Manfaat Terapi CAPD bagi Pasien Gagal Ginjal

Seminar Meningkatkan Kualitas Terapi CAPD Pada Pasien Gagal Ginjal di Jakarta, Minggu, 1 Maret 2020.
Meningkatkan Kualitas Terapi CAPD Pada Pasien Gagal Ginjal di Jakarta, Minggu, 1 Maret 2020. (Foto: Petrus Hariyanto)

Jakarta - Terapi Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) menjadi salah satu terapi yang lebih efektif dan efisien bagi pasien penyakit ginjal kronis, selain transplantasi ginjal dan hemodialisis (HD).

Ginjal buatan seperti mesin hemodialisa yang berada di rumah sakit. Kalau terapi CAPD ini menggunakan selaput rongga perut.

Menurut dokter kepresidenan RSPAD Gatot Subroto, dr. Jonny, Sp.PD-KGH, M.Kes, MM, CAPD atau yang dikenal cuci darah yang dilakukan lewat perut adalah dialisis yang tidak berhenti selama 24 jam terus menerus dengan menggunakan membran peritoneum (selaput dalam rongga perut) sebagai filter untuk mengeluarkan sisa metabolisme dan cairan dari darah.

"Dialisis tidak menggunakan mesin, sehingga pasien bisa bergerak kemana saja, tanpa berada di rumah sakit seperti HD selama 4 atau lima jam," kata Jonny saat berbicara dalam seminar Meningkatkan Kualitas Terapi CAPD Pada Pasien Gagal Ginjal di Jakarta, Minggu, 1 Maret 2020.

Baca juga: Angka Penderita Gagal Ginjal di Malang Ribuan

Seminar ini diadakan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) bekerjasama dengan Fresenius Medical Care itu dihadiri kurang lebih 60 pasien gagal ginjal.

Jonny mengatakan, metode CAPD menggunakan peritoneum sebagai filter untuk mengeluarkan sisa sampah dari darah dan bertindak sebagai ginjal buatan.

"Ginjal buatan seperti mesin hemodialisa yang berada di rumah sakit. Kalau terapi CAPD ini menggunakan selaput rongga perut," ucapnya.

Jika program CAPD dijalankan dengan baik, kata Jonny, maka kualitas pasien akan lebih baik dan kemudian bisa menghemat secara ekonomis.

“Kalau kualitas pasien baik, kemungkinan dia butuh biaya perawatan lebih rendah. Ini akan menghemat biaya,” ujarnya.

Baca juga: Kisah Perempuan Gagal Ginjal, Hamil dan Melahirkan

Pemimpin program CAPD di rumah sakit kebanggaan TNI Angkatan Darat itu mengatakan, terapi CAPD lebih fleksibel dibandingkan terapi hemodialisis (HD) karena bisa dilakukan dimana saja dengan tetap mempertimbangkan ruangan yang bersih dan pencahayaan yang baik.

Tindakan ini, kata dia, bisa dilakukan di kantor bahkan dalam perjalanan. Produktifitas pun lebih baik dan hemat.

"Kalau HD, pasien yang produktif akan kehilangan waktu kerja dan waktu bersosialisasi dengan lingkungan,” ucapnya.

Terapi CAPDMeningkatkan Kualitas Terapi CAPD Pada Pasien Gagal Ginjal di Jakarta, Minggu, 1 Maret 2020. (Foto: Petrus Hariyanto)

Menurut Jonny, CAPD juga bisa mempertahankan sisa fungsi ginjal ketimbang terapi HD. Pasalnya, proses pengeluaran cairan dilakukan setiap hari dan tubuh pasien akan terasa lebih sehat dan nyaman.

“Berbeda dengan HD, cairan yang berlebih ditarik dari dalam tubuh keluar ke mesin, maka di dalam pembuluh darah akan kekurangan air, sehingga kalau kurang, alirah darah ke ginjal berkurang, maka sel yang masih bagus akan terganggu. Itu kenapa orang HD lama-lama tidak bisa kencing,” ujar Jonny.

Baca juga: Derita Gagal Ginjal, Pria Asal Simalungun Ini Akui Kratingdaeng Penyebabnya

Terapi CAPD, menurut Jonny, tidak serta merta bisa dijalankan semua pasien. Dokter yang masih terlihat muda ini memberi contoh, seperti pasien yang mempunyai riwayat kehilangan fungsi peritoneum.

“Yang mempunyai cacat mekanis yang tidak dapat diperbaiki sehingga meningkatkan resiko infeksi bila terapi dengan CAPD dipakai, seperti, hernia, omphalocele, gastroschisis, hernia diafragma, dan ekstropfi kandung kemih,” ucapnya.

Jonny berharap banyak tenaga kesehatan yang mau menjelaskan ketika pasien gagal ginjal sudah dinyatakan harus dialisis bahwa ada tiga terapi yang bisa dipilih sesuai kebutuhannya.

“Selama ini hanya diberi dua pilihan, kalau tidak cuci darah lewat mesin ya melakukan cangkok ginjal. Terapi perut harus juga dijadikan alternatif. Pasien harus mendapat informasi lengkap akan ketiga terapi itu. Biarkanlah pasien yang menentukan pilihannya, karena itu yang terbaik buat mereka,” ujar dia.

Senior business unit manager Fresenius Medical Care, Astry Tri Astuti berkomitmen untuk selalu mendukung adanya layanan dialisis, salah satunya CAPD di Indonesia dengan memberikan edukasi dan kesadaran kesehatan ginjal kepada masyarakat luas.

Menurut dia, untuk pasien CAPD kita sudah mempersiapkan dengan baik dan mempelajari kendala apa saja yang dihadapi pasien.

"Secara pelayanan dan service logistik, kami berkomitmen bisa melayani pasien sampai ke seluruh Indonesia dan membawa cairan yang mereka butuhkan sampai tiba ke rumah pasien," ucapnya. []

Baca juga: Sebab dan Cara Penyembuhan Gagal Ginjal

Berita terkait
Kisah Tio, Umur 9 Tahun Gagal Ginjal, Ditinggal Ayah, dan Perjuangan Sang Ibu
Namanya Tio, sekarang umur 11 tahun. Terkena gagal ginjal pada usia 9 tahun. Tiga bulan pertama dia menjalani terapi hemodialisa.
Gagal Ginjal, Presenter Allan Wangsa Meninggal Dunia
Presenter Allan Wangsa meninggal dunia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada Selasa, 4 Februari 2020 lantaran mengalami gagal ginjal.
4 Hal Penting Cegah Gagal Ginjal pada Anak
Penyakit gagal ginjal tak mengenal usia. Dari anak kecil baru lahir sampai orang tua rentan terkena penyakit ini.