Kenangan di Merak Ketika Tsunami Menghantam Aceh

Beberapa jam sebelum tsunami menghantam pesisir utara dan barat Aceh, 26 Desember 2004, hujan deras dan angin kencang terjadi di Merak, Banten
Pembenahan pantai di daerah Banten pascatsunami. (Foto: Antara/Dyah Dwi Astuti)

Jakarta – Hari ini, 26 Desember 2019 tepat 15 tahun pesisir utara dan barat Aceh dihantam tsunami. Tanggal 25 Desember 2004, juga 15 tahun yang lalu, malam saya naik feri dari Pelabuhan Bakauheni, Lampung, menyeberang ke Pelabuhan Merak, Banten.

Ombak menjelang tengah malam mengguncang feri, tapi itu biasa terjadi karena disebutkan bahwa arus air laut di Selat Sunda memang dikenal deras. Setelah terombang-ambing hampir setelah jam di dekat Pelabuhan Merak feri merapat ke dermaga. Waktu itu jelang tengah malam. Hujan turun deras. Angin bertiup kencang.

Saya melanjutkan perjalanan dari pelabuhan ke sebuah hotel di pesisir Merak, sekiar 500 meter dari dermaga pelabuhan feri Merak arah ke Kota Cilegon, Banten.

Karyawan hotel mengatakan bahwa sejak sore hujan turun. Saya tiba di hotel pukul 23.00. Hotel ini terletak persis di bibir garis pantai Merak, Banten. Hujan tidak reda, bahkan makin malam lewat tengah malam hujan makin deras. Air hujan yang jatuh di atap kamar hotel yang terbuat dari asbes seperti disiram dengan batu krikil.

Pohon-pohon di depan kamar hotel dihempas angin sehingga ada yang menyentuh atap hotel. Bunyi pepohonan yang saling beradu karena diterjang angin seakan-akan pohon-pohon itu akan tumbang.

Ketika pesisir barat Banten dihajar tsunami tanggal 22 Desember 2018 saya merinding karena membayangkan apa yang terjadi jika tsunami itu sampai ke Merak dan terjadi ketika saya menginap di hotel itu. Soalnya, pintu kamar hotel itu hanya sekitar lima meter ke bibir pantai yang menghadap langsung ke laut.

Saya bayangkan gelombang tsunami datang dari laut langsung menghantam bagian depan jejeran kamar-kamar hotel yang semua menghadap ke laut. Sedangkan bagian belakang kamar hotel menempel ke tanah badan jalan raya Cilegon-Merak. Posisi kamar lebih rendah dari jalan raya. Atap hotel sejajar dengan jalan raya.

Aliran air hujan yang jatuh di atap jatuh di depan kamar. Mengalir seperti sungai yang banjir. Air hujan yang jatuh dari atap menggenangi halaman kamar yang berpasir halus. Air hujan yang jatuh dari atap terus mengalir ke laut. Sedangkan dari arah laut berhembus angin kencang yang membuat air hujan menghantam jendela kamar.

Jam menunjukkan pukul 23.00. Saya melihat ke luar lewat jendela kaca. Gelap. Air hujan yang turun deras ke laut bagaikan tembok yang membatasi pandangan ke arah laut. Biasanya biar pun hujan turun, tapi dari jendela masih bisa dilihat kapal-kapal feri yang menunggu giliran bersandar di dermaga Pelabuhan Merak. Lampu-lampu di kapal terang benderang. Tapi, malam itu semua gelap-gulita. Sama sekali tidak ada yang bisa dilihat dari jendela, padahal di sekiter dermaga ada beberapa feri yang menunggu giliran sandar.

Selama pelayaran menyeberangi Selat Sunda sebelum pukul 23.00, tidak ada yang luar biasa. Laut memang "kriting" istilah anak buah kapal (ABK) tentang gejala-gejala di permukaan air laut yang menandakan ada gelombang tapi tidak besar. Hujan juga tidak deras selama pelayaran.

Sama sekali tidak ada pikiran buruk tentang cuaca yang sangat ekstrim malam itu. Saya sendiri sudah beberapa kali menginap di hotel itu. Kadang-kadang juga pernah turun hujan lebat, tapi memang berbeda dengan hujan di waktu dini hari tanggal 26 Desember 2004. Lepas subuh hujan reda. Cuaca mulai membaik. Laut tenang. Angin sepoi-sepoi. Kapal-kapal feri yang keluar masuk dari dermaga tampak jelas dari beranda kamar hotel.

Tapi, ketika sarapan di restoran saya tercengang melihat layar televisi yang menyiarkan berita tentang hantaman gelombang pasang yang kemudian disebut tsunami di pesisir barat, utara dan timur Aceh.

Agaknya, hujan yang deras dan angin yang bertiup kencang dini hari tanggal 26 Desember 2004 bisa saja tanda-tanda tsunami, tapi ketika itu tidak terpikir. Lagi pula tsunami sebesar yang menerjang Aceh belum pernah terjadi di Indonesia sebelumnya. []

Berita terkait
Tsunami Aceh 2004, Cerita Duka dari Thailand
Menjelang pukul 08.00 WIB, 15 tahun yang silam, Aceh diguncang gempa hebat berkekuatan 9,1 SR yang kemudian diikuti dengan tsunami.
Pesan Ayah Sebelum Ditelan Tsunami Aceh
Kisah pilu Tsunami Aceh terus menghiasi perjalanan karib kerabatnya yang selamat dari terjangan bencana dahsyat yang terjadi 26 Desember 2004.
Kapal PLTD Apung, Bukti Sejarah Tsunami Aceh
Aceh menangis, dunia pun ikut berduka. Jenazah tergeletak di jalanan dan tertimpa di bawah puing-puing bangunan.
0
Anak Idap Lumpuh Otak, Sang Ibu Perjuangkan Ganja Medis Legal di CFD
Seorang Ibu Viral setelah melakukan aksinya dalam berjuang melegalkan Ganja Medis di Indonesia demi anaknya yang mengidap lumpuh otak.