Jakarta - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md mengingatkan, pemerintah bisa memproses hukum pihak-pihak yang terlibat dalam penolakan 'tracing' prntolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
Mahfud bilang, siapapun yang menghalang-halangi petugas untuk melakukan upaya menyelamatkan masyarakat, di mana petugas itu melakukan tugas pemerintahan, bisa diancam dengan pasal 212 dan 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kalau merasa diri sehat, tentunya tidak keberatan untuk memenuhi panggilan aparat hukum.
"Jadi ada perangkat hukum di sini buat bisa diambil oleh pemerintah," kata Mahfud dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu, 29 November 2020.
Baca juga: Babak Baru, Polisi Bakal Periksa Rizieq Shihab di Polda Metro Jaya
Lebih lanjut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu mengatakan, memang benar bahwa catatan kesehatan pasien berhak dilindungi aspek kerahasiaannya berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Akan tetapi, berlaku juga dalil lex specialis derogat legi generalis.
"Kalau ada hukum khusus, maka ketentuan yang umum seperti itu bisa disimpangi atau tidak harus diberlakukan" ujarnya.
Dalam kasus Rizieq tersebut, menurutnya, berlaku hukum khusus, yaitu Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular yang menyebutkan bahwa catatan kesehatan seseorang bisa dibuka dengan alasan-alasan tertentu.
Untuk itu, ia mengimbau kepada Rizieq Shihab agar kooperatif dalam rangka penegakan hukum.
"Kalau merasa diri sehat, tentunya tidak keberatan untuk memenuhi panggilan aparat hukum memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan demi keselamatan bersama," kata Mahfud.
Baca juga: Dirut RS Ummi Luruskan Polemik Habib Rizieq Shihab Kabur
Dijelaskannya, seumpama Rizieq Shihab dinyatakan sehat dan tidak dapat menulari Covid-19 kepada orang lain, bisa saja pentolan FPI tersebut menjadi orang yang tertular karena kerap berada di antara kerumunan orang.
"Secara teknis kesehatan, itu sangat membahayakan bagi penularan Covid-19," tuturnya.
Dia mengatakan, pihak Rumah Sakit Ummi dan MER-C juga akan dimintai keterangan oleh pihak berwajib. Untuk itu, Mahfud meminta pihak terkait dapat kooperatif dan wajib hadir, agar kepolisian bisa mendalami keterangan-keterangan dari yang bersangkutan.
"Dimintai keterangan itu, mungkin hanya perlu data-data teknis. Tidak mesti kalau dimintai keterangan itu sudah dinyatakan bersalah. Mungkin hanya dimintai keterangan jam berapa datang, apa yang diperlihatkan, bagaimana, siapa saja yang masuk, dan sebagainya. Jadi tidak harus dianggap ia telah melanggar undang-undang," kata Mahfud.
Lebih lanjut ia mengatakan, MER-C tidak memiliki laboratorium terdaftar di Kementerian Kesehatan sebagai pihak yang berwenang melakukan tes Covid-19.
"Meskipun berdasarkan catatan MER-C itu tidak mempunyai laboratorium dan tidak terdaftar dalam jaringan yang memiliki kewenangan untuk melakukan tes," ujar Mahfud Md. []