Kisah Relawan Peramu Cairan Pencegah Corona di Jakarta

Siang itu di bawah lampu neon yang bergantung di langit-langit laboratorium Salemba, 12 relawan berjas putih meramu cairan pencegah corona.
Giat sukarelawan membuat hand sanitizer di Laboratorium Departemen Kimia Kedokteran Universitas Indonesia, Senin, 16 Maret 2020. (Foto: Tagar/Edy Yuliansyah Syarif)

Jakarta - Di tengah wabah corona dan kelangkaan hand sanitizer, beberapa akademisi dibantu sukarelawan memproduksi massal cairan pembersih tangan berstandar WHO untuk dibagikan gratis ke masyarakat. Melalui sukarelawan juga, para pakar kimia ini menyalurkan ilmunya cuma-cuma ke masyarakat agar tiap orang dapat meracik cairan yang kini harganya mulai mencekik leher. Senin siang, 16 Maret 2020, Tagar berkesempatan melihat kerja keras mereka di balik bilik laboratorium kimia Salemba.

Maria Budi, 61 tahun, tampak sibuk di balik meja Laboratorium Departemen Kimia Kedokteran Universitas Indonesia. Dengan menggunakan sarung tangan biru karet, nenek satu cucu itu mengisi gelas pengukur dengan cairan bening yang dikucurkan perlahan-lahan dari kran galon mini.

Setelah cairan mencapai garis batas atas, Maria menyerahkan gelas di tangannya kepada Michael Chua, pria 66 tahun yang duduk di sebelahnya. Michael kemudian menuangkan secara hati-hati isi gelas ke dalam botol berukuran seratus mililiter berlabel Kimi-Hand Care.

Maria dan Michael bukanlah dokter, dosen apalagi ahli kimia. Suami dan istri ini merupakan dua di antara segelintir warga Jakarta yang secara sukarela membantu akademisi kimia Fakultas Kedokteran meracik cairan pembersih tangan atau hand sanitizer. Rencananya, ratusan botol Kimi-Hand Care yang berderet-deret di atas meja Maria bakal dibagikan cuma-cuma ke masyarakat.

“Tidak melelahkan, saya suka kerja begini, bisa ikut membantu,” kata Maria saat ditemui di Laboratorium Departemen Kimia Kedokteran UI, Salemba, Jakarta Pusat, Senin, 16 Maret 2020.

Sejak lima tahun silam, Maria pensiun dari Kedutaan Besar Spanyol di Jakarta. Michael juga sudah memasuki purnabakti di bidang perbankan. Meski bekas pejabat di perkantoran elite, keduanya tak menaruh gengsi untuk bekerja fisik seperti memasukkan cairan ke botol, hingga mengemas botol-botol ke dalam kardusnya.

Tidak melelahkan, saya suka kerja begini, bisa ikut membantu.

Relawan JakartaMaria Budi dan suaminya bekerja sama sebagai sukarelawan di Laboratorium Departemen Kimia Kedokteran Universitas Indonesia, Senin, 16 Maret 2020. (Foto: Tagar/Edy Yuliansyah Syarif)

Sejak wabah virus mematikan ini merebak di Jakarta, 1 Maret 2020, Maria prihatin melihat hand sanitizer semakin langka di pasaran. Padahal, kata dia, cairan pembersih tangan sedang dibutuhkan masyarakat untuk mencegah rantai penularan corona yang semakin meluas.

“Susah cari di mana-mana, kalau dapat juga harganya mahal,” ujar perempuan yang berdomisili di Kramat, Jakarta Pusat ini. “Mungkin kalau di rumah kita tidak terlalu perlu karena ada air, ada sabun, tapi kita butuh membersihkan tangan jika sedang bepergian. Kita memang perlu senggak-nggaknya satu dalam satu keluarga.”

Lepas pensiun, Maria aktif di Gereja Pantekosta Isa Almasih. Di tempat ibadah dekat rumahnya itu, ia giat melakukan kegiatan sosial di masyarakat.

Tak heran, insting kepedulian sosial Maria tergugah saat menerima informasi Fakultas Kedokteran UI membutuhkan sukarelawan. Tanpa pikir panjang, ia mendaftarkan dirinya dan tanpa lupa mengajak suaminya.

“Saya senang saja ikut membantu,” ujar Michael.

***

Akibat kelangkaan hand sanitizer, Departemen Kimia Fakultas Kedokteran UI memang berinisiatif memproduksi massal. Produk ini diberikan nama Kimi-Hand Care. Hanya saja misi produksinya bukan komersial tapi kemanusiaan.

“Sekarang ini memang untuk masker dan hand sanitizer sangat langka jadi di apotik dan toko obat,” kata Kepala Departemen Kimia Kedokteran UI Ade Arsianti. “Jadi kami termotivasi untuk membuat Kimi Hand Care di Depertemen Kimia dan dalam hal ini kami membagikan secara gratis untuk satu orang satu botol.”

Relawan JakartaHand Sanitizer buatan sukarelawan yang sudah jadi di Laboratorium Departemen Kimia Kedokteran Universitas Indonesia, Senin, 16 Maret 2020. (Foto: Tagar/Edy Yuliansyah Syarif)

Ade menargetkan jumlah produksi mencapai delapan ratus botol setiap harinya hingga Jumat, 20 Maret 2020. Setiap botolnya berisi seratus mililiter sehingga pada akhir pekan nanti Departemen Kimia dapat memproduksi 420 liter.

Sebelumnya, Departemen Kimia mencoba memproduksi seratus botol. Hasilnya ditanggapi positif oleh berbagai instansi seperti rumah sakit dan sekolah.

Sejumlah instansi kemudian menghubungi Departemen Kimia untuk dibuatkan hand sanitizer. Mereka juga bersedia mengeluarkan dana dari koceknya untuk itu.

“Kalau ada dari institusi, departemen, rumah sakit, sekolah yang mau pesan, kami kenakan biaya donasi lima ribu rupiah per botol. Tapi biaya donasi net ini untuk pembelian BHP (bahan habis pakai) dan kemasan. Jadi kami tidak mengambil keuntungan sedikit pun,” ujar Ade.

Dalam pembuatan hand sanitizer, Ade ingin melibatkan masyarakat. Selain membantu produksi, ia ingin masyarakat bisa belajar membuat hand sanitizer di lingkungannya masing-masing.

“Sekalian jadi volunter sekalian kami ajari juga cara membuatnya. Jadi bisa nanti produksi sendiri,” ujarnya.

Seperti pedagang di pinggir jalan dan orang-orang yang beraktivitas di jalanan harusnya diberikan juga hand sanitizer.

Relawan JakartaKepala Departemen Kimia Kedokteran Universitas Indonesia Ade Arsianti, Senin, 16 Maret 2020. (Foto: Tagar/Edy Yuliansyah Syarif)

Wara-wara pun dibuat dan disebarkan di media sosial. “Mari menebarkan kebaikan demi kemanusiaan,” demikian potongan kalimat pada poster digital yang disebarkan Fakultas Kedokteran UI itu. “Dibutuhkan volunter!”

Warga yang mendaftar sebagai relawan berjibun. Hanya saja, kata Ade, lembaganya tak dapat menerima seluruhnya lantaran situasi keramaian kini dapat berpotensi penularan virus corona.

Beruntung, Nibras Zakia, 25 tahun, berhasil masuk sebagai relawan. Pasalnya, mahasiswi Biomedik Fakultas Kedokteran UI ini telah lama ingin berkontribusi memutus rantai penularan covid-19 di kalangan masyarakat menengah ke bawah.

“Seperti pedagang di pinggir jalan dan orang-orang yang beraktivitas di jalanan harusnya diberikan juga hand sanitizer. Pedagang mempunyai peranan penting karena mereka pegang uang, membuat makanan, terus diberikan ke konsumen,” ujar mahasiswi semester tiga asal Salatiga ini.

Bersama tiga teman di Fakultas Kedokteran, perempuan behijab ini menggalang dana di kampusnya untuk memproduksi hand sanitizer. Nibras mempromosikan proyeknya dengan menjanjikan para donatur mendapatkan hand sanitizer di samping mereka terlibat membantu orang lain.

Hasil dari upayanya itu membuat bibir Nibras tersenyum di balik maskernya. “Di luar dugaan, banyak banget yang kasih respons positif. Mereka mau kasih sekian uang mereka untuk ini,” tuturnya berseri-seri.

Relawan JakartaRafika Indah (jilbab biru) meramu cairan hand sanitizer di Laboratorium Departemen Kimia Kedokteran Universitas Indonesia, Senin, 16 Maret 2020. (Foto: Tagar/Edy Yuliansyah Syarif)

Oleh karena itu, Nibras tak ingin melewatkan peluang menjadi relawan. Ia harus belajar cara membuat cairan berunsur kimia ini lantaran program studinya tak mengajarkan kepadanya.

Nibras mengaku telah membaca artikel terkait resep membuat hand sanitizer versi lembaga kesehatan dunia WHO. Hanya saja ia memerlukan praktik untuk mengimplimentasikannya dengan baik dan benar.

Dosen Departemen Kimia Rafika Indah mengatakan, ramuan hand sanitizer buatan laboratorium kampusnya mengikuti standar WHO. Standar mencakup jenis-jenis bahan hingga takaran masing-masing.

Bahannya, kata Rafika, yaitu alkohol atau etanol 96 persen, asam peroksida tiga persen, glycerol 98 persen dan aquadest steril. Setiap bahan itu kemudian dimasukkan ke dalam wadah seperti jeriken yang berukuran sesuai dengan kebutuhan.

“Jadi etanol 96 persen-nya masuk ke jeriken, kemudian diikuti asam perkosida, lalu glycerol, ditambahkan parfum dan terakahir aquadest steril. Jadi semuanya dicampur saja,” kata Rafika.

Setelah semua masuk ke dalam jeriken, cairannya dikocok. “Sampai sekiranya cairannya homogen, lalu kita masukkan ke dalam kemasan kecil-kecil. Sesimpel itu” ujarnya.

Menurut Ade, hand sanitizer berstandar WHO dapat berdampak optimal dalam pencegahan penularan corona melalui tangan. Jika tidak sesuai dengan formula WHO, hand sanitizer mungkin tetap dapat mencegah walau efeknya tidak optimal.

“Kalau kita pakai etanol 96 persen. Setelah diencerkan jadi sekitar 70-80 persen. Nah, itu yang paling efektif membunuh virus dan kuman,” ujar Ade.

Relawan JakartaNabirs Zakia mempersiapkan botol untuk diisi cairan hand sanitizer di Laboratorium Departemen Kimia Kedokteran Universitas Indonesia, Senin, 16 Maret 2020. (Foto: Tagar/Edy Yuliansyah Syarif)

Ketika Rafika mempraktikkan di atas meja lab, para sukarelawan turut memperhatikan. Maria tak lupa mencatatnya dengan detail.

Seperti Nibras, Maria ingin membantu pencegahan penularan Covid-19 dengan memproduksi hand sanitizer di rumah. Ia berniat membagikan cuma-cuma kepada masyarakat di sekitarnya.

Terkait modal untuk membeli bahan, ia berencana bekerja sama dengan jejaringnya termasuk temannya yang juga vendor bahan kimia. Ia juga punya rencana melibatkan peran Gereja Pantekosta Isa Almasih untuk berkontribusi dalam penanggulangan corona.

Namun ia memahami proyek ini tak semudah yang diucapkan Rafika. Sebagai orang yang belum berpengalaman dalam bidang kimia, Maria masih ragu mewujudkan niatnya.

“Kita kan tidak tahu cairannya steril atau tidak? Kalau hasilnya tidak bisa melindungi dari virus kan sama saja bohong. Nah, itu yang sedang dipikirkan,” ujarnya.

Di sisi lain, Rafika mengingatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan warga ketika membuat hand sanitizer di rumah. Ini karena unsur pembuatan hand sanitizer berbahan kimia seperti etanol.

“Kalau wadahnya tidak dilabeli dengan benar, misalnya, bisa saja diminum oleh anak kecil. Atau kita khawatir memicu ledakan jikalau etanol ditempatkan sembarangan seperti dekat kompor,” ujarnya.

Siang itu, di bawah puluhan lampu neon yang bergantung di langit-langit laboratorium Salemba, setidaknya dua belas orang berjas putih-putih sibuk dengan cairan kimia. Maria, Michael dan Nibras termasuk di antara mereka, orang-orang yang rela hati bekerja untuk kemanusiaan. []

Baca juga cerita:

Berita terkait
Kesaksian Tiga Pasien Sembuh dari Corona Covid-19
Tiga pasien positif corona Covid-19 dinyatakan sembuh. Mereka dengan kode pasien 01, pasien 02, pasien 03. Ini kesaksian dan harapan mereka.
Pemkot Surabaya Sebar Hand Sanitizer Gratis di Fasum
Pemkot Surabaya melalui RSUD Soewandi membuat sendiri Hand Sanitizer agar dibagikan kepada masyarakat disaat penjualan hand sanitizer minim dijual.
Cara Mudah Membuat Hand Sanitizer Sendiri di Rumah
Setelah Presiden Jokowi mengumumkan 2 warga Depok terinfeksi Corona, masker dan hand sanitizer menjadi barang langka. Tagar bagikan cara membuatnya
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.