Legenda Berdarah Bungung Barania Bantaeng

Julukan Butta Toa untuk Kabupaten Bantaeng bukan isapan jempol belaka. Butta Toa dalam Bahasa Indonesia artinya tanah tua.
Kayu Lompoa di mana sosok hitam dan tinggi kerap menampakkan wujudnya, Sabtu, 19 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Bantaeng - Julukan Butta Toa untuk Kabupaten Bantaeng bukan isapan jempol belaka. Kabupaten yang berjarak 120 kilometer dari Kota Makassar, Sulawesi Selatan, ini disebut Butta Toa atau yang dalam Bahasa Indonesia berarti tanah tua. 

Sebuah konotasi sarat makna. Tua menandakan telah banyak generasi, musim, dan cerita wara-wiri berlalu seiring waktu di sana. Cerita yang hingga kini masih bisa ditemui beberapa rekam jejaknya. 

Sebagian karena memang termasuk dalam situs kuno yang wajib dipelihara pemerintah setempat sebagai situs bersejarah. Sebagian lagi karena adanya eksistensi dari dimensi lain yang terus menghidupkan cerita kuno itu agar tetap ada.

Seperti sebuah cerita yang melegenda di Kampung Bissampole. Tentang Kayu Lompoa, Pokok Baranaka, Jangang Balibina Bissampole serta Bungung Barania yang ceritanya terkait satu dengan yang lain. 

Kayu Lompoa dan Pokok Baranaka adalah sebutan untuk pohon tua yang diperkirakan telah berumur ratusan tahun. Pohon tersebut tumbuh setinggi kurang lebih 15 meter. Tumbuh di dua tempat berbeda di sekitar Jalan Bungung Barania, Kampung Bissampole, Kelurahan Pallantikang, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng.

Kayu Lompoa atau dalam bahasa Indonesia berarti kayu yang besar. Sedangkan Pokok Baranaka yang berarti Pohon Beringin. Sebenarnya kedua pohon yang terkenal angker ini adalah sama-sama pohon beringin, hanya saja orang setempat menyebutnya dengan nama yang berbeda, yakni Kayu Lompoa dan Pokok Baranaka.

Kayu Lompoa terletak di sisi jalan sehingga cukup mudah ditemui. Dahulu kala di sekitar Kayu Lompoa merupakan tempat semacam gelanggang gladiator. Yang mana pada masa kerajaan, Raja kerap mengadakan pertandingan ketangkasan para pendekar atau jejago kampung. 

Tamu itu sudah diberi tahu agar jangan kencing di sumur, eh dia kencing di situ.

BantaengBungung Barania yang sudah ditutup dan Pokok Baranaka tepat di belakangnya, Sabtu, 19 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

***

Tepat di bawah Kayu Lompoa digali sebuah lubang sedalam 1 meter yang memuat hanya 2 orang saja di dalamnya. Saat pertandingan assitobok atau baku tikam menggunakan badik, kedua jagoan akan dimasukkan ke dalam lubang dan ditimbun setinggi pinggang.

Darah bercecer dalam lubang, hanya pemenang yang bisa keluar dari lubang yang disebut dengan nama Saung atau Sabung tersebut. Jawara-jawara itu bertarung atas maklumat atau titah Raja. Yang mana jika menolak maka yang kena hukum adalah perguruannya. Kejadian mengerikan tersebut diperkirakan menjadi salah satu penyebab tingginya instensitas makhluk astral yang kerap menampakkan diri hingga saat ini.

Setelah ditentukan pemenang dan yang kalah, kemudian darah dari tubuh mereka dibersihkan di Bungung Barania atau sumurnya para pemberani. Sumur tua yang berjarak sekitar 10 meter dari Kayu Lompoa. Tempatnya berada tepat di bawah naungan pohon yang disebut Pokok Baranaka.

Seiring waktu dan perkembangan zaman, Saung yang biasa digunakan untuk mengadu ketangkasan manusia itu kemudian berganti dengan pertandingan Ayam Jantan Kampung. Ayam-ayam tersebut diadu dalam saung. Kelincahannya bertarung dipercaya mendapat titisan dari roh-roh jawara sebelumnya. 

Dari kisah itulah maka dikenal sebuah legenda Jangang Balibina Bissampole. Jangang Balibina Bissampole adalah ayam kampung yang jago dan tidak terkalahkan dari Bissampole. Ayam ini digambarkan memiliki ciri-ciri dengan warna bulu hitam dan merah.

Untuk menuju Pokok Baranaka yang di bawahnya terdapat Bungung Barania hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau kendaraan roda dua. Letaknya saat ini berada di dalam lorong di antara rumah-rumah warga.

Pada waktu berkunjung di sana, saya melihat sumur tua tersebut sudah ditutup lantaran sudah lama tidak digunakan.

Pas masuk magrib tidak ada yang berani lewat situ.

BantaengPokok Baranaka yang berusia kurang lebih 200 tahun, Sabtu, 19 Oktober 2019. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

***

"Kalau sekarang sudah tidak digunakan karena airnya tercemar air selokan yang dekat sumur, jadi sudah ditutup," kata Ali 50 tahun, Sabtu, 19 Oktober 2019. 

Ali adalah warga setempat yang cukup banyak mengetahui sejarah tempat tinggalnya.

Ia mengatakan ayahnya adalah yang pertama kali membuat tembok di sisi sumur tua itu. Setelah lepas masa kerajaan, seiring waktu sumur sakral tersebut sempat digunakan warga setempat sebagai sumber air untuk minum, mandi, mencuci.

Beberapa kejadian mistis yang masih membekas di ingatannya hingga saat ini adalah tentang seorang pendatang yang tidak tahu-menahu soal legenda tempat itu. Pada suatu waktu salah satu tetangganya membuat hajatan dan kedatangan tamu dari luar daerah.

"Tamu itu sudah diberi tahu agar jangan kencing di sumur. Eh dia kencing di situ, akhirnya sakit perut sampai pingsan," ujar Ali. 

Penunggu Bungung Barania dan Pokok Balana yang berada di belakangnya memang cukup keras dalam memberi peringatan. Namun akhirnya tamu yang meradang tersebut sembuh setelah Ali memanjatkan doa, juga membakar menyan untuk berdialog dengan sang penunggu agar melepaskan gangguannya terhadap tamu yang tidak tahu apa-apa itu.

Pernah juga, sekali waktu ada remaja yang naik motor dengan kecepatan tinggi melintas di tempat itu. Kelakuannya dimaksudkan tidak sopan dan mengganggu para penunggu. Akhirnya sebuah api keluar dari mesin, nyaris saja ia terbakar. Untunglah warga cepat bertindak sehingga nyawa remaja tersebut bisa diselamatkan. Menurut kepercayaan masyarakat setempat memang tak boleh gegabah saat berada di area itu.

***

Kisah lain disampaikan Subhan, yang rumahnya tepat berada di belakang sisi kanan pohon Kayu Lompoa.

"Dulu tahun 1970-an saya masih kecil duduk di bangku sekolah. Kalau mengaji di masjid pas masuk magrib sudah tidak ada yang berani lewat di situ," katanya sambil menunjuk Kayu Lompoa di depan rumahnya.

Orang-orang tua dulu percaya arwah para gladiator atau jawara yang bertarung di saung dekat Kayu Lompoa itu berkumpul dan menjadi penunggu di sana.

Makhluk gaib beraneka macam dan rupa, mulai dari yang kecil hingga yang paling besar. Penampakan berbaju merah, putih, atau yang tinggi besar dan hitam.

"Kalau penampakan di sini paling banyak yang lihat itu yang tinggi sekali dan hitam," kata Subhan.

Yang paling buruk adalah melihat penampakan makhluk tanpa kepala di sana.

Narasumber lain, Restu, bercerita istrinya juga pernah terlibat hal dengan penunggu Kayu Lompoa.

"Dulu pernah ada yang kesurupan, dia bicara sama istriku. Tapi dia bicara baik. Disuruh istriku bawa sesajian ke pohon sana, katanya biar dikasi berkah, tapi istriku tidak mau," kata Restu.

Hingga saat ini beberapa orang memanfaatkan keramat di sana untuk kepentingan duniawi. Ada yang bertapa dekat pohon untuk meminta nomor togel, ada yang melepaskan ayam di sekitar pohon agar usahanya diberkati, ada pula yang membawa sesajian tertentu lalu disimpan di bawah akar pohon agar niatnya dikabulkan. 

Tentunya hal tersebut dilakukan bagi mereka yang meyakininya. Bukan orang setempat saja, bahkan banyak yang berasal dari kota lain.

Bagaimanapun semua kembali kepada pribadi dan keyakinan kita masing-masing. Yang perlu dipahami dari cerita-cerita ini adalah bagaimana agar sejarah, legenda ataupun cerita rakyat tersebut bisa tetap lestari. Agar generasi selanjutnya tidak serta-merta dengan mudahnya merusak sesuatu apalagi hal tersebut dibangun dengan susah payah dan bertaruh darah. 

Atau sebagai bahan untuk lebih peduli bahwa di titik tertentu di suatu daerah kita tidak boleh gegabah, agar senantiasa sadar bahwa yang hidup di muka bumi ini bukan hanya bangsa manusia. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Pengayuh Becak di Bantaeng Sukses Sarjanakan Anak
Kisah Bakri seorang pengayuh becak di Bantaeng, Sulawesi Selatan, berhasil menguliahkan anaknya hingga lulus. Ini cerita perjuangannya.
Kuntilanak Penculik dari Bantaeng Sulawesi Bernama Anja
Menjadi cerita turun-temurun Anja sosok kuntilanak menakutkan di Banteang, Sulawesi Selatan, karena kerap menculik anak kecil selepas magrib.
Noni Belanda dan 3 Hantu Lain yang Eksis di Bantaeng
Di beberapa kota di Indonesia banyak cerita mistis yang melegenda begitupun di Kabupaten Bantaeng, berikut hantu yang eksis di kota Bantaeng Sulsel
0
PKS Akan Ajukan Uji Materi PT 20%, Ridwan Darmawan: Pasti Ditolak MK
Praktisi Hukum Ridwan Darmawan mengatakan bahwa haqqul yaqiin gugatan tersebut akan di tolak oleh Mahkamah Konstitusi.