Jakarta - Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar mengatakan data-data soal Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan perihal dugaan tambang di Papua, bukan hal baru.
la mengatakan data itu sudah lebih dulu dipublikasikan bahkan sebelum wawancara dengan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti berlangsung. Data yang dimaksud Haris bertajuk 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.
Laporan ini diluncurkan pada 12 Agustus oleh YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, bersama #Bersihkanlndonesia.
Kami tidak mau klarifikasi karena kami yang benar bukan kami yang mengoreksi tetapi mereka yang harus mengoreksi dan menyampaikan apa yang salah.
Para peneliti melakukan kajian cepat terkait operasi militer ilegal di Papua dengan menggunakan kacamata ekonomi politik. Kajian ini juga memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya.
Dalam laporannya, koalisi menduga Luhut punya kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua. Luhut dikaitkan dengan perusahaan emas di Intan Jaya, yakni PT Madinah Qurrata'Ain (PTMQ).
- Baca Juga: Menko Marves Layangkan Somasi Kepada Haris Azhar
- Baca Juga: Luhut: Pemulihan Ekonomi Lebih Cepat dari yang Kami Duga
Kuasa Hukum Luhut, Juniver Girsang, mengatakan kliennya sama sekali tidak pernah bermain tambang di Papua. Dalam somasinya, ia juga meminta agar video wawancara di akun YouTube Haris Azhar dihapus.
“Isi wawancara itu juga dianggap telah mencemari, memfitnah, dan membunuh karakter Luhut Binsar Pandjaitan,” ujar Juniver dalam wawancara di kanal YouTube Tagar TV, Kamis, 2 September 2021.
"Tentu ini sangat sangat merugikan klien kami, Oleh karenanya kami dalam somasi memberi tempo waktu 5x24 jam sejak somasi diterbitkan dengan demikian sampai Selasa, agar mereka menjelaskan kepada kami mengenai motif, maksud dan tujuan menyampaikan pernyataan yang tidak benar tersebut," ujar Juniver.
- Baca Juga: Luhut: Pemulihan Ekonomi Lebih Cepat dari yang Kami Duga
- Baca Juga: Pemerintah Longgarkan Aturan Operasional Mal
Melalui somasi itu Haris dan Fatia juga diminta menyampaikan permohonan maaf dan menyatakan penyesalan. Jika sampai tenggat keduanya tidak merespons maka pihaknya terpaksa akan menempuh upaya hukum lanjutan. Juniver dan kliennya mengaku lebih memilih somasi dan tidak mau mengklarifikasi atau menyelesaikannya melalui dialog terbuka secara ilmiah.
"Kami tidak mau klarifikasi karena kami yang benar. Bukan kami yang mengoreksi, tetapi mereka yang harus mengoreksi dan menyampaikan apa yang salah," ujar Juniver.
(Azzahrah Dzakiyah Nur Azizah)