Jakarta - Staf Khusus Menteri Keuangan Candra Fajri Ananda mengatakan arahan Presiden Joko Widodo untuk pemerataan pertumbuhan di seluruh wilayah Indonesia, sepatutnya membuat pemerintah daerah (Pemda) makin kreatif membuat program prioritas dan menganggarkan dana Covid-19 dengan seksama.
"Saat pemerintah pusat melakukan banyak inovasi kebijakan, mestinya daerah punya inisiatif misalnya pajak daerah dinolkan untuk beberapa bulan ke depan secara legal, tidak masalah, mengacu ke Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-undangan atau Perppu Nompr 1 Tahun 2020," ucap Candra Fajri seperti dikutip Tagar dari kemenkeu.go.id, Senin, 13 Juli 2020.
Selain untuk memacu pertumbuhan, ia ingin cita-cita menjadi negara maju di tahun 2045 dapat terwujud. Terlebih menurutnya pandemi Covid-19 pun telah mengajarkan banyak hal. "Kita belum mereform perlu strategic policy kita, policy tools kita," tuturnya.
Ia mengatakan mungkin bisa jadi pertumbuhan tiga bulan ke depan tidak bagus karena penerimaan turun meski tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) di daerah. Namun, menurut pihak Kemenkeu, daerah semestinya lebih kreatif karena ekonomi masih bisa berjalan.
"Ketika ekonomi sudah sembuh dari Covid, kita siap melompat dan tumbuh untuk kembali normal. Ini saat yang tepat untuk daerah mulai berpikir ulang bagaimana mensetting kembali kebijakan anggarannya agar in line dengan kebutuhan yang saat ini kita hadapi," kata Staf Khusus Menteri Keuangan.
Ia menyadari bahwa kondisi di daerah mungkin tidak bisa disamakan dengan Jakarta, namun ia berharap setidaknya kualitas pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan kualitasnya merata di seluruh Indonesia.
"Kita tidak akan bisa mendorong daerah di remote area menjadi Jakarta semua. Minimal, yang kita inginkan public services quality terutama pendidikan dan kesehatan itu sama kualitasnya di seluruh Indonesia," ujarnya.
Ia juga menyebutkan bahwa daerah yang ekonominya tertinggal rata-rata Indeks Pembangunan Manusia (IPM)nya rendah. Tidak bisa hanya diselesaikan dengan Dana Alokasi Khusus (DAK). Pada desentralisasi fiskal, menurutnya ada empat prinsip, yakni pertama ada kejelasan wewenang yang diserahkan ke daerah dan kedua, uangnya atau money follows function.
"Ketiga yang tidak kita lakukan adalah orangnya (personnel transfer) yang harus kita isi. Masalahnya selama desentralisasi, spending politic di pemerintah daerah. Sumber daya manusia (SDM) di bidang perencanaan dan pengelolaan masih kurang," ucap dia.
Ia mencontohkan Filipina ketika di awal melakukan desentralisasi fiskal, di mana pemerintah pusat mengirim tenaga kerja dari pusat ke daerah. Indonesia pada tahun 2001 pernah melakukan hal yang sama, namun muncul pertentangan dari daerah karena daerah menginginkan putra daerah yang mengelola sehingga menimbulkan konflik yang cukup lama.
Keempat, masalah pinjaman (borrowing). Apabila belum ada pinjaman dan penerbitan obligasi daerah, maka desentralisasi dianggap belum benar. Saat penerimaan nasional tidak bagus, perlu pembiayaan alternatif (alternative financing) tidak hanya APBN.
Hanya saja, saat memberi pinjaman, daerah bingung mengelolanya. Ia mengatakan harusnya STAN juga menghasilkan pengelola keuangan untuk daerah bukan hanya untuk Kemenkeu atau Kementerian/Lembaga (K/L) di Jakarta agar kemampuan mengelola keuangan bisa direplikasi hingga ke daerah. []