permenaker 2/2022 tersebut akumulasi iuran dan manfaat akan diterima lebih besar jika peserta mencapai usia pensiun. yaitu di usia 56 tahun,” ujarnya.

Dengan adanya Permenaker 2/2022 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan, Airlangga menegaskan bahwa pemerintah tidak mengabaikan perlindungan bila pekerja/buruh terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sebelum usia 56 tahun.

Menaker Ida FauziyahMenaker Ida Fauziyah (Foto: setkab.go.id/BPMI Setpres)

“Pemerintah memberikan perlindungan bagi pekerja/buruh berupa Jaminan Kehilangan Pekerjaan, uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak,” tegasnya.

Lebih lanjut, Airlangga menjelaskan, bagi pekerja formal terlindungi dengan JKP, yang merupakan program jaminan sosial baru dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) untuk melindungi pekerja/buruh yang terkena PHK agar tetap dapat mempertahankan derajat hidupnya sebelum masuk kembali ke pasar kerja.

“Klaim JKP efektif per tanggal 1 Februari 2022, ini mulai diberlakukan, dan JKP adalah perlindungan jangka pendek bagi pekerja/buruh karena langsung mendapatkan manfaat seketika saat berhenti kerja. Penambahan program JKP tidak mengurangi manfaat program jaminan sosial yang sudah ada. Saya ulangi, JKP tidak mengurangi manfaat jaminan sosial yang sudah ada,” terangnya.

Selain itu, iuran Program JKP tidak akan membebani pekerja dan pemberi kerja karena besaran iuran JKP sebesar 0,46% dari upah berasal dari pemerintah pusat.

Menko Ekon memaparkan, pekerja/buruh yang mengalami PHK berhak memperoleh manfaat JKP berupa uang tunai sebesar 45% upah di bulan ke-1 sampai dengan ke-3 dan kemudian 25% upah di bulan ke-4 sampai dengan ke-6.

“Sebagai contoh, kalau mendapatkan PHK di tahun kedua, itu dengan gaji misalnya sebesar Rp 5 juta, maka akan diberikan 45% dari Rp 5 juta adalah Rp 2,25 juta, dikali tiga bulan berarti Rp 6,75 juta. Sedangkan bulan ke-4 sampai ke-6 adalah 25% dari Rp 5 juta atau Rp 1,25 juta, dikali tiga adalah Rp 3,75 juta, sehingga mendapatkan Rp 10,5 juta,” kata Airlangga.

Sedangkan dengan mekanisme yang lama, lanjut Menko Ekon, penerima manfaat memperoleh 5,7% dari Rp 5 juta atau Rp 285 ribu dikali 24 bulan sehingga totalnya adalah Rp 6,84 juta dan tambahan 5% pengembangan selama dua tahun sebesar Rp 350 ribu, sehingga total yang didapatkan sebesar Rp 7,19 juta. Dari perbandingan tersebut, terlihat manfaat JKP lebih besar dari yang diterima berdasarkan regulasi sebelumnya.

“Secara efektif, regulasi ini memberikan Rp10,5 juta (lebih besar) dibandingkan Rp7,19 juta,” imbuhnya.

Selain itu, dengan JKP pekerja/buruh yang mengalami PHK juga memperoleh manfaat berupa akses informasi pasar kerja dan bimbingan jabatan serta pelatihan kompetensi kerja melalui lembaga pelatihan milik pemerintah, swasta, maupun perusahaan.

Lebih lanjut Airlangga menyampaikan, pemerintah juga memberikan perlindungan sosial bagi pekerja informal melalui Kartu Prakerja. Manfaat yang diberikan berupa bantuan biaya pelatihan untuk pengembangan kompetensi kerja meliputi skilling, upskilling, dan reskilling serta kewirausahaan.

“Ini diberikan untuk kewirausahaan dan juga bisa diberikan kepada pelaku UMKM yang terdampak (pandemi) Covid-19,” imbuhnya.

Adapun total besaran bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 3,55 juta yang terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp 1 Juta, insentif pascapelatihan Rp 2,4 juta atau Rp 600 ribu dikali empat, ditambah insentif survei Rp 150 ribu.

Menutup keterangan persnya, Airlangga menegaskan bahwa ke depan pemerintah akan mengintensifkan sosialisasi untuk tiga bulan yang akan dimulai hari ini.

“Menteri Ketenagakerjaan akan mulai hari ini menyosialisasikan kebijakan ini secara teknis. Pemerintah akan selalu melindungi para pekerja dan masyarakat di berbagai sektor agar dapat memenuhi kehidupan yang layak sebagaimana yang diamanatkan oleh konstitusi kita,” ujarnya (TGH/UN)/setkab.go.id. []

Siapa Saja Sih yang Bisa Jadi Peserta BPJS Ketenagakerjaan?

Ini Kesalahan Keuangan yang Akan Terasa Menjelang Pensiun

Begini Cara dan Tahapan Pencairan JHT BPJSTK

Cara Proteksi Diri Saat Masa Tua Selain Asuransi Pensiun

Berita terkait
Apakah Seseorang yang Tidak Punya e-KTP Bisa Daftar BPJS Ketenagakerjaan?
e-KTP merupakan dokumen yang sangat penting. Dengan menggunakan e-KTP, seseorang akan dapat melakukan pendaftaran untuk berbagai keperluan.
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi