Tidak Ada Kaitan Maksiat dengan Penularan Corona

Membawa isu virus corona (Covid-19) ke ranah moral justru bisa jadi kontra produktif dalam penanggulangan penyebaran virus corona di Tanah Air
Suasana di angkutan umum di Inggris saat pandemi Covid-19. (Foto: theregister.co.uk).

Oleh: Syaiful W. Harahap*

“Ketua MUI Pamekasan Ali Rahbini membenarkan adanya tiga imbauan penting kepada masyarakat untuk mencegah pandemi virus corona. Ia mengaku poin imbauan mengacu pada peningkatan ubudiyah antar sesama muslim dan meninggalkan perbuatan maksiat.” Ini ada dalam berita “Cegah Corona, Imbauan MUI Pamekasan: Jauhi Maksiat” di Tagar, 20 Maret 2020.

Virus corona (Covid-19) merupakan virus yang terdapat pada droplet atau percikan ludah atau air liur orang yang mengidap Covid-19. Penularannya terjadi jika droplet keluar dari mulut pengidap Covid-19 ketika dia berbicara, batuk atau bersin dan terhirup orang lain. Bisa juga droplet menempel di kayu, besi, kain, dll. ketika dipegang orang lain menempel di tangan. Jika tangan tidak dicuci dengan sabut virus menular melalui tangan ketika menggosok hidung atau mata atau memakan sesuatu yang dipegang.

1. Mendorong stigmatisasi dan diskriminasi

Dari fakta medis di atas jelas tidak ada kaitan antara penularan virus corona dengan maksiat. Dalam KBBI maksiat disebut sebagai perbuatan yang melanggar perintah Allah. Berbicara, batuk dan bersin bukan perbuatan yang melanggar perintah Allah sehingga hal itu bukan maksiat.

Tidak jelas kaitan langsung antara penularan virus corona dan maksiat dalam pernyataan MUI Pamekasan, Madura, Jawa Timur, itu. Cuma, di bagian lain berita disebutkan “Poin selanjutnya yakni menjauhi perbuatan maksiat, sebab perbuatan dimaksud bisa menyebabkan turunnya bala' dari Allah. Dan poin ketiga yakni pihak berwenang agar menutup tempat-tempat memfasilitasi perbuatan maksiat.”

Kalaupun corona disebut bala (KBBI: malapetaka) sudah terjadi dan penyebarannya sudah mendunia yang terdeteksi di 199 negara dengan jumlah kasus pada tanggal 29 Maret 2020 sebanyak 664.103 dengan 30.883 kematian dan 142.361 yang sembuh.

Mengkait-kaitkan penyakit dengan maksiat, dalam hal ini norma, moral dan agama, merupakan langkah kontra produktif dalam menanggulangi penyakit karena yang muncul hanya mitos (anggapan yang salah). Seperti halnya yang terjadi pada HIV/AIDS yang selalu dikait-kaitkan dengan norma, moral dan agama akhirnya hanya menyuburkan stigmatisasi (pemberian cap buruk) dan diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap orang-orang yang tertular HIV/AIDS.

Selain itu karena yang muncul hanya mitos banyak pula orang yang mengabaikan fakta terkait dengan cara-cara penularan HIV/AIDS. Mitos yang paling menyesatkan adalah HIV/AIDS menular melalui zina, hubungan seksual di luar nikah, dan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi pelacuran.

Akibatnya, banyak orang yang tertular HIV/AIDS karena merasa tidak berzina yaitu melakukan ritual agama sebelum membeli seks. Ada pula yang merasa tidak berisiko karena tidak melakukan hubungan seksual dengan PSK di lokalisasi pelacuran.

2. Dukung pemerintah langkah yang arif dan bijaksana

Padahal, penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual terjadi di dalam dan di luar nikah jika salah satu atau dua-duanya mengidap HIV/AIDS dan laki-laki tidak pakai kondom. Ini fakta medis. Maka, tidak mengherankan kalau kemudian kasus HIV/AIDS di Indonesia, seperti prediksi ahli di tahun 2018 mencapai 640.000. 

Epidemi HIV/AIDS sendiri erat kaitannya dengan fenomena gunung es yaitu kasus yang terdeteksi digambarkan sebagai puncak gunung es yang muncul ke atas permukaan air laut, sedangkan kasus yang sebenarnya di masyarakat digambarkan sebagai bongkahan gunung es di bawah permukaan air laut.

Terkait dengan virus corona penularannya sama sekali tidak ada kaitannya secara langsung dengan maksiat. Penyebaran corona cepat terjadi di masyarakat karena banyak orang yang mengidap atau sudah tertular corona tidak menunjukkan gejala-gejala fisik dan keluhan kesehatan terkait dengan corona. Ini bisa berlangsung selama berhari-hari. Tapi, sejak seseorang tertular virus corona di dropletnya sudah ada virus corona yang bisa menulari orang lain jika droplet itu terhirup atau terpegang melalui benda-benda yang kejatuhan droplet yang mengandung virus corona.

Kalau saja agamawan ingin memberikan dukungan untuk peran-serta aktif dalam memutus mata rantai penyebaran virus corona, maka sampaikanlah langkah-langkah konkret seperti yang dianjurkan pemerintah. Anuran itu adalah menjaga jarak fisik, tidak berkumpul untuk berbagai kepentingan bahkan yang terkait dengan agama, sering mencuci tangan, yang sakit pakai masker, dll.

Langkah yang arif dan bijaksana adalah mendukung langkah yang terukur bukan menebar mitos yang justru menghambat langkah penanggulangan. Soalnya, kasus positif Covid-19 di Indonesia terus terdeteksi. Sampai tanggal 28 Maret 2020 pukul 12.00 sebanyak 1.155 dengan 120 kematian dan 59 sembuh.

Kasus-kasus positif baru akan terus terdeteksi karena penularan di masyarakat masih terjadi karena anjuran pemerintah yang tidak didukung, terutama jarak fisik dan berkumpul dalam jumlah yang banyak. []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id

Berita terkait
Cuci Tangan Pakai Sabun Biasa Bunuh Virus Corona
Mereka menganggap mencuci tangan pakai sabun antiseptik dan hand sanitizer lebih ampuh dalam membunuh virus corona (Covid-19).
Kondisi Terkini Wuhan China, Kota Asal Virus Corona
Kota Wuhan, China akan membuka lockdown atau isolasi yang telah dilakukan sejak pertengahan Januari 2020.
Kronologi Wander Luiz Persib Diserang Virus Corona
Wander Luiz pemain sepak bola yang merumput di klub Persib Bandung, dinyatakan positif terinfeksi virus corona atau Covid-19, usai dari Bali.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.