Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus menilai penerapan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) perlu dicermati guna mempercepat arus investasi ke Tanah Air.
Guspardi menyampaikan pernyataan tersebut dalam webinar “Polemik Penerapan UU Cipta Kerja” pada Kamis, 24 Desember 2020.
“Saat ini, modal untuk berinvestasi di Indonesia masih mahal, namun hasilnya sedikit. Birokrasi yang tidak efisien, biaya logistik yang tinggi, pengadaan lahan yang rumit, serta regulasi yang tumpang tindih menjadi halangan bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia,” ujarnya pada Jumat, 25 Desember 2020.
Untuk itu diperlukan berbagai masukan dari berbagai elemen bangsa untuk menyikapi secara kritis terkait polemik penerapan UU model Omnimbuslaw.
Baca juga: Pengamat: Kabinet Reshuffle Jokowi untuk Realisasikan Omnibus Law
Menurutnya, dengan menyederhanakan perizinan dan merevisi beberapa regulasi dalam undang-undang, investasi Indonesia akan semakin menarik.
Ia juga menjelaskan mengenai persoalan yang menjadi masalah dalam penerapan UU Ciptaker, seperti pemangkasan kewenangan daerah, yaitu pemerintah provinsi/kabupaten/kota.
“Tentang apa yang diinterpretasi sebagai pemangkasan kewenangan daerah, saya pikir itu sebenarnya adalah upaya penyelarasan pusat dan daerah. Jadi, nanti pemerintah melalui PP akan mendelegasikan kewenangan kepada provinsi/kabupaten/kota,” tuturnya.
Guspardi menilai wabah Covid-19 telah menghancurkan ekonomi dunia dan pertumbuhan ekonomi global akan menurun pada kuartal kedua tahun 2020.
Dampak negatif pada perekonomian Indonesia, pertumbuhan ekonomi pada Q3 turun sebesar 3,49 persen, selanjutnya, FDI Global turun 49 persen sepanjang Semester I 2020, dan realisasi PMA di Indonesia pada Januari-September turun 5,1 persen.
Baca juga: Viktor Sirait: Omnibus Law Permudah Investasi di Indonesia
“Untuk itu diperlukan berbagai masukan dari berbagai elemen bangsa untuk menyikapi secara kritis terkait polemik penerapan UU model Omnimbuslaw yang telah disahkan pemerintah dan DPR itu,” tuturnya.
Ia mendorong sikap kritis tersebut untuk diwujudkan dalam kajian yang matang untuk dijadikan sebagai rekomendasi kepada pemerintah agar Ciptaker dapat dilaksanakan dengan baik sehingga keberadaan UU tersebut benar-benar dirasakan dan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. [] (Amira Salsabila Aprilia)