Kisah Perakit Bom Bali Kelahiran Kulon Progo

Berbagi kisah tentang sosok peracik Bom Bali I. Dia adalah Jack Harun, pria kelahiran Kulon Progo, Yogyakarta. Bagaimana kisahnya?
Jack Harun (tengah) beserta ibunya dan Wakil Kapolres Kulon Progo berbincang seusai menyerahkan bantuan (Foto: Tagar/Harun Susanto)

Kulon Progo - Perawakannya sedang, tidak gemuk atau kurus. Tidak pula terlalu pendek atau terlalu tinggi. Mimik mukanya pun menyiratkan ketenangan dengan balutan senyum ramah yang dipadukan dengan balutan baju koko sederhana dan peci hitam.

Dia adalah Joko Tri Harmanto, 44 tahun, yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. Lelaki yang lahir di Pedukuhan Wonogiri di Kalurahan Jatirejo, Kapanewon Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta ini, akrab dipanggil ustaz Jack Harun di Yayasan Gema Salam.

Namun siapa sangka, di balik penampilannya yang sederhana itu, ustaz Jack Harun menyimpan satu kisah panjang. Kisahnya cukup menghentakkan Indonesia pada 2002 lalu. Ya, dia terlibat dalam teror Bom Bali yang memakan korban 202 orang meninggal dunia.

Dalam teror Bom Bali I ini, peran Jack Harun tidak main-main. Sosoknya sudah pasti sangat penting dalam jaringan kelompok teroris Noordin M Top.

Ustaz Jack Harun menjadi bagian dari orang yang meracik bahan dan merakit bom dengan daya ledak tinggi dalam ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali tersebut. "Dalam Bom Bali lalu, saya menjadi perakit bom dan membuat timer,” ucapnya usai kegiatan Bakti Bhayangkara bersama Yayasan Gema Salam di Kapanewon Lendah, Sabtu, 4 Juli 2020.

Jack Harun mengisahkan, pada saat bergabung dengan kelompok teroris, sama seperti anggota lainnya yaitu memerangi siapa saja yang tidak sepaham dengannya dan juga kelompoknya. Pihak yang dinilai tidak sepaham adalah polisi yang disebut sebagai Toghut.

Jaringan kelompok ini juga tidak mengakui Pancasila sebagai dasar negara. Pun keberadaan Negara Republik Indonesia tidak diakui. Bahkan, orang yang tidak sealiran juga dianggap sebagai kafir.

Ketertarikannya Menjadi Teroris

Adapun pemikiran radikal Jack Harun berawal saat dia masih sekolah. Ketertarikan dengan ideologi ekstremis mulai dirasakan sejak masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas di Kapanewon Lendah. Hal ini diawali dari diskusi yang diikutinya bersama kakak kelasnya dan akhirnya membuat berubah cara pandangnya tentang ideologi negara Pancasila dan NKRI.

“Pada awalnya diskusi dengan kakak kelas jika Pancasila dan Undang-Undang bukan dari Islam. Saya sebagai anak yang baru belajar agama kemudian tertarik,” tutur Joko.

Pemikiran tersebut kemudian menguat saat memasuki jenjang di perguruan tinggi di Surakarta. Di sana, agitasi cuci otak para mahasiswa masuk di berbagai kegiatan keagamaan, seperti pengajian. Dari kegiatan itu dia semakin banyak belajar.

Dalam Bom Bali lalu, saya menjadi perakit bom dan membuat timer.

Pada masa kuliah ini, Jack Harun bertemu para alumni relawan dalam kerusuhan di Ambon, Poso, bahkan relawan yang diketahui pernah mengikuti pelatihan perang angkatan bersenjata di Afganistan.

Pertemuan dengan alumni relawan tersebut, menjadikan Jack Harun pernah terlibat sebagai relawan dalam kerusuhan Ambon dan Poso. "Dana yang diperoleh dari Timur Tengah. Karena yang diperoleh ada yang berbentuk dolar dan real," ujarnya.

Berbekal keterampilan elektronika yang milikinya, Jack Harun kemudian terlibat dalam kerusuhan itu. Di Ambon, dia bertemu Dulmatin. Dari sanalah kemudian dia bisa membuat bom berbagai jenis, baik bom anti diangkat, anti dibuka, hingga bom yang bisa dikendali dari jauh.

Peracik Bom Bali IYayasan Gema Salam Turut Mendukung Program Polres Kulon Progo (Foto: Tagar/Harun Susanto)

Hanya dalam waktu singkat sekitar 15-30 menit, sudah cukup Jack Harun bisa membuat bom dengan daya ledak tertentu. Keahlian membuat bom tersebut kemudian dipakai dalam kerusuhan Ambon dan Poso.

Dia mengatakan, setelah pulang dari Ambon dan Poso, muncul pikiran apa yang bisa dibantu. Karena di sisi lain perilaku dzolim dan pembunuhan kepada banyak umat Islam, seperti di Afganistan dan Palestina. "Maka kami kemudian berpikiran untuk membunuh sebanyak banyaknya orang dzolim yang ada di Indonesia. Kami survey dan akhirnya memilih Bali," ucapnya.

Anak buah Noordin M Top ini menjelaskan, upaya perekrutan anggota teroris bisa terjadi pada semua lapisan dan tingkat pendidikan. Umumnya mereka yang tidak berpendidikan dan terperangkap kesulitan ekonomi adalah orang yang mudah direkrut untuk masuk dalam kegiatan radikal.

Untuk merekrut mereka, sentimen SARA dipakai untuk membangkitkan kebencian. Digambarkan jika pemeluk agama Islam seolah disakiti di mana-mana. Setelah itu, mereka juga mengaitkan jika Pancasila, Undang-Undang dan NKRI bukan dari Islam.

Kembali Mencintai Indonesia dan Pancasila

Namun, kini semua itu hanya masa lalu. Jack Harun menyadari apa yana dulu diperjuangkan dan dibela mati-matian adalah keliru. Setelah keluar dari penjara di Cipinang, Jack Harun mendukung Pancasila, NKRI dan berbagi program pemerintah.

Kecintannya untuk Indonesia tumbuh. Hal itu terbukti dengan keberadaan Yayasan Gema Salam yang beranggotakan dua mantan narapidana teroris dari DIY dan lebih dari 50 orang mantan napi teroris dari Jateng. Di sini dia membangun kembali kehidupan yang penuh gotong royong dalam balutan suasana keindonesiaan.

Beragam kegiatan dalam bidang sosial dan ekonomi dilakukan, mulai dari bakti sosial hingga penyuluhan di berbagi tempat pendidikan. Selain itu juga dilakukan kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan para mantan napi teroris sehingga mereka tidak kembali ke masa lalu.

Tidak hanya itu, Yayasan Gema Salam juga melakukan aksi sosial ke tengah masyarakat. Salah satunya adalah menggelar bakti sosial di Dusun Wonogiri, Kalurahan Jatirejo, Kapanewon Lendah, Sabtu 4 Juli 2020 lalu. Bakti sosial ini bekerja sama dengan Polres Kulon Progo dalam rangkaian peringatan HUT Polri ke 74.

Dalam kegiatan bhakti sosial ini, Yayasan Gema Salam menyalurkan bantuan berupa masker dan hand sanitazer. Sementara itu, Polres menyalurkan sekitar 30 paket sembako kepada warga setempat yang terkena dampak pandemi Covid-19.

Kegiatan ini menjadi bagian dalam upaya mengikis stigma negatif masyarakat kepada para napi teroris. Masyarakat harapannya tidak lagi khawatir, karena mereka terutamanya yang menjadi anggota dari Yayasan Gema Salam sudah dipastikan kembali ke jalan yang benar.

"Ini wujud bahwa mantan napi teroris sudah kembali ke pangkuan NKRI. Kami bekerja sama dengan polisi yang dulu kami anggap sebagai Toghut. Ini lah wujud usaha kami melalui berbagai program,” tutur Jack Harun.

Peracik Bom Bali IYayasan Gema Salam Mendonasikan Hans Sanitizer kepada perwakilan masyarakat (Foto Tagar/Harun Susanto)

Jack Harun mengatakan, berbagai kegiatan sudah dilakukan oleh Yayasan Gema Salam. Kegiatan tersebut dilakukan di dalam bidang ekonomi hingga bidang sosial, seperti bakti sosial, penyuluhan yang di lakukan di sekolah, universitas dan instansi.

Tidak hanya itu, Yayasan Gema Salam juga terus mendorong para mantan napi teroris agar mampu meningkat kesejahteraannya. Jangan sampai yang sudah tobat kembali ke paham radikalisme.

Kami telah berikrar dan berupaya mensukseskan program pemerintah dalam deradikalisasi.

"Karena itulah, pendekatan dan penyadaran yang tepat perlu dilakukan, seperti dengan pemenuhan kebutuhan para mantan napi itu. Penyuluh agama saya arahkan memberi penyuluhan di lapas. Jangan menyerah jika mendapat penolakan. Para mantan napi teroris pasti membutuhkan bantuan, semisal istrinya melahirkan atau anak sakit. Pasti banyak cerita dari mereka," ujar Jack Harun.

Upaya lain yang dilakukan Yayasan Gema Salam adalah deradikalisasi baik lewat penyuluhan, sarasehan, dialog, dan berbagi pengalaman. Salah satu yang menjadi perhatian adalah anak sekolah yang sekarang lebih banyak informasi hanya dari media sosial. Mereka bisa tertarik dengan mudahnya.

Peran Penting Ibu

Kembalinya Jack Harun ke jalan yang benar dan berjuang melalui Yayasan Gema Salam, tidak lepas dari faktor keluarga. Dalam hal ini adalah Ibu.

Jack Harun menceritakan dirinya ditangkap di Solo pada tahun 2004. Akibat dari penangkapan tersebut ibunya syok, karena setelah penangkapan polisi langsung ke rumahnya di Wonogiri Lendah dan menyita sekitar 800 peluru dan barang bukti lainnya.

Joko menjelaskan, ibunya yang berperan besar dalam proses dirinya kembali ke pangkuan pertiwi. Saat berada di dalam penjara, ibunya tidak lelah memberikan nasehat baik melalui surat maupun telepon yang dipinjamkan polisi.

"Faktor simbok (sangat berperan besar) karena selalu menasihati saat di penjara. Dia tak jemu mewanti-wanti dan nasihati hingga saya akhirnya ikut nasihat orang tua dan kembali ke jalan yang benar,” katanya.

Kami tahunya hanya kuliah dan sering ngaji.

Jack Harun menambahkan, dirinya mendapat vonis enam tahun penjara. Namun dari jumlah tersebut hanya dijalaninya selama 4,5 tahun karena mengajukan masa pembebasan bersyarat. Setelah bebas, lantas terlibat dalam kegiatan deradikalisasi melalui Yayasan Gema Salam.

Jack Harun menegaskan, dirinya akan tetap aktif dalam pembinaan para napi teroris. Mereka akan diajak kembali ke NKRI, mendukung program pemerintah dan melakukan ikut serta melakukan aksi deradikalisasi. "Kami telah berikrar dan berupaya mensukseskan program pemerintah dalam deradikalisasi," ujar Jack Harun.

Pernikahan di Solo Dihadiri Gembong Teroris

Ibu Jack Harun, Tumirah, 74 tahun, mengaku sangat sedih sewaktu mengetahui jika anaknya menjadi teroris. "Saya waktu itu hanya bisa terus menangis," ungkapnya.

Dia mengatakan, Jack Harun merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara. Kakaknya yang pertama kini seorang ibu rumah tangga. Sementara kakak keduanya bekerja sebagai aparatur sipil negara di Wakatobi.

Peracik Bom Bali IYayasan Gema Salam dan Wakapolres Kulon Progo meninjau barang yang akan di Donasikan (Foto: Tagar/Harun Susanto)

Tumirah mengisahkan, setelah lulus sekolah, Jack Harun kemudian mengambil kuliah di Solo. Dia tidak tahu kegiatan anaknya selain kuliah. "Kami tahunya hanya kuliah dan sering ngaji," ucapnya.

Pensiunan Guru SD Muhammadiyah inji mengatakan, bahkan saat anaknya menikah di Solo juga tidak tahu tentang aktivitas radikalisme anaknya. Padahal saat pernikahan tersebut, hadir sejumlah gembong teroris seperti Imam Samudera, Amrozi dan lainnya.

Tumirah mengaku senang dengan kegiatan anaknya pada saat ini. Harapannya Indonesia bisa kembali damai dan tidak ada lagi aksi terorisme.

Sementara itu, Wakil Kapolres Kulon Progo, Komisaris Polisi Sudarmawan mengapresiasi kegiatan Yayasan Gema Salam yang ikut membantu warga masyarakat yang terkena dampak pandemi Covid-19.

"Alhamdulillah Yayasan Gema Salam banyak kegiatan positif. Jika dulu bom adalah merusak, maka melalui Yayasan Gema Salam dilakukan kegiatan positif berupa kegiatan bakti sosial di mana-mana. Apalagi sekarang ada pandemi Covid-19. Tentunya kami sambut positif," ungkapnya. []

Berita terkait
Mantan Napi Terorisme Mencurigai Motif WNI Eks ISIS
Mantan narapidana (napi) terorisme Muhammad Sofyan Tsauri curiga terhadap motif eks kombatan ISIS yang meminta pulang ke Indonesia.
16 Eks Napi Teroris di Aceh Dapat Bantuan
Sebanyak 16 orang bekas warga binaan pemasyarakatan atau eks Nara Pidana Teroris (Napiter) mendapat bantuan sosia dari kementrian Sosial RI
Ali Fauzi Manzi, Mantan Napi Teroris Menjadi Praktisi Deradikalisasi
Ali Fauzi Manzi, mantan napi teroris menjadi praktisi deradikalisasi. Ia mengatakan terorisme ibarat penyakit komplikasi.
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.