Komunikasi Lemah Satgas Omnibus Law Jadi Polemik Cipta Kerja

Disinformasi dan hoaks yang tersebar di tengah masyarakat karena minimnya sosialisasi dan lemahnya komunikasi Satgas Omnibus Law.
DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) DKI Jakarta selenggarakan webinar Kontroversi Undang-Undang Cipta Kerja, Judicial Review atau Parlemen Jalanan\', Jumat, 6 November 2020.(Foto: Tagar/Dokumen PERMAHI)

Jakarta - Plt Asisten Deputi Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Koperasi & UKM, Henra Saragih menyebut Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) adalah sebuah terobosan hukum yang dilakukan Pemerintah untuk mempercepat transformasi ekonomi.

Henra menyebut, manfaat UU Ciptaker ini mendorong masuknya investasi dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia. Hal ini diungkapkan dalam webinar bertajuk 'Kontroversi Undang-Undang Cipta Kerja, Judicial Review atau Parlemen Jalanan', Jumat, 6 November 2020.

Jadi pihak DPR harus juga bertanggungjawab atas kesalahan ini dan jangan menjadikan Setneg sebagai kambing hitam

Dalam acara yang digelar DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) DKI Jakarta ini, Henra hadir mewakili Sekretaris Kementerian Koperasi & UKM

Dia menjelaskan, UU Ciptaker juga bertujuan untuk melakukan penyederhanaan perizinan berusaha, perlindungan dan jaminan bagi pekerja, serta sampai pada pemberian batasan sanksi yang jelas antara sanksi pidana dan sanksi administratif.

Sementara, pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah menyoroti proses penyusunan UU yang banyak menuai kontroversi dari masyarakat.

Menurut Trubus, polemik yang muncul selama proses penyusunan Ciptaker akibat banyaknya hoaks dan disinformasi yang beredar selama proses penyusunan Omnibus Law ini.

"Terlihat ada niat baik pemerintah dalam penyusunan UU ini. Namun maraknya hoaks dan disinformasi dalam proses penyusunan semakin membuat runyam situasi, ditambah lagi sejumlah kontroversi seperti kesalahan ketik, perubahan jumlah halaman, serta demonstrasi mahasiswa dan penolakan dari sejumlah pemimpin daerah," katanya.

"Berbagai polemik ini dikarenakan belum maksimalnya sosialisasi dan komunikasi pemerintah kepada berbagai stakeholder yang terkait dengan UU Cipta Kerja ini," ujar Trubus menambahkan.

Kendati demikian, dia memberikan masukan kepada pemerintah terkait adanya kesalahan ketik dalam naskah Ciptaker yang terlanjur sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi.

Dia menjelaskan, suatu aturan yang sudah diundangkan dan diberi nomor masih dapat diperbaiki.

"Suatu aturan yang sudah diundangkan dan diberi nomor, maka tidak ada cara lain untuk memperbaiki naskah tersebut selain melalui proses Revisi Undang-Undang (Perubahan) melalui forum resmi antara DPR dan Pemerintah, namun demikian dalam proses pengujian di Mahkamah Konstitusi masih sangat dimungkinkan karena obyek hukum tersebut telah sah secara konstitusi," ucap Trubus.

Selanjutnya, Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) M. Isnur menyoroti adanya hyper regulasi dalam periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi.

"Di periode pertama Pemerintahan Jokowi sudah diterbitkannya 10.180 regulasi meliputi 131 UU, 526 Peraturan Pemerintah, 839 Peraturan Presiden dan 8.684 Peraturan Menteri, ini semua berdampak pada tumpang tindih aturan, menghambat akses pelayanan publik, dan menimbulkan ketidakpastian hukum", tutur Isnur.

Kemudian, narasumber penutup Imanuel Ebenezer yang juga aktivis 98 mengatakan bahwa Omnibus Law ini bertujuan baik untuk rakyat. Namun, dia tak memungkiri ada sejumlah pasal yang perlu dikritisi agar bisa mengakomodir berbagai stakeholder.

"Omnibus Law Cipta Kerja ini bertujuan baik dalam mendorong investasi, tapi saya katakan bahwa memang terlalu terburu - buru dalam penyusunannya sehingga berbagai stakeholder dalam hal ini kawan - kawan buruh, pelaku usaha, aktivis mahasiswa, dan LSM belum dimaksimalkan partisipasi dan keterlibatan mereka dalam realisasi UU Cipta Kerja Ini," katanya.

Ketua Umum DPC Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) DKI Jakarta Andi Maruli menyampaikan, disinformasi dan hoaks yang tersebar di tengah masyarakat karena minimnya sosialisasi dan lemahnya komunikasi pemerintah, antara lain Satgas Omnibus Law, dalam menyampaikan tujuan dari UU ini.

"Terkait kesalahan ketik dalam UU yang sudah ditandatangani Presiden menurut kami bukan murni dari kesalahan kementerian sekretariat negara, melainkan harus dilihat dari hulunya, yaitu mulai dari pembahasan antara DPR dan pemerintah. Jadi pihak DPR harus juga bertanggungjawab atas kesalahan ini dan jangan menjadikan Setneg sebagai kambing hitam," ucap Andi.[]

Berita terkait
Dalam Debat, Akhyar - Salman Kambing Hitamkan Omnibus Law
Akhyar Nasution-Salman Alfarisi kambing hitamkan Omnibus Law perihal kesejahteraan masyarakat yang belum terlihat di kawasan Medan Utara.
Istana Klaim UU Cipta Kerja Lindungi Hutan dan Masyarakat Adat
UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diklaim dapat memberikan peluang kepada rakyat untuk mengelola hutan dan melindungi masyarakat adat.
LPSK Janji Lindungi Saksi Pembakaran Halte UU Cipta Kerja
LPSK berjanji akan memberikan perlindungan saksi bagi yang melihat dan mengetahui pelaku dugaan pembakaran halte Transjakarta.
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.