Agam - Wabah virus corona (covid-19) masih menghantui masyarakat Indonesia, termasuk di Sumatera Barat. Apalagi, sudah tercatat 18 orang masyarakat Sumbar yang positif terpapar corona hingga Senin, 6 April 2020.
Aktivitas luar ruangan di Sumbar nyaris lumpuh total. Pegawai, pekerja swasta, rata-rata bekerja dari rumah. Begitu juga para siswa dan mahasiswa yang diwajibkan belajar di rumah masing-masing. Hanya para tukang ojek, pedagang yang masih eksis berada di luar ruangan.
Malangge lumayan aman, karena di kebun orang tidak ramai. Jadi aman bawa anak-anak.
Keadaan serupa juga terjadi Maninjau, Kabupaten Agam. Orang-orang sudah lebih sepekan mengisolasi diri di rumah masing-masing. Namun, karena musim panen durian bertepatan dengan wabah ini, sejumlah orang tetap saja ke luar rumah dalam waktu yang tidak lama.
Mereka malangge atau mencari durian yang jatuh di parak (kebun) masyarakat yang rata-rata berada di pinggir dan dalam hutan. Tradisi malangge ini sudah jadi kebiasaan turun temurun di Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumbar, setiap kali musim durian datang.
Meski di luar ruangan, berburu durian di tengah hutan tidak melanggar aturan social distancing atau menjaga jarak di tengah wabah corona. Sebab, antara satu, dua orang berjarak hampir puluhan meter. Mereka berpencar mencari durian di kebun-kebun warga.
Aktivitas malangge mengandung banyak pelajaran dan manfaat. Dimana, semua warga di sana boleh makan durian gratis yang mereka dapat dari kebun warga, meski pun mereka tidak memiliki kebun durian. Malangge adalah aktivitas yang dirindukan, terutama para pemuda di Maninjau.
Dari cerita sejumlah warga di Koto Kaciak Maninjau, dalam malangge semua warga boleh memakan durian yang di dapatnya dari kebun orang lain. Namun, aktivitas malangge ada waktu dan batas-batasnya.
Biasanya, warga boleh bebas mencari durian dari waktu subuh hingga pukul 07.00 WIB pagi. Di waktu tersebut, warga boleh malangge di kebun yang ditunggui pemilik kebun.
"Kebanyakan orang malangge siap salat subuh sampai jam 6 pagi, karena kalau pagi kadang-kadang pemilik kebun sudah datang untuk menunggui duriannya yang jatuh," kata Dika, 18 tahun, Jumat., 3 April 2020.
Biasanya, kata Dika, durian yang sudah matang akan jatuh pada jam-jam tertentu. Seperti sore hari, tengah malam, dan menjelang matahari terbit. Pada jam-jam itulah dia kerap malangge bersama teman-temannya di kebun warga.
"Pernah kebetulan durian itu jatuh di dekat saya lewat, tapi pemiliknya langsung bersorak, ambil saja itu rezezi kamu," katanya.
Memasuki musim durian, artinya masyarakat akan memperoleh pendapatan tambahan dari hasil panen. Tidak hanya warga yang memiliki kebun durian, keberkahan musim durian juga dinikmati masyarakat yang sama sekali tak punya pohon durian.
Hal ini diakui warga lainnya yang bernama Uyung, 38 tahun. Meski tidak memiliki kebun durian, dia tetap menikmati lezatnya durian setiap kali musim panen. Termasuk era panen di tengah wabah corona saat ini.
Hampir setiap hari, bahkan hampir seharian pria ini berkeliling mencari durian yang tidak dihunyi (ditunggui) oleh pemiliknya. Tidak sekadar makan durian gratis, Uyung juga juga kerap menikmati rupiah dari hasil malanggenya.
"Kadang sehari itu bisa dapat 6 atau 10 yang layak dijual. Separohnya saya bawa pulang untuk dimakan bersama keluarga," katanya.
Uyung mengatakan harga durian berbeda-beda, tergantung besar dan jenisnya. Kalau durian cik kambing, meski berukuran besar tetap saja dibeli murah. Sebab, daging isinya terlalu tipis. Berbeda dengan durian kambuik atau durian kunyit yang dagingnya tebal dan manis yang selalu dipatok harga tinggi.
"Paling tinggi itu satu durian dibeli Rp 30 ribu oleh agen. Tapi mereka menjemputnya langsung ke kebun. Jadi saya tidak berat lagi turun dari kebun yang berada di bukit ini," katanya.
Kegiatan malangge sepertinya wadah menghilangkan kebosonan warga Maninjau di tengah wabah covid-19. Bahkan, kaum ibu-ibu pun turut malangge durian ke dalam hutan. Selain untuk mengisi waktu rehat, malangge juga dapat memberikan tambahan uang bagi kaum ibu-ibu.
Sejumlah ibu-ibu memanfaatkan waktu luang dengan malangge durian ke kebun dalam hutan Maninjau, Kabupaten Agam, di tengah wabah corona. (Foto: Tagar/Istimewa)
Seperti kakak beradik yang tinggal di Koto Kaciak, Ilma Yanti dan Leni. Mereka ikut-ikutan maunyi (menunggu) kebun durian hingga malangge. "Ini kebun keluarga besar. Kami bergantian menungggui. Untuk melepas candu saja sambil membawa anak-anak karena bosan lama-lama di rumah, kami malangge juga" kata Ilma.
Biasanya sebelum corona menyerang, Ilma kerap menghabiskan waktu luang ke tempat-tempat wisata atau sekadar makan bersama di kafe-kafe di Maninjau. Namun, karena hari ini semua dibatasi, maka paling tepat adalah berlibur ke hutan.
"Malangge lumayan aman, karena di kebun orang tidak ramai. Jadi aman bawa anak-anak, lagian sembari piknik membawa anak membaur dengan alam," katanya.
Masyarakat Koto Kaciak, Maninjau hanya mengambil buah durian yang jatuh dari pohonnya. Sebab, mereka percaya buah yang matang sempurna di pohonnya lebih baik, dan lebih enak ketimbang dipetik.
Ketika musim durian tiba, hampir semua kebun dibersihkan oleh pemiliknya. Rata-rata di setiap kebun durian berdiri pondok-pondok kecil tempat berteduh dan rehat ketika menunggui durian jatuh.
Di depan pondok mungil yang berkapasitas untuk duduk empat orang itu juga dibuat tungku, tujuannya untuk merebus air minum atau merebus air untuk membuat kopi. Selain itu, tungku juga bisa dijadikan perapian pengusir nyamuk jika pemilik parak menunggu duriannya semalaman.
Durian Bakar
Momen unik lainnya yang hanya bisa disaksikan dan dinikmati ketika musim durian tiba adalah makan durian bakar. Durian yang baru jatuh dari tampuknya dan masih segar, ditumpuk dengan kayu lalu bakar.
Musim durian ini juga musim berbagi. Sebab, pemilik kebun akan memberikan waktu warga lain untuk malangge.
Menikmati durian bakar, ditengah hutan dengan udara yang sejuk memberikan kesenangan tersendiri untuk masyarakat. Apalagi, durian yang enak rasanya, durian mancimpua (durian yang masih muda). Biasanya, durian mancimpua ini dipetik dan dijatuhkan oleh segerombolan monyet hutan.
"Musim durian menyenangkan warga, banyak rezekinya. Selain itu, juga banyak positifnya, baik bagi manusia maupun untuk alam (hutan)," kata tetua kampung setempat, Bachtiar Sutan Parmato, 74 tahun.
Durian Maninjau, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. (Foto: Tagar/Istimewa)
Bapak empat orang anak ini menjelaskan, jika musim durian datang maka semua kebun akan bersih, jalan ke kebun juga bersih. Sebab, hampir semua pemilik kebun akan datang membersihkan semak-semak, dan menanam pohon.
"Kebanyakan di kebun durian diselingi tanaman kulit manis, jengkol, dan beberapa jenis kayu lainnya. Kalau musim durian, banyak juga warga yang menanam pohon," katanya.
Penanaman pohon ini, menurutnya, akan membawa dampak baik bagi hutan. Apalagi kondisi alam Maninjau Kabupaten Agam yang dilingkung oleh perbukitan, rentan dengan longsor.
"Musim durian ini juga musim berbagi. Sebab, pemilik kebun akan memberikan waktu warga lain untuk malangge. Jarang sekali warga yang menunggui kebunnya setiap hari, 24 jam," katanya.
Konon kabarnya, kualitas durian di Maninjau Kabupaten Agam ini adalah salah satu durian terbaik di Indonesia. Sebab, hampir setiap musim durian tiba, sejumlah orang (mereka menyebutnya komunitas pecinta durian) datang ke Maninjau hanya untuk menikmati malangge atau menunggu durian jatuh. []