Jakarta - Pakar Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Raharjo Jati mengatakan bahwa ia setuju dengan pendapat Profesor Muhammad Quraish Shihab Cendekiawan Muslim yang mengatakan bahwa koruptor bagi terpidana atau pelaku korupsi ia nilai terlalu halus, kata pencuri ia anggap lebih pantas.
“Apa yang dikatakan Beliau ini saya sangat setuju, korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa yang tentu istilahnya mengandung maknya pioratif, karena ya istilah korupsi itu pencuri, sebab kejahatannya tidak hanya berdampak untuk satu orang, yang tentu dampaknya sampai lama,” ujar Wasisto dalam wawancara di kanal YouTube Tagar TV, Rabu, 1 September 2021.
Memang untuk korupsi tentunya dimiskinkan dan disita asetnya merupakan solusi yang tepat namun jika dilihat lagi yang lebih tepat sebenarnya dibalik koruptor itu ada apa.

Menurut Wasisto masalah korupsi merupakan pangkal dari politik Indonesia yang semakin transaksional, yang artinya yang haru di babat tuntas bukan hanya pelaku korupsi namun juga sistemnya.
“Memang untuk korupsi tentunya dimiskinkan dan disita asetnya merupakan solusi yang tepat namun jika dilihat lagi yang lebih tepat sebenarnya dibalik koruptor itu ada apa, karena selama ini kita melihat banyak koruptor ditangkap tapi tidak pernah jera, kita juga harus rusimah sistem yang membuat korupsi ini tetap untuh itu apa,” ujar Wasisto.
- Baca Juga: LIPI: Belajar dari Negara yang Mempunyai Masalah Serupa
- Baca Juga: Pakar Politik LIPI: Stigma Positif Kepemimpinan Perempuan
Sebelumnya, Profesor Muhammad Quraish Shihab Cendekiawan Muslim mengatakan bahwa koruptor bagi terpidana atau pelaku korupsi dia nilai terlalu halus, kata pencuri ia anggap lebih pantas.
“Kenapa orang miskin yang mengambil bukan haknya dinamai pencuri, sementara pejabat atau pegawai kita namai koruptor? Dia itu (juga) pencuri,” katanya dalam tayangan Shihab dan Shihab, sebagaimana dikutip NU Online.
- Baca Juga: LIPI Soroti Tagline Akhlak BUMN Hanya Manis di Bibir
- Baca Juga: Peneliti Geoteknologi Buka Suara Soal Jakarta Akan Tenggelam
Tindak korupsi yang kerap muncul itu antara lain penyuapan sebanyak 683 kasus, pengadaan barang atau jasa sebanyak 206 kasus, dan beberapa perkara lain seperti penyalahgunaan anggaran dan perizinan.
Seharusnya, kata Quraish, karena para koruptor itu tidak punya “urat” malu, maka mereka wajib dipermalukan. Sudah banyak fakta yang membuktikan bahwa para koruptor itu tetap biasa-biasa saja tanpa merasa bersalah dan tampak gembira dalam gelak tawa di masa hukumannya.
(Azzahrah Dzakiyah Nur Azizah)