Jakarta - Ketua MPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet menyebut kapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk UU KPK hasil revisi diterbitkan merupakan domain Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Seperti diatur dalam Pasal 22 UUD 1945, Perppu didasarkan hak dan kewenangan konstitusional dari presiden terhadap kegentingan yang memaksa. Dalam peraturan itu, diterbitkannya Perppu tidak melanggar hukum.
"Desakan pada presiden untuk keluarkan Perppu ya menurut saya menjadi domain presiden dan kita percayakan saja pada presiden untuk ambil keputusan apakah perlu Perppu untuk menunda atau tidak," kata Bamsoet di Jakarta, Senin 7 Oktober 2019, seperti dilansir dari Antara.
Artinya adalah semua keputusan kita diserahkan ke presiden, karena domainnya ada di tangan presiden. Bukan lagi di Senayan ini.
Menurut Bamsoet, UU KPK hasil revisi yang telah disahkan rapat paripurna DPR pada Selasa, 17 September 2019 belum berlaku karena belum ditandatangan presiden.
Namun, sesuai ketentuan perundang-undangan yang ada, maka jika setelah satu bulan, atau terhitung pada 17 September 2019, presiden tidak membubuhkan tandatangan, maka otomatis UU KPK akan berlaku.
"Nah setelah itu pertanyaannya apakah presiden perlu buat perppu atau tidak berdasarkan aspirasi yang berkembang di masyarakat atau tidak. Kan pertanyaannya begitu. Ya menurut saya yang bisa jawab adalah presiden," ujar Bamsoet.
Bamsoet menegaskan, setelah disahkan dalam rapat paripurna, kelanjutan daripada proses UU KPK tidak lagi berada di Senayan, melainkan menjadi tanggung jawab Istana.
"Artinya adalah semua keputusan kita diserahkan ke presiden, karena domainnya ada di tangan presiden. Bukan lagi di Senayan ini," kata Bamsoet.
Kendati demikian, ada ruang yang disediakan oleh negara yakni Mahkamah Konstitusi (MK) untuk melakukan peninjauan kembali UU KPK hasil revisi. "Judicial review, kalau memang presiden tidak jadi keluarkan Perppu," ujar dia.