Kesaksian 2 Pejabat di Sidang Korupsi Muzni Zakaria

Dua orang pejabat Pemkab Solok Selatan bersaksi dalam sidang dugaan korupsi Muzni Zakaria.
Dua orang ASN Pemkab Solok Selatan bersaksi dalam sidang dugaan korupsi yang menjerat Muzni Zakaria. (Foto: Tagar/Muhammad Aidil)

Padang - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi yang menjerat Bupati Solok Selatan (Solsel) non aktif, Muzni Zakaria, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Padang, Rabu, 8 Juli 2020.

Dalam agenda sidang mendengarkan keterangan saksi itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan dua orang saksi. Masing-masing, Hanif Basimon, Kepala Dinas PUPR Solsel dan Martin Edi yang kala itu menjabat Kepala Bagian Pengadaan barang dan Jasa Pemkab Solsel.

Saya tidak tahu dia ini anggota dari Muhammad Yamin Kahar. Tahunya setelah adanya kasus ini.

Hanif Rasimon terlihat datang menggunakan kursi roda. Sedangkan Muzni Zakaria terlihat hadir menggunakan baju batik didampingi pengacaranya Elza Syarief.

Dalam sidang yang dipimpin hakim Yoserizal dengan hakim anggota M Takdir dan Zaleka itu, Hanif Rasimon dan Martin Edi dicecar dengan banyak pertanyaan. Termasuk soal awal mula perkenalan Hanif dengan Wanda, perpanjangan tangan Muhammad Yamin Kahar (penyuap Muzni).

Hanif Rasimon menjelaskan, dia kenal dengan Wanda setelah Muzni memberikan nomor teleponnya kepada Hanif, ketika dia melaporkan sejumlah urusan pekerjaan sekitar bulan Februari 2018.

"Di ruangan itu, bupati mengatakan bahwa akan ada investor yang membantu Solsel, beliau kemudian memberikan nomor telepon Wanda kepada saya," katanya.

Setelah itu, Hanif mengaku diminta Muzni meminjam uang kepada Wanda sebanyak dua kali. Rincinya, sebesar Rp 25 juta dan Rp 100 juta.

"Uang sebesar Rp 25 juta diserahkan Wanda di salah satu hotel berbintang di Kota Padang, setelah itu saya serahkan ke terdakwa," katanya.

Kemudian, Muzni Zakaria juga pernah meminjam uang kepada Wanda sebesar Rp 100 juta yang dikirim ke rekening saudara Hanif bernama Nasrizal dalam dua termin pada tanggal 6 dan 7 Juni 2020.

"Uang senilai 85 juta untuk istri terdakwa, yang Rp 60 juta untuk protokoler bupati, sisanya untuk sumbangan turnamen golf dan makan-makan peresmian suatu kegiatan Pemkab," katanya.

Hanif mengaku, setiap meminta uang, Muzni Zakaria selalu berdalih meminta uang dengan sebutan pinjaman.

"Uang yang dipinjam tidak ada dikembalikan, namun yang pinjaman Rp 100 juta, pernah saya tagih. Terdakwa membayarnya dengan menjual tanahnya. Tapi harganya tidak cocok, sehingga pinjaman bernilai besar tak bisa dikembalikan," katanya.

Menurut Hanif, dua proyek yang dijalankan itu (jembatan ambayan dan masjid agung Solsel), pengerjaannya tidak ada yang selesai.

"Untuk yang pembangunan masjid baru 20 persen, anggarannya Rp 5,3 miliar. Sementara jembatan baru mencapai 80 persen, anggarannya Rp 14 miliar," katanya.

Saksi Martin Edi mengatakan, dirinya pernah bertemu dengan Wanda sebanyak dua kali. Pertemuan pertama terjadi di Solsel. Pertemuan kedua ketika keduanya sama-sama berada di Kota Semarang, Jawa Tengah.

"Saya tidak tahu dia ini anggota dari Muhammad Yamin Kahar. Tahunya setelah adanya kasus ini," katanya.

Namun, dia tidak menampik menerima sejumlah fee atau bayaran karena dirinya terlibat dalam proyek tersebut. "Benar, saya dapat uang lebih kurang Rp 27 juta, sebagai tanda ucapan terima kasih," katanya.

Sementara itu, Penasehat Hukum Muzni Zakaria, Elza Syarief menilai bahwa dari keterangan saksi, tidak ada niat dari Bupati Solsel non-aktif mengintervensi jajarannya untuk menggolkan suati proyek kepada rekanan tertentu.

"Saya melihat keterangan kedua saksi, alhamdulillah memang Pak bupati tidak ada intervensi. Tapi karena memang teman lama, ada pinjam meminjam, namun berujung permasalahan. Padahal pinjamannya kecil, hanya sekitar Rp 165 juta," katanya.

Menurutnya, tindakan bupati yang dinilai membahayakan adalah ketika memberikan instruksi untuk memenangkan orang atau rekanan tertentu dalam pengerjaan proyek di Solok Selatan.

"Mereka ini kan berteman, bupati juga tidak ada menekan jajarannya. Saya rasa masih wajar jika orang Indonesia itu pinjam-meminjam," tuturnya.

Setelah mendengarkan keterangan kedua saksi, majelis hakim menutup sidang dan akan dilanjutkan pada Rabu, 15 Juli 2020 dengan agenda masih mendengarkan keterangan saksi JPU KPK.

Sebelumnya, Muzni didakwa menerima suap dari proyek pembangunan Masjid Agung Solok Selatan dan Jembatan Ambayan dari pemilik Dempo Group, Muhammad Yamin Kahar yang divonis penjara.

Dalam dakwaannya, JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rikhi Benindo Maghaz mengatakan, dalam rentang bulan April hingga November 2018, Muzni telah menerima uang total Rp 3.375.000.000.

Namun, uang tersebut diterima secara bertahap. Rincinya, sebesar Rp 25 juta, Rp 100 juta, karpet masjid senilai Rp 50 juta, dan uang sebesar Rp 3,2 miliar.

"Pemberian uang dan dalam bentuk barang itu karena terdakwa telah memberikan proyek pembangunan Masjid Agung Solok Selatan dan Jembatan Ambayan tahun anggaran 2018 kepada Muhammad Yamin Kahar," kata Rikhi di depan majelis hakim yang diketuai Yoserizal dengan hakim anggota Zalekha dan M Takdir. []

Berita terkait
Hakim Tolak Eksepsi Terdakwa Korupsi Muzni Zakaria
Majelis hakim Tipikor Padang menolak eksepsi terdakwa dugaan suap, Bupati Solok Selatan non aktif Muzni Zakaria.
Penyuap Muzni Zakaria Divonis 2,6 Tahun Penjara
Terdakwa penyuap Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria divonis selama 2 tahun enam bulan penjara.
Pengacara Muzni Zakaria Tolak Dakwaan Korupsi JPU
Pengacara Muzni Zakaria, Bupati Solok Selatan non aktif, terdakwa kasus dugaan korupsi menolak dakwaan JPU Komisi Pemberantasan Korupsi.