Komnas PA Minta Guru Cabul di Taput Ditahan

Komnas PA Arist Merdeka Sirait menyebut, seharusnya polisi dan jaksa menahan SMN.
Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait.(Foto: Tagar/Jumpa Manullang)

Tarutung - SMN (43) seorang guru agama di SD Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara (Sumut) pada 1 September 2018 lalu membuat gempar dunia pendidikan.

Oknum guru ini melakukan kejahatan seksual terhadap 11 murid dan sudah dilaporkan 4 September 2018 ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polres Tapanuli Utara.

Namun upaya hukum penangguhan penahanan diperoleh SMN. Dia bebas dan kembali mengajar meski kasusnya akan memasuki tahap persidangan di pengadilan negeri setempat.

Menanggapi ini, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait kepada Tagar menyebut, ini bentuk gagal paham terhadap UU Perlindungan Anak dan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA). Seharusnya polisi dan jaksa menahan SMN. Apalagi SMN diancam hukuman lima tahun ke atas.

"Karena kejahatan seksual merupakan tindak pidana luar biasa (extraordinary crime). Maka penanganannya juga harus luar biasa. Kecuali tersangka dalam keadaan sakit, penangguhan penahanan baru dapat dilakukan. Faktanya pelaku masih aktif mengajar," ungkap Arist, Selasa 14 Mei 2019.

Dijelaskan Arist, sebelumnya Komnas Perlindungan Anak menerima pengaduan keluarga korban pada Jumat 10 Mei 2019 lalu.

"Cukup disayangkan, dan patut dipertanyakan mengapa setelah jaksa menyatakan berkas yang disampaikan penyidik sudah lengkap (P21), tetapi pihak penyidik tidak menyerahkan terduga pelaku secara fisik kepada Kejaksaan. Bahkan terduga pelaku SMN bebas mengajar," ungkap Arist.

Dia lebih heran melihat Dinas Pendidikan membiarkan SMN bebas mengajar sekalipun berkas perkaranya telah memenuhi unsur tindak pidana.

Untuk memastikan tegaknya keadilan hukum atas korban, kata Arist, Tim Investigasi Cepat Komnas Perlindungan Anak akan memantau proses persidangan di tingkat pengadilan.

"Kami pastikan segera berkoordinasi dengan Kajari dan Kajati untuk menerapkan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA dan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Perpu Nomor 01 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002. Sekalipun berkas perkara sudah dinyatakan sudah lengkap, jaksa penuntut dan penyidik telah melakukan pengabaian hak-hak korban, dan telah pula gagal paham terhadap pelaksanaan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA)," kata Arist.

Arist kemudian meminta Kajari Tapanuli Utara sebelum membacakan tuntutannya pada sidang-sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tapanuli Utara untuk segera menahan tersanga.

Menanggapi keterangan Komnas Perlindungan Anak, Polres dan Kejaksaan Tapanuli Utara membantah mengabaikan tuntutan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA dan UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan Perpu Nomor 01 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002.

"Polres telah menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada Kejaksaan Negeri Tarutung pada 19 Maret 2019 dan jika ada penangguhan atas tersangka SMN itu adalah di luar wewenang Polres," terang Kasubbag Humas Polres Tapanuli Utara Aiptu Sutomo M Simaremare.

Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Tapanuli Utara Rosandi menyebut, upaya penahanan badan selama 20 hari tahap pertama sudah dilaksanakan pihaknya sejak 19 Maret 2019 lalu.

Informasi dihimpun Tagar, kasus kejahatan seksual ini dilakukan tersangka SMN kepada belasan anak dengan cara sodomi. Terbongkar berawal dari salah seorang anak, RLS (12) siswa kelas 6 SD yang menjadi korban. Dia mengungkapkan kejadian kepada orangtuanya.

Sesuai pengakuan RLS kepada ibunya, SMN melakukan aksinya di ruang kelas pada jam istirahat. Tersangka memberikan uang sebagai imbalan, berpura-pura meminta korban memijat-mijat leher dan tubuh tersangka. Selanjutnya tersangka memaksa para korban membuka celana dan melakukan aksi bejatnya.[] 

Baca juga:

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.