Denda dan Permintaan Maaf Tak Hentikan Pandemi Virus Corona

Risiko penyebaran massal virus corona melalui kerumunan massa tidak bisa ditanggulangi hanya dengan menerapkan denda dan permintaan maaf
Ini gambaran pantai-pantai di Eropa yang dipenuhi warga untuk menikmati sinar matahari di saat pandemi virus corona, maka tidak mengherankan kalau Eropa menghadapi pandemi gelombang kedua (Foto: thesun.co.uk/AFP)

Oleh: Syaiful W. Harahap*

Badan Kesehatan Dunia PBB (WHO) dan banyak pakar epidemiologi kelas dunia sudah sejak awal pandemi virus corona (Coronavirus Disease 2019/Covid-19) sudah mengingatkan agar selalu memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak sebagai cara-cara yang realistis mencegah penularan virus corona.

Celakanya, anjuran WHO, yang di Indonesia dikampanyekan dengan 3M, justru selalu diabaikan banyak orang. WHO sendiri memberi lampu kuning dengan mengatakan banyak negara yang ‘bermain api’ (melakukan sesuatu yang berbahaya) dalam menghadapi pandemi virus corona.

Itulah yang terjadi di Indonesia. Paling tidak ada tiga kegiatan yang melibatkan ribuan orang membentuk kerumunan (crowd), bahkan ada yang tidak memakai masker. Pertama, di Bandara Seokarno-Hatta, Banten (10 November 2020), di Petamburan, Jakarta Pusat (15 November 2020), dan di Megamendung, Jawa Barat (13 November 2020).

1. Denda dan Permintaan Maaf

Terkait dengan pencegahan penyakit menular Pasal 9 ayat 1 UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan disebutkan: Setiap Orang wajib mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan. Sanksi pidana diatur di Pasal 93: Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Perihal kerumunan di Petamburan, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan kurang dari 24 jam pihaknya sudah memberikan hukuman denda Rp 50 juta kepada penyelenggara acara di Petamburan. Ini sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 101 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 79 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan Sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019.

Dengan denda itu dikesankan oleh Gubernur Anies semuanya sudah beres karena pihaknya sudah menjalankan amanat peraturan, dalam hal ini Perda.

Begitu juga dengan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, melalui wartawan dia menyampaikan permintaan maaf sebagai pihak yang bertanggung jawab terkait dengan kerumunan di Megamendung.

Sama dengan Gubernur Anies, Gubernur Ridwan Kamil juga memberikan kesan permintaan maaf sebagai pertanggungjawaban atas kerumunan di Megamendung.

2. Risiko Penyebaran Virus Corona Melalui OTG

Di satu sisi dikesankan persoalan selesai dengan denda dan permintaan maaf, walupun Polri terus menyelidiki apakah ada unsur pidana pada kerumunan di Jakarta dan Jabar. Tapi, perlu diingat bahwa di sisi lain justru ada boomerang karena denda dan permintaan maaf serta penyelidikan Polri tidak menghentikan risiko penyebaran virus corona.

Faktor yang mendorong penyebaran virus corona pada kerumunan di Bandara Soekarno-Hatta, Petamburan dan Megamendung adalah banyak orang tanpa gejala (OTG) yaitu orang-orang yang mengidap virus corona tapi tidak menunjukkan gejala pada fisik dan tidak ada pula keluhan kesehatan terkait infeksi virus corona. Tapi, OTG bisa menularkan virus corona yang mereka idap melalui droplet yang keluar dari mulut dan hidung saat berbicara, bersin dan batuk.

Sejauh ini ketika jumlah kasus virus corona global per 19 November 2020 mencapai 56.398.205 dengan 1.351.768 kematian ternyata kasus di China hanya 86.369 dengan 4.634 kematian. Ada 64 negara yang menyalip China dan jumlah kasus virus corona.

Bandingkan dengan Indonesia yang sudah mendeteksi kasus dengan kematian. Proporsi tes per 1 juta di Indonesia 12.511 (jumlah warga yang tes swab PCR 3.415.613), sedangkan China 111.163 (jumlah warga yang tes swab PCR 160.000.000).

Apakah kasus virus corona yang rendah di China karena vaksin?

Ternyata tidak!

Otoritas China menjalankan langkah-langkah yang konkret dan realistis dalam menanggulangi penyebaran virus corona. Jika di satu daerah, kota atau provinsi terdeteksi 1 kasus baru virus corona, maka semua penduduk daerah, kota atau provinsi itu menjalan tes swab dengan PCR. Yang terdeteksi positif diisolasi. Daerah, kota atau provinsi itu di-lockdown total.

3. Penyebaran Virus Corona Tidak Kenal Batas Wilayah

Langkah China itu sejalan dengan pernyataan pakar penyakit menular terkemuka Amerika Serikat di National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAD), Dr Anthony Fauci, yang mengatakan lebih banyak tes bisa membantu pengendalian lonjakan kasus virus corona (voaindonesia.com, 14 November 2020).

Maka, keberhasilan China, juga Korea Selatan, dalam menanggulangi penyebaran virus corona bukan sesuatu yang istimewa karena bisa dilakukan di negara mana pun di muka bumi ini.

Maka, kalau ditarik analogi dari yang dilakukan China langkah konkret dan realistis yang harus diterapkan Pemprov DKI Jakarta dan Pemprov Jawa Barat adalah melakukan tes swab dengan PCR kepada semua orang yang ikut kerumunan.

Selajutnya yang terdeteksi positif menjalani isolasi. Langkah berikut adalah melakukan tracing sampai buntu dengan melakukan tes terhadap orang-orang yang kontak dengan warga yang terdeteksi positif melalui tes swab. Langkah konkret berikutnya adalah melakukan lockdown di Petamburan dan Megamendung dengan terus memantau warga melalui tes swab.

Mabes Polri melalui Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono, mengungkapkan, Lurah Petamburan, Setyanto, positif Covid-19 (18 November 2020). Yang jadi pertanyaan adalah apakah Pak Lurah ini hadir di kerumunan massa di Petamburan? Kalau jawabannya YA, berarti ada risiko tinggi penyebaran virus corona di kerumunan Petamburan.

Untuk itulah perlu juga dilakukan tes swab terhadap warga yang ikut berkerumun di Megamendung untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona khsusunya di Megamendung dan secara umum di wilayah Kecamatan Megamendung seterusnya Kabupaten Bogor yang berkembang ke Provinsi Jawa Barat dan bermuara di seluruh wilayah Nusantara karena pandemic virus corona tidak mengenal batas wilayah secara fisik dan administratif (Bahan-bahan dari: worldometer dan sumber-sumber lain). []

* Syaiful W. Harahap, Redaktur di tagar.id

Baca juga:

Memutus Covid-19 Hanya dengan Peran Serta Masyarakat

Tanpa Dukungan Masyarakat Covid-19 Terus Menyebar

Covid-19 Tak Kenal Batas Wilayah, Daerah dan Negara

Berita terkait
Kegagapan Jokowi dan Pembiaran Kerumunan Massa Rizieq Shihab
Presiden Jokowi dan jajarannya dianggap paradoks dan gagap dalam penanganan Covid-19, lantaran membiarkan massa Habib Rizieq Shihab berkerumun.
Kerumunan Massa FPI Diabaikan, Tanda Aparat Gamang?
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan menilai pemerintah abai melindungi masyarakat.
Rizieq Shihab Bebas Bikin Kerumunan, Doni Monardo Dicap Mandul​​​​
Peran Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo dikritik karena Habib Rizieq Shihab.