Jakarta - Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Indonesia Arist Merdeka Sirait menyatakan penegakan hukum kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak sangat lemah. Bahkan, beredar kabar kalau para pelaku itu bisa tak terjerat ancaman hukum pidana.
Berbagai aspek, menurut Arist, mempengaruhi lemahnya hukuman bagi para pelaku kejahatan seksual pada anak. Dia menggambarkan bahwa jika tidak bisa ditemukan minimal dua alat bukti, maka kasus kejahatan seksual tidak bisa dilanjutkan, alias pelaku bebas.
Oleh sebab itu, Arist prihatin dengan kondisi di mana tidak sedikit para pelaku kejahatan seksual terhadap anak diputus bebas oleh pengadilan hanya karena tidak diperoleh dua alat bukti. Dia menyatakan kalau Indonesia masih dalam keadaan darurat kekerasan. Faktanya, dari tahun ketahun kekerasan masih terus terjadi, bahkan terus meningkat.
Sunguh miris betul, pelaku kejahatan seksual 82% justru berlatar belakang kerabat atau orang terdekat korban.
"Jumlah kekerasan terhadap anak di tengah-tengah kehidupan masyarakat terus meningkat, sebanyak 52-58% pengaduan yang diterima divisi pengaduan Komnas Perlindungan Anak didominasi kasus kekerasan seksual. Sisanya yaitu 48% kasus kekerasan bentuk lain seperti penculikan, penganiayaan, dan lainnya," kata Arist kepada Tagar pada Selasa, 23 Juli 2019.
Pelaku Kerabat Korban
Menurut Arist Merdeka, berbagai bentuk ekspoitasi pada anak juga masih mendominasi kekerasan pada anak Indonesia.
"Sunguh miris betul, pelaku kejahatan seksual 82% justru berlatar belakang kerabat atau orang terdekat korban," tutur Arist.
Selain itu, Arist menjelaskan tempat yang rawan dijadikan untuk melakukan kekerasan pada anak.
"Data lain menunjukkan bahwa rumah dan lingkungan sekolah tidak lagi memberikan rasa nyaman dan jaminan atas perlindungan bagi anak. Kedua tempat ini justru menjadi tempat yang menakutkan bagi anak sebab predator atau monster kejahatan terhadap anak justru sembunyi di dua tempat ini. Ayah kandung dan atau tiri, guru, pengelola sekolah misalnya, justru orang-orang inilah yang menjadi pelakunya," tutur Arist.
Arist menekankan bahwa pihak keluarga berperan untuk menjaga serta mengawasi anak. Peran ibu tentunya menjadi faktor utama dalam hal itu.
Seorang ibu rumah tangga, bernama Citra Puspita Sari menuturkan kekhawatiran kepada anaknya yang masih kecil. Pengawasan ekstra selalu menjadi kunci dirinya untuk mengantisipasi berbagai hal yang tidak diinginkan.
"Saat ini saja saya sudah memberikan edukasi kepada anak saya walaupun masih kecil. Dengan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh anak. Melalui kebiasaan seperti cara berpakaian juga, anak jangan dipakaikan baju terbuka walau masih kecil karena kita tidak boleh memancing", tuturnya.
Pendiri Yayasan Cerdas Indonesia Ariawan menyatakan keluarga berperan penting terhadap masa depan anak. Faktor lingkungan menjadi faktor utama penentu tumbuh kembang seorang anak.
"Menurut hemat saya pertama adalah tentu dari keluarga yang harus memberikan perhatian lebih kepada anaknya. Pendidikan terhadap anak, pendekatan keluarga dan pendampingan terhadap anak perlu dilakukan termasuk pengawasan kepada anak tersebut," kata Ariawan. []
Baca juga: