Korupsi Rp 5 M, Tiga Pejabat Madina Diadili di Medan

Tiga pejabat Kabupaten Mandailing Natal, terdakwa korupsi pembangunan objek wisata, diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Tiga pejabat Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara, terdakwa dalam persidangan korupsi di PN Medan, Senin 6 Janurai 2020. (Foto: Tagar/Reza Pahlevi)

Medan - Tiga pejabat Kabupaten Mandailing Natal (Madina), terdakwa korupsi pembangunan objek wisata, duduk di kursi persidangan Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, Senin 6 Januar 2020.

Mereka adalah Syahruddin selaku Pelaksana tugas (Plt) Kadis Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR), Nazaruddin Sitorus selaku pejabat pembuat komitmen (PPK) dan Hj Lianawaty Siregar.

Mereka bertiga ini disidangkan atas kasus dugaan korupsi pembangungan objek wisata Taman Raja Batu (TRB) dan Tapian Siri-siri Syariah (TSS), yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 5,2 miliar.

Dalam sidang yang digelar tersebut, majelis hakim yang diketuai Irwan Effendi menolak nota keberatan (eksepsi) ke tiga terdakwa tersebut.

Irwan selain menolak seluruh eksepsi ke tiga terdakwa, juga memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar melanjutkan persidangan dan menghadirkan saksi- saksi dalam sidang berikutnya.

Kedua permasalahan tersebut seharusnya diajukan tersendiri dalam gugatan praperadilan

Dalam uraiannya, hakim menyatakan keberatan terdakwa berkaitan dengan kapasitas jaksa yang tidak melakukan penyelidikan dan penyidikan serta penetapan tersangka, karena seharusnya keberatan itu diajukan dalam gugatan praperadilan. Begitu juga dengan persoalan posisi jaksa yang merupakan penyidik sekaligus jaksa penuntut.

"Keberatan terdakwa terhadap kedua permasalahan tersebut seharusnya diajukan tersendiri dalam gugatan praperadilan," tegas Irwan.

Dengan ditolaknya eksepsi tersebut, persidangan akan dilanjutkan ke pokok perkara. Agendanya, akan dilanjutkan pekan depan. Jaksa akan menghadirkan saksi-saksi dalam perkara korupsi tersebut.

Dalam eksepsi sebelumnya, Syahruddin dan Nazaruddin Sitorus melalui kuasa hukumnya Adi Mansar mempertanyakan soal kerugian keuangan negara dan penyimpangan dalam pengelolaan penggunaan anggaran pada Dinas PUPR Kabupaten Madina tahun 2016 dan 2017 tersebut.

Menurut kuasa hukum tersebut, kerugian keuangan negara yang didakwakan JPU hanya berlandaskan hasil investigasi perhitungan dari kantor akuntan publik Dr Tarmizi Achmad, bukan penghitungan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sedangkan lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara hanya BPK. Karena itu, jika tidak disertai bukti kerugian negara dari BPK, unsur korupsi dalam penyidikan belum terpenuhi.

Karenanya, hasil audit yang diterbitkan oleh kantor akuntan publik Dr Tarmizi Achmad tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan adanya kerugian keuangan negara.

Dakwaan JPU juga tidak jelas dan keliru karena tidak mengurai perbuatan terdakwa secara spesifik, sehingga dakwaan JPU benar-benar tidak jelas terutama tentang, sifat melawan hukum dalam hukum pidana merupakan hal pokok yang harus ada atau mutlak dalam setiap rumusan pidana.

Bahkan, uraian tentang perbuatan materil terdakwa tidak jelas diuraikan oleh JPU. JPU tidak dapat menguraikan secara terperinci perbuatan mana yang dikualifikasikan melawan hukum dan apakah perbuatan tersebut memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.[]

Berita terkait
Tersangka Korupsi di Siantar Aman Menjabat Kadis
Sebanyak 176 pejabat di Pematangsiantar dilantik. Seorang tersangka korupsi aman menjadi kepala dinas.
Demo di Poldasu, Dugaan Korupsi Festival Danau Toba
Mahasiswa demo ke Polda Sumatera Utara, ungkap dugaan korupsi di Pemprovsu termasuk pelaksanaan Festival Danau Toba 2019.
Polisi Kebut Kasus Dugaan Korupsi Dana KONI Pessel
Jajaran Polres Pesisir Selatan, Sumatera Barat, telah menyelidiki empat kasus dugaan korupsi sepanjang 2019.
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu