Kerajaan Tuyul di Gunung Suru Sleman

Bukit itu tak terlalu tinggi namun jalan setapak menuju puncak cukup curam. Warga mengenalnya sebagai Gunung Suru lokasi kerajaan tuyul di Sleman.
Lokasi yang diyakini sebagai kerajaan Tuyul di Gunung Suru, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Senin, 13 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Sleman - Bukit itu tidak terlalu tinggi, namun jalan setapak menuju ke puncak cukup curam dan terjal. Warga sekitar mengenalnya sebagai Gunung Suru, lokasi kerajaan tuyul yang kerap didatangi peziarah. Gunung Suru terletak di Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Untuk mencapai puncak Gunung Suru, pengunjung harus melewati jalan setapak.

Pemandangan di kaki Gunung Suru cukup alami. Hijau padi yang belum lama ditanam berpadu tanah coklat basah pesawahan, mengiringi langkah pengunjung yang akan naik ke sana. Di titik awal pendakian ke kerajaan tuyul itu, ada dua jalur jalan setapak. Untuk mendaki ke puncak Gunung Suru, pengunjung dapat memilih jalan setapak yang ada di sebelah kiri.

Pada awal perjalanan, jalur yang ditempuh cukup landai, namun saat matahari bersinar terik, cukup mampu membuat napas terengah-engah. Seperti siang itu, Senin, 13 Januari 2020. Rindang pepohonan di kiri dan kanan jalan setapak, memang sedikit menghalangi sinar matahari. Tapi, tidak mampu menyejukkan cuaca siang yang panas.

Setelah mendaki sekitar tiga hingga empat menit, pengunjung akan tiba di jalur yang mengarah sedikit ke kanan. Jalurnya lebih terjal karena bukan lagi beralas tanah, melainkan batu yang memanjang hingga ke puncak.

Watu ogal-agil itu pusat kerajaannya. Letaknya tidak masuk di akal, di pinggir tebing. Katanya dulu pernah jatuh, tapi tiba-tiba kembali ada di tempatnya.

Gunung SuruPemandangan dari puncak Gunung Suru, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Senin, 13 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Pemandangan dari pangkal jalur batu itu cukup menarik. Hamparan sawah yang masih berair di sebelah selatan, memantulkan cahaya matahari. Sementara di sebelah barat, perumahan warga sekitar terlihat berjejer. Dari tempat itu, hanya membutuhkan waktu sekitar satu menit untuk mencapai puncak Gunung Suru. Batu seukuran kerbau terlihat menempel di puncak.

Watu Ogal-agil

Setiba di puncak, pemandangan di sekeliling tampak lebih indah, karena mata bisa memandang lebih jauh di ketinggian. Awan putih yang bergumpal di langit, seperti mencoba melengkapi keindahan di tempat itu. Di sebelah barat sedikit ke bawah puncak Gunung Suru, juga terdapat satu batu berukuran besar, namun tak sebesar batu yang ada di puncak, warga menyebutnya watu ogal-agil.

Letak watu ogal-agil cukup unik karena berada di ujung pinggir tebing. Dilihat sekilas, seharusnya batu itu tidak akan bisa bertahan di situ dan pasti menggelinding ke bawah. Itulah sebabnya warga setempat menyebutnya watu ogal-agil, yang artinya bergoyang.

Watu ogal-agil tersebut dipercaya sebagai pusat kerajaan tuyul di situ. Dulu para pengunjung atau peziarah yang ingin memelihara tuyul, meletakkan sesaji di batu itu.

Seorang warga yang tinggal di sekitar Gunung Suru, Wandiyo, membenarkan kabar yang beredar tersebut. Menurut yang pernah didengarnya, Gunung Suru memang merupakan kerajaan tuyul. Dulu banyak peziarah yang datang, tapi sebagian besar dari mereka bukan berasal dari Yogyakarta.

"Kulo mboten terlalu paham, Mas (Saya tidak terlalu paham, Mas). Tapi katanya memang begitu, kerajaan tuyul. Sing kathah malah saking luar daerah (Yang banyak datang malah dari luar daerah)," tutur Wandiyo.

Gunung SuruBatu besar yang disebut-sebut sebagai pusat kerajaan tuyul di Gunung Suru, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Senin, 13 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Kata Wandiyo, Gunung Suru mempunyai juru kunci yang tinggal di Dusun Watu Adeg, tapi dia tidak tahu nama juru kunci tersebut. "Njenengan cobi mawon teng Watu Adeg, tangled juru kuncinipun (Kamu coba saja ke Watu Adeg, tanya juru kuncinya)."

Tidak Mau Dipelihara Warga Setempat

Manto, seorang warga setempat, mengatakan hingga akhir 2019 masih banyak peziarah yang datang ke Gunung Suru. Tapi dia mengaku tidak mengetahui tujuan mereka. "Pas malam tahun baru kemarin banyak anak muda yang naik ke Gunung Suru. Tapi saya tidak tahu, apakah mau mencari tuyul atau cuma merayakan tahun baru di atas."

Kata Manto, dulu para peziarah biasanya datang pada malam Jumat. Mayoritas mereka berasal dari luar Yogyakarta, bahkan tak jarang mereka berasal dari luar Pulau Jawa. Para peziarah itu sebagian besar memang ingin mencari pesugihan dengan jalan memelihara tuyul.

Manto mengaku pernah mengantar seorang peziarah yang datang dari luar pulau Jawa. Saat itu, si peziarah meminta tolong untuk dicarikan penginapan dan kendaraan untuk mengantar jemput peziarah tersebut.

Ada juga peziarah lain yang ternyata sudah pernah datang, tapi ingin kembali berziarah ke lokasi itu. "Katanya dulu mereka bertiga ke sini, yang dua orang tidak berhasil. Tapi, dia berhasil dan jadi kaya, makanya dia kembali berziarah ke sini. Saya tidak tahu bagaimana ritualnya."

Gunung SuruPemandangan dari sisi lain puncak Gunung Suru, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Senin, 13 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Seperti juga Wandiyo, Manto menyarankan untuk menanyakan pada juru kunci Gunung Suru, tentang syarat ritual dan uba rampe atau perlengkapan yang harus dibawa saat berburu tuyul. Juru kunci Gunung Suru, kata Manto bernama Timbul. "Coba saja ke Watu Adeg, cari namanya Pak Timbul, dia juru kunci Gunung Suru."

Walaupun mengaku tidak paham tentang syarat dan ritual dalam memelihara tuyul, tapi Manto menyatakan dulu dirinya sering melihat sesaji yang diletakkan di watu ogal-agil. Hanya saja, dalam beberapa waktu terakhir, dia sudah tidak pernah melihat adanya sesaji di atas watu ogal-agil.

"Kabarnya watu ogal-agil itu pusat kerajaannya. Itu memang letaknya tidak masuk di akal, karena di pinggir tebing. Katanya dulu pernah jatuh, tapi tiba-tiba kembali ada di tempatnya," tutur Manto.

Meski Gunung Suru terletak tidak jauh dari perkampungan warga, tapi menurut Manto, tuyul dari Gunung Suru tidak mau dipelihara warga setempat. Menurut kepercayaan, si tuyul akan kembali ke kerajaannya, karena letaknya yang dekat dan di situ dia mempunyai banyak teman.

Juru Kunci Sudah Meninggal

Berdasarkan penjelasan Manto, Tagar berusaha menemui juru kunci Gunung Suru, yang bernama Timbul. Tidak sulit menemukan Dusun Watu Adeg, karena lokasinya yang tidak terlalu jauh dari Gunung Suru. Hanya membutuhkan waktu sekitar tiga menit untuk sampai di Dusun Watu Adeg.

Gunung SuruJalan setapak menuju kerajaan tuyul di Gunung Suru, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Senin, 13 Januari 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Rumah Timbul pun sangat mudah ditemukan, karena mayoritas warga Watu Adeg mengenalnya. Lokasi rumahnya cukup jauh masuk ke dalam lorong. Aura rumahnya berbeda dari yang lain. Halamannya luas dan sangat bersih. Hampir tidak ada sampah yang terlihat di halaman rumah beralas tanah itu, kecuali beberapa lembar dedaunan yang gugur.

Di rumah Timbul, yang terletak di bagian belakang halaman yang luas itu, seorang perempuan paruh baya terlihat sedang tidur di lincak atau balai-balai. Seekor kucing menemani di sampingnya. Perempuan itu membuka mata perlahan saat mendengar suara mesin sepeda motor yang mendekat. Ia duduk dan menanyakan tujuan kedatangan Tagar.

Saat ditanya, apakah benar itu adalah rumah Timbul, juru kunci Gunung Suru, perempuan itu mengiyakan, lalu mengajak Tagar duduk di teras depan rumah.

"Wis kowe neng kono wae, ora usah melu (Sudah kamu di situ saja, tidak usah ikut)," katanya, namun entah ucapan itu ditujukan kepada siapa, karena sedetik kemudian, perempuan itu mempersilakan Tagar untuk mengikutinya ke arah teras. Di tempat itu hanya ada si ibu, Tagar, dan seekor kucing yang tertidur.

"Monggo wonten ngajeng mawon (Silakan, di depan saja)," ujarnya sambil melangkah. Setelah duduk, perempuan itu mengatakan Timbul sudah meninggal sekitar dua bulan lalu. Menurut penjelasannya, perempuan itu adalah adalah istri dari Timbul. Hanya saja dia tidak bisa memberikan penjelasan tentang Gunung Suru.

"Mboten saged (tidak bisa). Bapak sampun mboten wonten, sampun sekawan doso dinten (Bapak sudah tidak ada, sudah lebih empat puluh hari). Le mboten wonten nggih tiba-tiba, mboten gerah (Meninggalnya juga tiba-tiba, tidak sakit)," tuturnya dalam bahasa Jawa.

Kata dia, saat ini, setelah Timbul meninggal, Gunung Suru belum mempunyai juru kunci lagi. []

Baca cerita lain:

Berita terkait
Polisi Tangkap Raja-Permaisuri Keraton Agung Sejagat
Dua orang yang mengaku raja dan permaisuri Keraton Agung Sejagat ditangkap Polda Jawa Tengah. Keduanya diduga melakukan penipuan.
Cikal Bakal Fenomena Klitih di Yogyakarta
Klitih, istilah di Yogyakarta pada awalnya adalah bermakna ngelayap, keluyuran, tapi kemudian menjadi sebutan bagi gerombolan remaja pembuat onar.
Siapa Orang Jawa Pertama Pakai Blangkon?
Blangkon, tutup kepala dibuat dari batik digunakan kaum pria sebagai bagian dari pakaian tradisional Jawa. Siapa orang Jawa pertama pakai blangkon?
0
DPR Terbuka Menampung Kritik dan Saran untuk RKUHP
Arsul Sani mengungkapkan, RUU KUHP merupakan inisiatif Pemerintah. Karena itu, sesuai mekanisme pembentukan undang-undang.