Anemia pada Penyakit Gagal Ginjal Kronis

Anemia atau kadar Hb rendah dalam darah mungkin penyakit yang terlihat sepele bagi orang sehat, namun tidak bagi penderita gagal ginjal.
KPCDI Cabang Lampung (Foto: Dok. KPCDI)

TAGAR.id, Jakarta - dr. Sandi Perutama Gani mengatakan, anemia atau kadar Hb (hemoglobin) rendah dalam darah (<10gr/dL) mungkin penyakit yang terlihat sepele bagi orang sehat, namun kondisi yang berbeda akan terlihat pada pasien dengan gagal ginjal kronis.

Itulah sebabnya mengapa pasien gagal ginjal kronis sangat membutuhkan injeksi zat besi intravena dan eritropoietin dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan

"Anemia berdampak buruk karena akan memperberat kondisi pasien, menurunkan kualitas hidup dan fungsi fisik pasien, meningkatkan frekuensi transfusi darah serta rawat inap dan yang paling parah dapat meningkatkan risiko kecacatan bahkan kematian," katanya.

Hal ini disampaikan dr. Sandi saat menjadi narasumber seminar bertema "Penatalaksanaan Anemia pada Penyakit Ginjal Kronis" di Lampung, Minggu, 8 Maret 2020. Seminar ini dilaksanakan dalam rangka memperingati Hari Ginjal Sedunia tahun 2020 yang dilakukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) cabang Lampung bekerjasama dengan perusahaan consumer healthcare Combiphar. 

Baca juga: Manfaat Terapi CAPD bagi Pasien Gagal Ginjal

dr. sandi menambahkan di Indonesia, pasien penderita gagal ginjal kronis yang mengidap anemia menurut IRR (Indonesian Renal Registry) tahun 2018 mencapai 78%. Anemia bisa terjadi mulai dari stadium gagal ginjal yang paling awal dan semakin meningkat seiring dengan tingkat keparahan stadium gagal ginjal kronis (NHANES 2005).

Menurut dr. Sandi, penyebab utama anemia pada pasien gagal ginjal kronis adalah defisiensi zat besi dan hormon eritropoietin.

"Itulah sebabnya mengapa pasien gagal ginjal kronis sangat membutuhkan injeksi zat besi intravena dan eritropoietin dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan,” ujar dia.

Lebih lanjut menurut dr. Sandi, pemberian injeksi eritropoietin tidak bisa meningkatkan kadar Hb secara instan apabila kadar zat besi di dalam darah tidak cukup.

"Sebaiknya pemberian eritropoietin didasarkan pada profil individu pasien, disesuaikan dengan dosis yang dibutuhkan, frekuensi HD (Hemodialisa atau cuci darah) per minggu, dan sediaan injeksi eritropoietin yang ada di pasaran (2.000 IU, 3.000 IU, 4.000 IU atau 10.000 IU),” katanya.

Seminar yang dihadiri puluhan pasien cuci darah ini menjadi ajang edukasi dan diskusi dua arah antara pasien dan dokter mengenai masalah yang dihadapi selama melaksanakan cuci darah. Ada dua narasumber yakni Ketua Umum KPCDI Tony Samosir dan medical affairs manager Combiphar, dr. Sandi Perutama Gani.

Tony Samosir berpandangan, KPCDI merupakan perkumpulan berbasis gerakan sosial pasien gagal ginjal, yang mengedukasi dan mengkampanyekan kesehatan ginjal serta memperjuangkan hak-hak pasien.

Baca juga: 4 Hal Penting Cegah Gagal Ginjal pada Anak

"Kami memiliki kepedulian tinggi terhadap kondisi pasien cuci darah di Indonesia. Salah satunya gelaran kopdar bersama Combiphar hari ini," kata Tony.

Dikatakan Tony, sebagai organisasi, KPCDI akan terus berkembang untuk membangun persaudaraan dan solidaritas di antara sesama pasien atau keluarga pasien cuci darah.

"KPCDI juga memberikan advokasi bagi setiap anggota dan berjuang demi perbaikan regulasi bagi kepentingan pasien,” ujarnya. []


Berita terkait
Kisah Tio, Umur 9 Tahun Gagal Ginjal, Ditinggal Ayah, dan Perjuangan Sang Ibu
Namanya Tio, sekarang umur 11 tahun. Terkena gagal ginjal pada usia 9 tahun. Tiga bulan pertama dia menjalani terapi hemodialisa.
Angka Penderita Gagal Ginjal di Malang Ribuan
Penderita gagal ginjal di Malang diprediksi berkisar ribuan orang atau lebih.
Derita Gagal Ginjal, Pria Asal Simalungun Ini Akui Kratingdaeng Penyebabnya
Badannya tegap berisi, namun siapa sangka pria ini baru saja selesai melakukan cuci darah. Ia menderita sakit gagal ginjal.