Lagi-lagi Kasus Harian Covid-19 di Indonesia Pecahkan Rekor

Ketika pandemi Covid-19 varian Delta menyebar di dunia, kasus baru harian di Indonesia juga terdorong naik, kini didorong varian Omicron pula
Pengendara sepeda motor melintas dekat poster sosialisasi wajib memakai masker yang terpasang di perempatan Bank Indonesia di Mataram, NTB, 4 Agustus 2020 (Foto: kominfo.go.id/antarafoto)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Ketika pandemi virus corona (Covid-19) varian Delta menyebar di dunia, kasus baru harian di Indonesia juga terdorong naik. Puncaknya terjadi pada tanggal 15 Juli 2021 dengan jumlah kasus harian baru sebanyak 56.757.

Setelah periode episentrum Juni – September 2021 kasus harian Covid-19 berangsur turun dan landai. Celakanya, lagi-lagi dunia menghadapi mutasi virus corona yang akhirnya memunculkan varian baru yaitu Omicron. Kalangan ahli mengatakan Omicron jauh lebih mudah menular jika dibandingkan dengan varian sebelumnya. Disebutkan penularan Omicron lebih mudah lima kali daripada varian-varian sebelumnya.

Informasi yang tersebar luas adalah penanganan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri yang tidak konsisten dan konsekuen, sehingga jadi mata rantai penyebar Covid-19. Pelakunya meminta maaf, didenda dan dihukum. Tapi, penyebaran virus corona sudah terjadi di masyarakat sebagai transmisi lokal.

Baca juga: Denda dan Permintaan Maaf Tak Hentikan Pandemi Virus Corona

Keterangan ahli itu terbukti dengan kasus harian di banyak negara yang terus meroket.

Di Indonesia, misalnya, pandemi yang mulai landai setelah episentrum Juni – September 2021 kasus harian mulai lagi menanjak sejak Desember 2021 yang didorong varian Omicron. Puncak kasus harian tertinggi terjadi dua hari berturut-turut yaitu 15 Februari 2022 sebanyak 57.049 dan 16 Februari 2022 sebanyak 64.718.

Jumlah kumulatif kasus Covid-19 di Indonesia sampai tanggal 16 Februari 2022 mencapai 4.966.046 dengan 145.622 kematian. Kasus Covid-19 dilaporkan secara nasional dari 34 provinsi.

Baca juga: Kenapa Pasien Covid-19 di Indonesia Terus Bertambah

Kita tidak tahu persis apa yang akan terjadi tanggal 17 Februari 2022 dan seterusnya. Apakah kasus harian yang dilaporkan 16 Februari 2022 sebagai puncak episentrum atau kasus harian baru justru akan meroket.

grafik kasus harian per 16 feb 22Grafik kasus harian baru Covid-19 di Indonesia per 16 Februari 2022 (Sumber: worldometers)

1. Omicron Dongkrak Jumlah Kasus Covid-19 Global

Amerika Serikat (AS) yang sudah mulai landai akhir Februari 2021, tiba-tiba meroket sejak Desember 2021 dengan kasus harian tertinggi tanggal 13 Januari 2022 yaitu sebanyak 903.549. Sebelumnya, pada episentrum periode September 2020 – Februari 2021 AS melaporkan kasus harian tertinggi pada tanggal 8 Januari 2021 yaitu sebanyak 308.329.

Begitu juga dengan negara-negara di Eropa, Asia, Amerika dan Afrika melaporkan kasus harian baru yang didorong Omicron melampaui kasus sebelumnya.

Brasil melaporkan kasus harian sebanyak 286.050 tanggal 3 Februari 2022, sebelumnya kasus harian sebanyak 115.041 pada tanggal 23 Juni 2021.

Sebelum pandemi Omicron Prancis hanya melaporkan kasus tertinggi tanggal 7 November 2021 sebanyak 83.324, tapi di masa Omicron Prancis melaporkan kasus harian sebanyak 501.635 tanggal 25 Januari 2022.

Sedangkan Jepang sebelum pandemi Omicron melaporkan kasus harian tertinggi hanya 26.184 pada 22 Agustus 2021, tapi pada tanggal 6 Februari 2022 kasus harian dilaporkan Negeri Sakura itu sebanyak 105.817.

Australia dengan kasus terbanyak 3 digit, tapi pada pandemi Omicron kasus harian di Negeri Kangguru itu melonjak tajam mencapai 153.968 pada tanggal 13 Januari 2022.

Sejauh ini beberapa negara, seperti India, Malaysia dan Filipina justru melaporkan kasus harian terbanyak pada masa varian Delta. India, misalnya, pada tanggal 6 Mei 2021 dilaporkan 414.433 kasus harian baru, sedangkan di periode Omicron kasus tertinggi tanggal 20 Januari 2022 sebanyak 347.254.

Infeksi baru varian Omicron mendongkrak jumlah kumulatif kasus Covid-19 global. Sampai tanggal 16 Februari 2022 jumlah kasus Covid-19 dunia mencapai 416.686.823 dengan 5.859.972 kematian.

Negara dengan jumlah kasus terbanyak Amerika Serikat (AS) 79.639.934 disusul India 42.723.558, Brasil 27.664.958, Prancis 21.877.555, dan Inggris 18.393.951. Sedangkan jumlah kematian terbanyak AS 949.269, Brasil 639.822, India 509.903, Rusia 342.383, dan Meksiko 313.608.

kampanye maskerKampanye masker di Jakarta Timur (Foto: antaranews.com)

2. Menyoal Komunikasi Publik Pemerintah

Pandemi, seperti diperkirakan ahli dan Organisasi Kesehatan Sedunia PBB (WHO), belum bisa dipastikan akan berhenti sehingga bias memunculkan varian baru. Kondisi ini terjadi antara lain karena ketimpangan vaksinasi Covid-19 antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin. Bukan hanya varian baru, tapi pandemi di masa depan diperkirakan akan lebih mematikan.

Cakupan vaksinasi Covid-19 global sampai tanggal 15 Februari 2022 mencapai 61,97% yang terdiri atas 54,31% dua suntikan dan 7,66% satu suntikan.

Indonesia sendiri cakupan vaksinasi Covid-19 secara nasional sampai tanggal 15 Februari 2022 mencapai 68,25% yang terdiri atas 49,45% dua suntikan dan 18,80% satu suntikan. Namun, persentase ini terjadi karena konsentrasi vaksinasi di Jawa-Bali, sedangkan di luar Jawa-Bali vaksinasi tidak merata yang kelak jadi biang kerok penyebaran Covid-19 dan bisa jadi memunculkan varian baru.

Agaknya, sejak awal pandemi bahkan sebelum pemerintah melaporkan kasus Covid-19 yang pertama, komunikasi publik pemerintah, dalam hal ini Kemenkes dan Satuan Tugas Penanganan COVID-19 tidak mendorong perubahan perilaku masyarakat. Artinya, informasi yang disampaikan tidak bersifat agent of change. Ini bisa terjadi, antara lain karena komunikasi publik tidak memperhatikan field of reference dan field of experience masyarakat.

Contoh yang paling sederhana: sampai hari ini tidak ada penjelasan yang komprehensif dan terjadi pada individu sebagai realitas sosial di social settings mengapa tidak boleh bersalaman atau jabat tangan di masa pandemi virus corona.

3. Publikasi Kasus Covid-19 Pertama Jadi Bumerang

Kondisinya kian runyam karena informasi awal terkait virus corona dibumbui dengan pernyataan-pernyataan nyeleneh yang menyuburkan mitos (anggapan yang salah) dan bermuara pada blunder (KBBI: kesalahan serius atau memalukan yang disebabkan oleh kebodohan, kecerobohan, atau kelalaian). Sebagian pernyataan nyeleneh itu dikait-kaitkan pula dengan norma, moral dan agama.

Baca juga: Fenomena AIDS Persis Serupa dengan Corona

Publikasi pemerintah terkait kasus Covid-19 pertama juga jadi bumerang [KBBI: perkataan (perbuatan, ulah, peraturan, dan sebagainya) yang dapat merugikan atau mencelakakan diri sendiri] yaitu membeberkan riwayat kontak Pasien 01 dan 02 yang dikaitkan dengan dansa.

Akhirnya, banyak media (media massa dan media online) serta media sosial yang menjadikan riwayat kontak itu sebagai berita yang berujung pada berita yang sensasional (menggemparkan) dan bombastis (omong kosing) yang justru mengaburkan fakta medis terkait virus corona.

Baca juga: Tidak Ada Kaitan Maksiat dengan Penularan Corona

Kasus Covid-19 di beberapa negara juga meroket sejak awal karena pemimpin negara-negara tersebut sesumbar. Seperti AS, ketika itu Presiden Donald Trump mengatakan negaranya bisa menghadang pandemi virus corona. Padahal, ketika dia sesumbar sudah terdeteksi kasus Covid-19 di AS dengan beberapa kematian.

Begitu juga dengan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, yang mengatakan infeksi flu lebih berbahaya daripada infeksi virus corona. Sedangkan Presiden Rusia, Vladimir Putin, juga sesumbar negaranya bisa menghadang virus corona. Hal yang sama dilakukan oleh PM India, Narendra Modi, yang sebut negaranya sudah mengalahka virus corona hanya dengan indikator kasus harian yang sedikit. Padahal, pakar di sana mempertanyakan jumlah kasus yang sedikit itu.

Baca juga: Soal Covid-19 Presiden Donald Trump Bak Menepuk Air di Dulang

Dalam komunikasi publik pemerintah lebih mengedepankan langkah-langkah yang dijalankan, padahal langkah itu tidak ada artinya tanpa partisipasi aktif warga. Berbeda dengan yang dilakukan beberapa negara, seperti China, Korea Selatan, Australia, Vietnam, dan lain-lain yang menerapkan lockdown secara ketat yang diikuti dengan tracing (tanpa batas) dan tes massal terhadap semua warga.

Namun, belakangan negara-negara yang di awal pandemi bisa mengatasi penyebaran virus corona akhirnya kewalahan juga di masa pandemi Delta dan Omicron.

Dengan kasus harian yang memecahkan rekor Delta dalam dua hari berturut-turut di Indonesia yaitu tanggal 15 Februari 2022 (57.049) dan 16 Februari 2022 (64.718), seperti yang diprediksi pakar ini belum puncak pandemi. Itu artinya puncak pandemi dengan episentrum baru akan terjadi beberapa hari ke depan.

Maka, sudah saatnya pemerintah memperbaiki komunikasi publik dan melatih influencer agar menulis informasi Covid-19 yang bersifat agent of change (Sumber: WHO, CDC, worldometers, ourworldindata.org dan sumber-sumber lain). []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di Tagar.id

Zona Hijau Sebagai Daerah Semu Pandemi Virus Corona

Indonesia Episentrum Covid-19 di Kawasan ASEAN

Pemerintah Tidak Bisa Memutus Mata Rantai Penyebaran Covid-19

Fenomena AIDS Persis Serupa dengan Corona

Berita terkait
Indonesia Kembali Catat Rekor Baru Jumlah Kasus Harian Covid-19
Dalam rentang waktu tujuh bulan sejak jumlah kasus baru Covid-19 harian tertinggi 15 Juli 2021, pada 15 Febuari 2022 rekor baru kasus harian 57.049
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi