Jakarta - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan masalah perizinan kerap menimbulkan praktik suap. Namun, dalam pelaksanaanya memberantas korupsi, KPK diminta tidak mengganggu perekonomian nasional dan investasi di Tanah Air.
Tadi pimpinan KPK curhat, hal-hal yang perlu disinkronkan dengan UU yang baru terutama hubungan kerja dengan dewas (dewan pengawas).
Hal itu diungkapkan Bamsoet ketika bertemu lima pimpinan KPK di ruang rapat pimpinan MPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa, 14 Januari 2020. Bamsoet menekankan, KPK dalam tindakannya tetap menjaga stabilitas perekonomian negara.
"Artinya tidak boleh ini menakut-nakuti dalam hal ini iklim investasi yang telah susah payah dibangun pemerintah," kata Bamsoet.
Politikus Partai Golkar itu membeberkan cerita yang disampaikan pimpinan KPK kepada MPR terkait proses penegakan tindak pidana korupsi. Menurutnya, kinerja KPK saat ini sedang menyesuaikan dengan UU KPK baru yang berlaku pada Jumat, 20 Desember 2019.
"Tadi pimpinan KPK curhat, hal-hal yang perlu disinkronkan dengan UU yang baru terutama hubungan kerja dengan dewas (dewan pengawas). Masalah internal KPK lainnya seperti data sharing dan peralihan status ASN yang masih diproses," ucapnya.
Bamsoet berharap KPK dapat bekerja secara konsisten dan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan korupsi. Dia juga meminta KPK tidak tunduk pada partai politik tertentu maupun pihak lain.
"KPK meyakinkan kepada kami, bahwa KPK tidak bekerja menjadi tunggangan partai politik dan kepentingan manapun kecuali kepentingan bangsa dan negara," katanya.
Sebelumnya KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka kasus dugaan suap perebutan kursi calon legislatif DPR dalam mekanisme pergantian antarwaktu (PAW), Kamis, 9 Januari 2020.
Selain Wahyu, tiga orang lain juga berstatus tersangka dalam kasus ini, yaitu orang kepercayaannya Wahyu sekaligus eks anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiano Tio Fridelina, caleg PDIP Harun Masiku, dan Saeful Bahri.
Atas perbuatan, Wahyu Setiawan dan Agustiani Fridelina disangkakan pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan, Harun Masiku dan Saeful dijerat pasal 5 ayat (1) huruf a atau b Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. []