Mahasiswi Pelacur Setelah Sunan Kuning Semarang Ditutup

Ia mengaku bernama Cindy, seorang mahasiswi, bekerja sebagai pelacur di lokalisasi Sunan Kuning, Semarang, Jawa Tengah.
Wanita pekerja seks (WPS) mengisi surat pernyataan pencairan bantuan sosial dari Pemerintah Kota Semarang, Senin, 14 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Semarang - Ia mengaku bernama Cindy, seorang mahasiswi, bekerja sebagai pelacur di lokalisasi Sunan Kuning, Semarang, Jawa Tengah. Pemerintah setempat menyatakan mulai Jumat, 18 Oktober 2019, tidak boleh ada lagi praktik prostitusi di tempat itu.

Cindy berada di antara 142 perempuan di Balai Resosialisasi Argorejo, Kelurahan Kalibanteng Kulon, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin pagi, 14 Oktober 2019. Mereka mengantre, menunggu pencairan dana sebesar masing-masing Rp 5 juta, bantuan sosial yang disebut juga sebagai uang tali asih dari Pemerintah Kota Semarang.

Sebanyak 142 perempuan itu terdiri dari pemandu karaoke dan pelacur atau pekerja seks komersil atau terkini dengan istilah wanita pekerja seks disingkat menjadi WPS.

Perempuan berusia 24 tahun itu berambut panjang, memakai kaos lengan panjang warna hijau tua dipadu rok hitam setinggi atas lutut. Baju membungkus ketat lekuk-lekuk tubuhnya.

Ia tampak berbeda di antara perempuan yang mayoritas kompak mengenakan baju putih dipadu rok atau celana hitam.

“Seksi itu bro, memel, idaman banyak laki-laki,” terdengar ucapan seorang pria dengan suara berbisik, dengan pandangan mata genit ke arah Cindy.

Cindy mondar-mandir di sekitar pintu. Sesekali matanya menatap Android di genggaman.

“Menunggu teman, Mas, katanya mau ke sini. Mungkin lagi otw (on the way),” ujar Cindy menjawab sapaan Tagar.

Dari sapaan itu perbincangan berkembang pada pertanyaan uang tali asih Rp 5 juta akan digunakan untuk apa.

"Ndak tahu buat apa karena Rp 5 juta bisa langsung habis. Buat beli kosmetik, biaya hidup, biaya kuliah, kos dan keperluan lain sudah habis,” ujar Cindy santai seraya melirik layar Android.

“Uang kuliah?” kata Tagar setengah tidak percaya mendengar jawabannya. 

“Lho tidak percaya saya masih kuliah? Gini-gini saya mahasiswi lho, Mas,” tuturnya menyunggingkan senyum.

Lantas Cindy menyodorkan smartphone yang dipegangnya. Ia membuka galeri foto dan di situ terpampang gambar ia bersama rekan sebaya yang dikatakan sebagai teman kuliah. Mereka kompak mengenakan jaket almamater warna kuning.

“Sudah sekitar setahun di sini, ya buat sambilan,” ujar Cindy.

Buat beli kosmetik, biaya hidup, biaya kuliah, kos dan keperluan lain sudah habis.

Sunan KuningWPS Sunan Kuning berkumpul di Balai Resosialisasi, menunggu giliran teken pencairan bantuan sosial, Senin, 14 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

Cindy bercerita selama setahun di Sunan Kuning, bekerja sebagai pemandu karaoke atau disingkat PK. Selain itu, katanya, ia juga siap kalau tamu menginginkan layanan lebih.

“Saya juga melayani permintaan hubungan seks. Kalau ada yang mau gituan ya oke saja,” kata Cindy.

Cindy mahasiswi semester akhir di sebuah perguruan tinggi di Semarang. Ia mengatakan menjadi PK sekaligus WPS di Sunan Kuning sebenarnya bukan pilihan. Kondisi keluarga dan pengalaman pribadi dikecewakan pacar membuatnya, istilahnya basah sekalian, terjun ke dunia prostitusi.

Ia kini mengaku bingung akan melakukan apa setelah aktivitas prostitusi di Sunan Kuning ditutup pemerintah setempat.

Cindy merasa beberapa waktu terakhir telah mapan memberikan pelayanan seks ke pelanggan pria hidung belang.

“Ya nanti coba cari kerjaan lagi. Sebelum di sini pernah kerja di sebuah perusahaan mobil,” kata Cindy dengan pandangan melayang.

Ia mengaku sudah berniat pensiun sebagai pemandu karaoke atau wanita pekerja seks. Tidak akan membuka pelayanan seks via online maupun menjajakan diri secara terbuka di pinggir jalan protokol di Semarang.

“Tapi kalau ada pelanggan yang menginginkan pelayanan seks ya mau. Yang jelas tidak akan membuka pelayanan secara vulgar di pinggir jalan atau online,” kata Cindy.

Beberapa waktu berikutnya Cindy pamit untuk membereskan urusan pencairan tali asih Rp 5 juta.

“Saya masuk ke dalam dulu, Mas, diminta tanda tangan surat-surat pencairan uang. Lagian teman ternyata sudah ada di dalam,” kata Cindy.

Ya nanti coba cari kerjaan lagi. Sebelum di sini pernah kerja di sebuah perusahaan mobil.

***

Ecy 25 tahun, ibu satu anak, mengaku  dari Makassar. Ia belum tahu akan diapakan uang pemberian pemerintah itu.

“Kalau buat perjalanan pulang ke Makassar saja sudah habis, Mas, bagaimana buat usaha? Entahlah nanti, yang pasti saya mau pulang kampung dulu,” tutur Ecy.

Sementara itu Vivi 20 tahun, asal Jepara, mengaku uang itu akan digunakan untuk membuka usaha. Demikian juga Winda 34 tahun, penduduk asli Semarang. 

“Memang sudah ingin mentas (keluar). Tidak ingin lah bekerja seperti ini. Orang yang kerja di sini pasti punya masalah hidup. Ya nanti tali asihnya buat usaha yang cepat mutar uang seperti jualan sayur,” ujar Vivi, perempuan mungil berkulit eksotis.

“Buat menambah modal usaha kuliner di rumah. Memang saya sudah ngrintis buka warung makan di rumah. Tapi kalau ada pelanggan yang ingin ditemani nyanyi ya boleh saja. Selama memang saya longgar, ya itung-itung buat nambah penghasilan,” sambung Winda, pemilik tubuh berisi yang biasa mangkal di Gang 3 Semarang.

Berbeda lagi rencana perempuan berparas cantik, Intan 23 tahun, asal Kendal. Ayu mengaku tidak memiliki rencana buka usaha di kampung halaman.

“Nanti uangnya buat orang tua, ibu, karena ayah sudah meninggal. Soal kerja apa, nanti kan saya bisa balik ke sini karena karaokenya kan tidak tutup, buka lagi setelah tanggal 22 Oktober 2019,” kata Ayu.

Tidak ingin lah bekerja seperti ini. Orang yang kerja di sini pasti punya masalah hidup.

Sunan KuningPara WPS antre tanda tangan administrasi pencairan bantuan sosial dari Pemerintah Kota Semarang, Senin, 14 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Agus Joko Mulyono)

***

Pemandangan terasa lain di halaman depan, di luar Balai Resosialisasi. Empat perempuan tampak murung, duduk berhadapan di dekat gerbang masuk Sunan Kuning. Usut punya usut, mereka pendatang baru di sini. 

“Saya baru setengah bulan kerja sebagai PK di SK. Dan belum punya kartu anggota. Jadi ya tidak dapat uang dari pemerintah,” lirih suara seorang di antara mereka, perempuan bertubuh padat berisi.

Temannya yang duduk di sampingnya menimpali, hanya bisa pasrah dengan keputusan pemerintah. 

“Ya yang namanya rezeki bisa dicari, Mas. Karaokenya kan tidak tutup, sementara kami libur dulu, nanti kalau sudah buka, kami kerja lagi,” katanya.

***

Pemerintah Kota Semarang lewat Dinas Sosial mengagendakan pencairan dana bantuan sosial ke para anak asuh Sunan Kuning pada Senin-Selasa, 14-15 Oktober 2019. Jumlah tali asih tidak lagi seperti yang disampaikan pada awal rencana penutupan prostitusi dua bulan lalu. Dari Rp 10,5 juta per WPS jadi Rp 5 juta per WPS.

Tali asih Rp 5,5 juta dari Kementerian Sosial batal digelontorkan mengingat dua sumber keuangan negara dilarang digunakan untuk kegiatan yang sama. Akhirnya tali asih yang bisa diberikan hanya yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Semarang tahun anggaran 2019.

Dan dengan proses penandatanganan administrasi pencairan tali asih selama dua hari tersebut berarti penutupan prostitusi di SK sudah masuk tahap akhir.

“Pemerintah Kota sudah kirim dana ke Bank Jateng dan hari ini Bank Jateng transfer ke rekening masing-masing penerima bantuan sosial. Penyerahan buku tabungan yang sudah terisi Rp 5 juta akan diberikan saat seremoni penutupan, 18 Oktober 2019,” ujar Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Kota Semarang Tri Waluyo.

Dari data yang tercantum di papan pengumuman Balai Resosialisasi yang juga Balai Pertemuan RW 4, Kalibanteng Kulon, ada 449 nama penerima manfaat bantuan sosial atau tali asih. Namun Dinas Sosial memastikan hanya 448 nama yang berhak menerima. 

“Satu orang dicoret karena saat pendataan terakhir untuk pembukaan rekening, yang bersangkutan tidak hadir,” kata Tri Waluyo.

Ada dua berkas surat yang harus ditandatangani para PK dan WPS. Yakni kuitansi atau berita acara penerimaan uang tali asih lengkap dengan meterai, dan surat pernyataan bersedia atau tidak bersedia dipulangkan oleh pemerintah.

Kepala Seksi Tuna Sosial dan Perdagangan Orang Dinas Sosial Kota Semarang, Anggie Ardhitya, mengatakan tidak semua PK dan WPS di Sunan Kuning mendapat tali asih dari pemerintah. Selain tercatat sebagai angggota resos, ada ketentuan lain yang lebih urgen yang harus dipenuhi penerima manfaat bantuan sosial. 

“Yang dapat itu ya para anak asuh yang tercatat sejak 2017, sejak ada kebijakan penutupan prostitusi di Tanah Air. Sejak saat itu, data para WPS terus kami pantau dan tidak boleh ada penambahan,” ujar Anggie. []

Berita terkait
Akhirnya WPS Sunan Kuning Sepakat Tali Asih Rp 5 Juta
Wanita pekerja seks (WPS) diminta tinggalkan Lokalisasi Sunan Kuning setelah pemerintah kota Semarang dengan para WPS sepakat dengan uang tali asih
WPS Sunan Kuning Semarang Tolak Teken Uang Tali Asih
Pengurus dan WPS Argorejo, Semarang Barat, Kota Semarang, menolak menandatangani surat pernyataan kesediaan menerima uang tali asih.
Sunan Kuning Ditutup, Prostitusi Terselubung Marak
Penutupan Lokalisasi Sunan Kuning di Semarang, dirasa bukan langkah tepat untuk meniadakan aktivitas prostitusi.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.