Kominfo Didesak Akhiri Pembatasan Akses Media Sosial

Pakar media sosial Indonesia menyarankan pembatasan akses ke sejumlah media jejaring sosial segera diakhiri.
Ilustrasi media jejaring sosial. (Foto: Antara/Flickr)

Jakarta - Pakar media sosial Indonesia Ismail Fahmi menyarankan pembatasan akses ke sejumlah media jejaring sosial oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika segera diakhiri menyusul dampak bagi para pengguna internet seluler secara luas.

"Saya sepakat pembatasan media sosial dilakukan ketika terjadi kericuhan pada Selasa 21 Mei 2019 dan Rabu 22 Mei 2019, karena kita perlu melokalisir informasi agar tidak menyebar ke mana-mana yang justru memanaskan suasana," kata Fahmi, dikutip Antara di Jakarta, Kamis 23 Mei 2019 malam.

Fahmi merujuk pada informasi terkait Aksi 411 dan 212 yang memunculkan informasi palsu atau hoaks dari pihak-pihak yang justru tidak berada di lokasi aksi dengan menambah konten foto ataupun video.

"Cara paling aman memang dengan pembatasan akses ke media sosial. Tapi, pembatasan saat ini sudah terlalu lama dan merugikan para pengguna Internet secara luas di Indonesia," kata pendiri PT Media Kernels Indonesia dengan sistem analisis Drone Emprit itu.

Pembatasan yang terlalu lama itu, lanjut Fahmi, akan berdampak pada pelaku bisnis dalam jaringan (online) ataupun tenaga medis seperti dokter yang berkomunikasi dengan pasien lewat media sosial.

Risiko VPN

Fahmi juga mengatakan pembatasan akses media sosial yang terlalu lama mendorong para pengguna Internet seluler di Tanah Air untuk memanfaatkan jaringan pribadi virtual (VPN) yang justru menimbulkan persoalan baru berupa pencurian data.

"Jika para pengguna beralih ke aplikasi lain yang masih bisa diakses mungkin tidak ada masalah. Tapi, penggunaan VPN itu memunculkan masalah besar yang semakin lama dipakai akan semakin kontra-produktif," ujarnya.

Penggunaan VPN untuk mengakses media sosial, menurut Fahmi, telah menjadi "edukasi massal" secara nasional yang justru merugikan program Internet Positif Kominfo.

"Setiap saat, para pengguna akan mengakses konten yang dilarang dengan mengaktifkan VPN. Masyarakat sudah pintar mengatasi pemblokiran itu," katanya.

Pria yang juga mengembangkan jaringan perpustakaan digital itu mengatakan pembatasan akses sudah dapat diakhiri selepas kericuhan selesai menyusul eskalasi informasi tidak akan sebesar ketika aksi sedang berlangsung.

"Dalam kondisi saat ini ketika kericuhan sudah mereda, pembatasan akses semestinya sudah dihentikan. Mungkin masih ada hoaks tapi itu dapat ditangani. Kondisi saat ini berbeda ketika terjadi kericuhan yang memungkinkan informasi hoaks dapat menyebar sangat cepat bahkan ke luar kota," katanya.  []

Baca juga:

Berita terkait