Kerlip Lampu Layang-layang Malam di Bantaeng

Sejumlah penggemar layang-layang di Kabupaten Bantaeng berinovasi dengan menambahkan lampu pada layang-layang mereka, dan menerbangkan malam hari.
Beberapa layangan hasil karya Bintang dipajang di rumah salah satu warga Kelurahan Mallilingi, Bantaeng. (Foto: Tagar/Fitri Aulia Rizka).

Bantaeng – Dua pemuda duduk di kursi plastik, hanya beberapa meter dari sawah yang menghijau oleh tanaman padi. Keduanya menggenggam sebilah pisau di tangan kanannya, sementara bilah bambu di tangan kirinya.

Perlahan keduanya meraut bilah bambu itu. Mengikis tepi-tepinya menggunakan sisi tajam pisau dalam genggaman. Mereka sedang membuat rangka layang-layang.

Tak jarang mata mereka terpicing sambil meletakkan bilah bambu itu di depan wajahnya, mengukur ketipisan bilah dan keseimbangannya. Wajah mereka terlihat serius saat itu, meski sesekali keduanya saling bercakap.

Angin pagi itu sesekali meniup sisa rautan bambu yang berserekan di tanah. Sejak bulan Juli angin di wilayah Kabupaten Bantaeng memang bertiup cukup kencang. Warga setempat menyebutnya dengan Timoro atau angin timur.

Pada musim-musim inilah sebagian anak-anak di Bantaeng mulai bermain layang-layang. Banyak di antara mereka yang membeli layang-layang di warung, tapi beberapa memilih untuk membuat layang-layang sendiri, agar sesuai dengan seleranya.

Beragam Karakter

Salah satu pemuda yang gemar membuat layang-layang sendiri adalah Bintang, 16 tahun. Warga Jalan Sungai Bialo Kelurahan Mallilingi, Kecamatan Bantaeng, Kabupaten Bantaeng ini bahkan mahir membuat layangan dengan berbagai karakter.

Bermodal bambu dan kertas semen bekas ia bisa menciptakan layang-layang yang sangat unik. Mulai dari layangan kecil seukuran 20 x 20 sentimeter sampai layangan besar setinggi satu setengah meter.

Bintang tinggal di rumah berbentuk rumah panggung. Selama musim layangan, kolong rumah remaja berambut pirang ini senantiasa ramai. Ia selalu terlihat sibuk meraut bambu dengan pisau tajam untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Cerita Layang-layang Bantaeng 2Bintang (kiri), 16 tahun, salah satu remaja penggemar layang-layang di Bantaeng sedang asyik meraut bambu untuk membuat layang-layang. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Berkat keterampilnya, banyak rekan yang memintanya membuatkan layang-layang. Bahkan bukan hanya remaja seusianya, beberapa orang dewasa yang memiliki hobi serupa juga kerap datang untuk sekadar melihatnya membuat layang-layang atau meminta untuk dibuatkan.

Beberapa model layangan yang pernah dibuatnya antara lain layang-layang berbentuk burung garuda, layang-layang berbentuk paruh burung, serta layang-layang berbentuk kelelawar.

Untuk menyelesaikan satu layang-layang berukuran besar, Bintang membutuhkan waktu hingga tiga hari. Tapi tetap tergantung pada bentuk dan ukuran.

"Tergantung bentuknya ji, kalau yang biasa paling tiga hari, yang kasih lama itu bikin halus bambunya saja, kalau tidak bagus bisa jelek juga terbangnya layangan, tidak stabil di udara," kata Bintang saat ditemui Tagar, Kamis pagi, 27 Agustus 2020.

Sedangkan untuk layang-layang dengan model-model tertentu yang lebih rumit, butuh sampai 10 hari. Karena selain meraut untuk memperhalus, juga diperhatikan ketebalan bambunya. Tidak boleh terlalu tipis agar tidak mudah patah. Tetapi juga tidak boleh terlalu tebal agar tetap ringan di udara.

Untuk bahan dasar pembuatannya, Bintang hanya memanfaatkan barang-barang bekas yang diperoleh di sekitar rumahnya. Seperti bambu dan kertas bekas.

Tidak beli bahan apa pun, paling cuma lem kertas yang dibeli. Kalau bambunya saya cari banyak dekat-dekat rumah, bambu bekasnya orang minta sedikit kadang dikasih banyak karena tidak terpakai ji juga, sama kertas semen bekas saya minta sama teman-temannya bapakku yang buruh bangunan.

Meski memiliki keterampilan membuat layang-layang, yang terkadang menyita waktunya, Bintang sama sekali tidak pernah mematok harga untuk layang-layang yang dibuatnya.

"Kan cuma bantu teman, karena memang lagi musim sekarang tidak perlu jual, kita sama-sama saja main layang-layang," ujar Anak pertama dari dua bersaudara ini.

Lampu LED Laris Manis

Musim layangan di Bantaeng berdampak baik bagi pedagang. Khususnya penjual lampu LED (Light Emitting Diode) yang semakin laris manis di pasaran.

Tahun 2020 ini para penggemar layangan membuat inovasi baru, yakni menambahkan lampu LED pada layang-layang mereka, agar permainan menjadi lebih seru. Layang-layang jadi terlihat seperti menyala.

Biasanya mereka menerbangkan layang-layang yang sudah dipasangi lampu LED pada malam hari.

LayanganSalah satu warga Bantaeng penggemar layang-layang memamerkan layangan miliknya, Rabu 26 Agustus 2020 (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Menurut seorang penjual lampu LED di Bantaeng hal ini adalah sesuatu yang baru dan belum pernah terjadi di musim-musim layangan sebelumnya.

Arisman, pemilik toko Varisha Shop mengatakan bahwa setiap hari ia dikejar pesanan lampu LED. Tak jarang ada yang memborong saking viralnya lampu LED untuk layangan saat ini.

“Kalau nyetok itu tidak sampai dua hari habis lagi,” kata ayah satu anak ini.

Toko aksesoris smartphone dan barang digital lainnya di jalan Kayangan ini menjual berbagai macam lampu LED. Lampu yang dipasang pada layang-layang, kata dia, harganya lebih murah dan bentuknya lebih sederhana, dengan sumber daya baterai berukuran kecil.

“Sekarang nyetok puluhan pun akan habis, sayangnya barang juga agak terbatas, saya biasanya dapat Cuma 16 unit, jadi kalau datang satu orang borong sampai 12 unit berarti sisa sedikit dan yang lain sudah tidak dapat,” jelasnya.

Lampu seharga Rp 20 ribu tersebut bisa bertahan selama tiga malam bersama layangan di udara.

Yah, seiring maraknya para pelaku hobi ini menerbangkan layangan mereka sampai larut malam. Bahkan ada yang ditinggal dan terbang sampai pagi.

Bertaruh Nyawa

Keseruan dalam bermain-layang-layang membuat beberapa kelompok warga di Bantaeng mengadakan festival layang-layang sebagai rangkaian peringatan hari uang tahun (HUT) ke-75 Republik Indonesia.

Beberapa daerah yang menyelenggarakan festival layang-layang di antaranya, Kelurahan Lamalaka, Rappoa, Biangkeke, Barua dan Kecamatan Pajukukang.

Lomba layang-layang di berbagai tempat itu memiliki aturan yang berbeda. Ada yang hanya wajib menerbangkan layang-layangnya, ada pula yang memperlombakan kreativitas dan bentuk keindahan layangan tanpa harus menerbangkannya.

Namun, yang paling berkesan adalah pada festival layangan di Kecamatan Pajukukang. Festival layang-layang di tempat itu berbuntut kericuhan, Beberapa warga terlibat perkelahian hingga saling mengejar sambil membawa parang.

Menurut Sahar, 38 tahun, warga Kalimbaung Bantaeng, dia mendapat kabar tersebut dari keponakannya yang ada di lokasi.

"Saya juga tidak tahu pasti, cuma waktu itu keponakan bilang hampir ricuh di sana, warga dari dua desa kejar panitia. Katanya panitia pilih kasih," katanya kepada Tagar.

Untungnya hal tersebut cepat diredam sehingga tak menimbulkan korban jiwa. Bahkan pada saat kejadian yang heboh pun tak sempat diliput media. Dia memastikan bahwa kejadian itu tidak berbuntut panjang.

Kata Sahar, para pelaku hobi memang kadang kehilangan jiwa sportivitas setelah memasuki ajang perlombaan . Ia sendiri menyaksikan beberapa layangan yang dipertandingan memang memiliki keunikannya masing-masing.

"Saya sebenarnya tidak tahu apa indikator pemenang lomba layang-layang, tapi kalau saya lihat yang ikut bertanding memang cantik semua, berbagi model, kreatif," katanya. []

Berita terkait
Dara Bantaeng 2020 dan Sampah Hutan Pinus Rombeng
Aisyah, 17 tahun, Dara Bantaeng, menyoroti salah satu obyek wisata di Kabupaten Bantaeng, yakni Hutan Pinus Rombeng di Kecamatan Uluere.
50 Tahun Merakit Bilah Buluh Jadi Layangan di Kudus
Seorang lansia di Kabupaten Kudus mengisahkan tentang pekerjaannya sebagai perajin layang-layang, yang ditekuninya sejak 50 tahun lalu.
Cerita Tegang dan Bahagia Khitanan Massal di Medan
Sejumlah anak mengikuti khitanan massal yang dilaksanakan di Sekretariat Bersama (Sekber) Rumah Kolaborasi Bobby Nasution, Jalan Cut Mutia, Medan.