Bandung - Komisi III DPRD Jawa Barat meminta penerimaan pajak air permukaan harus naik di 2021. Apabila selama ini penerimaan pajak air permukaan hanya Rp 50 miliar pertahun, maka di 2021 harus bisa mencapai Rp 320 hingga Rp 500 miliar pertahun.
“Di 2021 kita targetkan penerimaan pajak air permukaan harus bisa Rp 320-Rp 500 miliar. Silahkan instansi terkait, BUMD dan lainnya membuat formulasi yang benar,” tutur Anggota Komisi III DPRD Jawa Barat dari Fraksi Nasdem Persatuan Indonesia, Husin kepada Tagar, Bandung, Kamis 15 Oktober 2020.
Husin juga mengatakan, harus segera menghitung ulang, memetakan, dan menggali potensi penerimaan dari air permukaan di Jawa Barat. Sehingga bukan hanya pengambilan atau pemanfaatan saja yang maksimal oleh perusahaan dan pihak lainnya tetapi juga harus diimbangi dengan penerimaan untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kita sudah buat target karena melihat di lapangan ada potensi besar dari pajak air permukaan, tetapi tak dimaksimalkan. Silahkan selanjutnya, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), BUMD Jawa Barat bertindak,” katanya.
Husin juga menyarankan beberapa langkah agar target tersebut dapat terealisasi. Agar target peningkatan penerimaan pajak air permukaan bisa terealisasi di 2021, maka Komisi III DPRD Jawa Barat menyarankan untuk segera melakukan tindak tegas terhadap perusahaan nakal yang sengaja “mengakali” pembayaran pajak air permukaan dengan berbagai modusnya.
Kemudian, segera menaikan tarif dasar pajak air permukaan dengan merevisi aturan yang mengatur tarif dasar pajak air permukaan. Lalu, disarankan juga Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat untuk segera merenegosiasi soal kewenangan pengelolaan air permukaan dengan Pemerintah Pusat, karena selama ini terdapat tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Pusat dalam pengelolaan air permukaan.
“Ada wilayah yang seharusnya menjadi kewenangan Provinsi Jawa Barat malah jadi kewenangan Pemerintah Pusat, begitu pun sebaliknya. Ini ada miss komunikasi antara Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Pusat,” jelasnya.
Saran lainnya, segera berinvestasi untuk pengadaan alat ukur jelas untuk menghitung penggunaan air yang dimanfaatkan perusahaan atau perorangan. Alat ukur tersebut sangat penting untuk mengantisipasi banyaknya praktik penipuan dalam pengukuran penggunaan atau pemanfaatan air permukaan yang dilakukan perusahaan, dengan tujuan menghindari pajak.
“Soal air ini kan potensi besar bagi Jabar, air melimpah. Bahkan harganya lebih mahal kalau dibandingkan dengan harga BBM yang harus melalui proses panjang dan memakan biaya tinggi,” jelas dia.
Bandingkan air mineral masuk kantor berapa harganya? Apalagi masuk tempat hiburan, harganya bisa lebih mahal dari BBM. Artinya, air permukaan bisa menjadi potensi bagi PAD Jawa Barat dan pengelolaan atau pemanfaatannya pun tak serumit BBM. Seharusnya Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat bisa mengambil kesempatan tersebut.
“Jangan sampai terulang lagi banyak perusahaan atau perorangan yang mengambil air permukaan, mengambil untung tetapi kewajiban membayar pajaknya masih minim. Masa ada perusahaan besar bayar pajak air permukaan hanya Rp10 juta pertahun. Pembayaran dilakukan berdasarkan laporan data yang tak terukur, dan itu merajalela. Pantas saja kita rugi,” keluhnya.
Selain itu, Husin juga meminta political will dari Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat agar bisa memudahkan perusahaan-perusahaan yang ingin mengupdate izin pengelolaan air permukaan atau Surat Izin Pengambilan Air Permukaan (SIPAP). Sebab, dari laporan yang masuk ke DPRD Jawa Barat proses ini dinilai masih rumit dan menyita waktu yang panjang. []
Baca juga:
- DPRD Jabar: Banyak Perusahaan "Ngakali" Pajak Air Permukaan
- DPRD Jawa Barat Minta Samsat Desa Dimaksimalkan