Jakarta - Guru besar hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman Prof Dr. Muhammad Fauzan mengatakan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kompol Rossa Purbo Bekti yang dikembalikan ke institusi asalnya, dapat menggugat Firli Bahuri ke pengadilan.
Muhammad Fauzan menilai hal itu dapat dilakukan apabila Ketua KPK Firli Bahuri masih bersikeras 'mendepak' Kompol Rossa ke Polri.
Upaya administratif itu bisa berupa keberatan dan banding
"Sekarang diselesaikan upaya administratif dulu. Kalau sudah dijawab oleh yang mengeluarkan putusan, lalu (Kompol Rosa) tidak menerima, bisa mengajukan gugatan ke pengadilan," ujar Fauzan kepada Tagar, Rabu, 19 Februari 2020.
Baca juga: Polri 2 Kali Batalkan Pemberhentian Rossa dari KPK
Menurutnya, upaya gugatan Kompol Rossa ke Firli Bahuri memang dibenarkan di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Dia menerangkan, Kompol Rossa dapat melakukan upaya administratif apabila merasa dirugikan atas putusan atau tindakan pimpinan KPK yang mengembalikannya ke Polri.
"Upaya administratif itu bisa berupa keberatan dan banding," ucap dia.
Sebelumnya, Kompol Rossa resmi melayangkan surat keberatan kepada Ketua KPK Firli Bahuri mengenai pengembaliannya ke Korps Bhayangkara.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri pun memastikan surat itu telah diterima oleh pimpinan lembaga anti rasuah Firli Bahuri.
Baca juga: Kompol Rossa Ajukan Surat Keberatan ke Firli Bahuri
"Terkait Mas Rossa, jadi benar pimpinan KPK menerima surat keberatan dari Mas Rosa yang kami terima 14 Februari 2020. Sampai hari ini, pimpinan yang dapat surat keberatan tersebut masih mempelajari dan membahas lebih lanjut. Tentunya, kalau sudah selesai, jawaban pimpinan akan disampikan ke Mas Rossa," ujar Ali, Selasa, 18 Februari 2020.
Pengembalian Kompol Rossa ke Polri menjadi polemik lantaran masa tugasnya di KPK masih berlaku hingga September 2020. Belakangan, diketahui bahwa Polri membatalkan penarikan Kompol Rossa.
Kompol Rossa merupakan penyidik dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang melibatkan eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan dan eks caleg PDI Perjuangan Harun Masiku. []