Jakarta - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan rangkaian Pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) dan manajemen kasus bagi Sumber Daya Manusia (SDM) Penyedia Layanan Perlindungan Anak.
Untuk menangani hal ini, diperlukan upaya perlindungan anak yang holistik agar anak dapat terlindungi baik secara fisik dan mental
Pelatihan tersebut bertujuan untuk memperkaya pengetahuan, keterampilan, dan sensitifitas mereka dalam menangani kasus anak, sehingga upaya perlindungan dan pemenuhan hak anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK) dapat berjalan optimal.
“Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) Kemen PPPA pada 2 Oktober 2020, terdapat sebanyak 6.051 kasus kekerasan terhadap anak, dengan jumlah korban anak laki-laki sebanyak 1.929 dan anak perempuan sebanyak 4.762. Data ini baru yang terlaporkan saja, masih banyak kasus kekerasan lainnya yang mungkin dialami anak tanpa kita ketahui," kata Deputi Bidang Perlindungan Anak, Nahar.
"Untuk menangani hal ini, diperlukan upaya perlindungan anak yang holistik agar anak dapat terlindungi baik secara fisik dan mental, salah satunya dengan memperkuat koordinasi lintas sektor melalui penyediaan layanan yang ramah anak dan berbasis hak anak,” sambungnya.
Salah satu upaya Kemen PPPA dalam memberikan layanan bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi, perlindungan khusus dan perlakuan salah lainnya di Indonesia adalah membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).
Hal ini dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018. Kemen PPPA juga bertanggung jawab untuk memperkuat dan mengembangkan layanan UPTD PPA di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Hingga saat ini, UPTD PPA sudah terbentuk di 28 Provinsi dan 70 Kabupaten/Kota di Indonesia.
Nahar menjelaskan pada prakteknya, UPTD PPA dalam menangani kasus anak, baik anak sebagai korban, pelaku, maupun saksi, tidak bisa berperan sendiri.
“Dalam menangani kasus tentu para pemberi layanan akan bersinggungan dengan Aparat Penegak Hukum (APH), mulai dari proses penyidikan hingga persidangan. Untuk itu, dibutuhkan kesamaan persepsi antara APH dan petugas UPTD PPA saat menangani kasus bersama, sehingga kasus dapat diselesaikan dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, baik sebagai korban, pelaku ataupun saksi,” jelas Nahar.
Saat ini, Kemen PPPA telah menyusun desain rencana strategis Penurunan Kekerasan Terhadap Anak tahun 2020-2030. Rencana strategis ini memprioritaskan aksi pencegahan kekerasan pada anak dengan melibatkan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kasus kekerasan pada anak dan melakukan reformasi besar-besaran pada manajemen penanganan kasus kekerasan pada anak agar bisa dilakukan dengan cepat, terintegrasi, dan komprehensif.
“Apresiasi dan terima kasih kami sampaikan kepada para peserta yang hadir dalam pelatihan ini. Kami berharap bapak dan ibu dapat menjadi perpanjangan tangan Kemen PPPA dalam menularkan sensitifitas terhadap isu anak, sehingga segala permasalahan anak, khususnya yang memerlukan perlindungan khusus dapat teratasi lebih optimal. Selain itu, juga menekankan pentingnya mengutamakan prinsip bahwa pencegahan jauh lebih baik dari pada penanganan,” tegas Nahar.
Pelatihan Konvensi Hak Anak (KHA) dan Manajemen Kasus bagi Sumber Daya Manusia (SDM) Penyedia Layanan Perlindungan Anak dilaksanakan hingga 27 November 2020 mendatang yang dibagi menjadi 6 (enam) gelombang.
Pelatihan gelombang kedua ini dihadiri para peserta dari Kepala UPTD PPA, para APH yaitu penyidik, dan para jaksa yang berasal dari 12 kabupaten/kota di antaranya yaitu Lampung Tengah, Lampung Selatan, Lampung Utara, Lampung Barat, Lampung Timur, Way Kanan, Tanggamus, Pesawaran, Pesisir Barat, Tulang Bawang Barat, Pringsewu dan Mesuji. []
Baca juga:
- Kementerian PPPA Kembangkan Layanan PISA untuk Anak
- Sekelumit Isi Pedoman Daycare Ramah Anak Inisiasi Kemen PPPA
- Kemen PPPA Pastikan Tumbuh Kembang Anak dalam Daycare