Kemenkes: Rumah Sakit yang Belum Terakreditasi Tetap Layani Peserta JKN

Kemenkes, BPJS Kesehatan, dan DPR setuju Rumah Sakit yang belum Terakreditasi tetap layani peserta JKN.
Rumah Sakit yang diberikan rekomendasi, bertanggung jawab memastikan mutu pelayanan kesehatan bagi peserta JKN sesuai peraturan perundang-undangan. (Foto: Tagar/Nuranisa Hamdan Ningsih)

Jakarta, (Tagar 10/1/2019) - Rapat kerja mengenai peningkatan mutu pelayanan rumah sakit untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui akreditasi antara Komisi IX DPR, Kementrian Kesehatan RI, BPJS Kesehatan, Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) dan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) menghasilkan enam kesimpulan.

Salah satunya, Rumah Sakit yang diberikan rekomendasi, bertanggung jawab memastikan mutu pelayanan kesehatan bagi peserta JKN sesuai peraturan perundang-undangan.

"Tetap harus melakukan pelayanan terhadap masyarakat. Jadi, tidak dicabut izin operasional atau izin pelayanan Rumah Sakit. Jadi saya kira sudah tegas ya," ujar Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek kepada Tagar News di Ruang Rapat Komisi IX, Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (9/1).

Meski diberikan rekomendasi memberikan pelayanan kesehatan, rumah sakit yang belum terakreditasi itu, tetap harus melakukan akreditasi sesuai aturan. 

Terkait akreditasi sendiri, Menkes mengaku sebenarnya sudah membicarakannya sejak lima tahun lalu dengan BPJS Kesehatan maupun pihak terkait. Meski selalu mengingatkan pentingnya akreditasi pada rumah sakit juga pemerintahan daerah, namun tetap saja masih ada rumah sakit yang belum melaksanakan akreditasi. Padahal, akreditasi merupakan salah satu syarat kredensial kerjasama dengan BPJS."Tetapi rekomendasi ini harus dilaksanakan oleh Rumah Sakit. Karena ini ujungnya adalah tentu untuk pasien safety atau keselamatan pasien, mutu dalam hal ini," sambung dia.

Terkait akreditasi sendiri, Menkes mengaku sebenarnya sudah membicarakannya sejak lima tahun lalu dengan BPJS Kesehatan maupun pihak terkait. Meski selalu mengingatkan pentingnya akreditasi pada rumah sakit juga pemerintahan daerah, namun tetap saja masih ada rumah sakit yang belum melaksanakan akreditasi. Padahal, akreditasi merupakan salah satu syarat kredensial kerjasama dengan BPJS.

"Akreditasi sudah lama, kan tadi sudah kita bicarakan ini sudah lima tahun. Sudah diingatkan diingatkan terus tapi tetap pada batas waktu ternyata setelah kita review, masih ada juga rumah sakit yang tidak melakukan akreditasi," bebernya.

Kemenkes Beri Waktu Enam Bulan

Untuk pelaksanaan akreditasi rumah sakit, Kemenkes, BPJS Kesehatan, KARS, dan BPRS setuju untuk memberikan waktu hingga 30 Juni 2019. Jika dalam tenggat waktu tersebut belum juga dilaksanakan, maka terpaksa akan dilakukan pemutusan kerjasama.

Saat ini, dalam data Kemenkes sebanyak Ada 2117 Rumah Sakit sudah terakreditasi. Sisanya, 551 Rumah Sakit berdasarkan surat HK.03.01/MENKES/768/2018 dan 169 Rumah Sakit berdasarkan surat HK.03.01/MENJES/18/2019."Saya kira ini sekali lagi untuk mutu untuk keselamatan pasien. Misalnya, dia (RS) tetap dan betul-betul syaratnya tidak memenuhi mau tidak mau barangkali bisa melakukan pemutusan. Ini adalah prosedural yang harus diikuti Rumah Sakit. Ini bukan demi Kemenkes demi BPJS tapi demi untuk pelayanan," tukas dia.

Saat ini, dalam data Kemenkes sebanyak Ada 2117 Rumah Sakit sudah terakreditasi. Sisanya, 551 Rumah Sakit berdasarkan surat HK.03.01/MENKES/768/2018 dan 169 Rumah Sakit berdasarkan surat HK.03.01/MENJES/18/2019.

Akreditasi RS Tunjukan Level

Ketua Komisi IX Dede Yusuf menilai masalah akreditasi bukan salah dari Kemenkes maupun BPJS Kesehatan karena memang sudah ada undang-undang yang mengatakan bahwa setiap Rumah Sakit harus ada akreditasinya, dan di setiap akreditasi ada tipenya.

"Kalau dalam konteks ini saya lihat Kemenkes tidak salah, BPJS tidak salah. Malah saat ini, Kemenkes sudah memberikan tenggang waktu enam bulan untuk jangan sampai ada masyarakat yang terabaikan.

Akreditasi, menurutnya untuk menunjukan level dari rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan. Misalnya, jika ada merasa yang terbebankan dengan biaya akreditasi karena sebelumnya merupakan klinik, seharusnya tetap saja berada di level klinik. Namun jika ia memang ingin naik level, harus mau berinvestasi salah satunyadengan akreditasi.

"Membangun Rumah Sakit itu bukan membangun klinik. Kadang-kadang kita perhatikan banyak Rumah Sakit diangkat naik itu, awalnya adalah klinik yang ditambah, tambah, tambah, jadilah Rumah Sakit. Padahal dia hanya klinik levelnya, tetapi karena pasien BPJS begitu banyak," paparnya.

"Nah, tentu tambahan-tambahan ini tidak sesuai akreditasi. Jadi kalau dia mau menjadi rumah sakit, ia harus inevest. Kalau dia tetap mau menjadi klinik pratama ia tetap klinik aja," tambah Politikus Demokrat itu.

Soal biaya, menurutnya sebenarnya tidak harus menjadi beban bagi Rumah Sakit yang mendapatkan keuntungan milyaran. Semisal, biaya survei yang rata-rata 80 jutaan untuk mengecek kondisi rumah sakit lolos atau tidak dalam akreditasi.

"Tidak besar untuk Rumah Sakit yang milyaran. Tetapi masalahnya, mau tidak dia mengeluarkan biaya itu. Sebab yang dilakukan itu biaya survei. Kalau ditemukan jalan misanya ke emergency kurang besar sehingga buat branker masuk susah, berarti harus merombak. Itu namanya akreditasi salah satunya. Yang membongkar ini yang ratusan juta," terangnya

Namun, sekali lagi menurutnya aturan akreditasi akan diikuti atau diabaikan kembali lagi pada pemilik Rumah Sakit.

"Jadi artinya, sikap yang diambil dari pemilik rumah sakit untuk mau pada level apa dia mau main," tandasnya.

Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dan Raker di Komisi IX yang membahas peningkatan mutu pelayanan rumah sakit untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui akreditasi dan permasalahannya di Ruang Rapat Komisi IX, Nusantara I, terdapat kesimpulan sebagai berikut.

1. Komisi IX DPR RI mendukung penuh peningkatan mutu pelayanan rumah sakit melaui pemenuhan akreditasi dan mendesak Kemenkes RI bersama Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS) Dan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) bersama seluruh pemangku kepentingan rumah sakit melakukan percepatan pelaksanaan akreditasi rumah sakit.

2. Berkaitan dengan adanya surat rekomendasi dari Menkes terhadap 551 rumah sakit berdasarkan surat HK.03.01/MENKES/768/2018 dan 169 Rumah Sakit berdasarkan surat HK.03.01/MENJES/18/2019 untuk dapat terus memberikan pelayanan JKN, maka Komisi IX DPR mendesak:

a. Kemenkes RI dan BPJS Kesehatan untuk melakukan sosialisasi yang masif kepada masyarakat terkait keberlanjutan pelayanan kesehatanbaginpeserta JKN dari rumahnsakit yang sebelumnya dilakukan pemutusan perjanjian kerjasama.

b. Kemenkes RI, KARS, dan BPRS dan seluruh asosiasi rumah sakit untuk berkomitmen memenuhi tanggat waktu pemenuhan akreditasi rumah sakit sesuai surat HK.03.01/MENKES/768/2018 yang paling lambat 30 Juni 2019.

c. Kemenkes bersama pemerintah daerah melakukan pembinaan dan pengawasan agar pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta JKN dari rumah sakit yang belum memenuhi akreditasi rumah sakit tetap memenuhi standar pelayanan kesehatan program JKN sesuai peraturan perundang-undangan. Hal ini berlaku dampai 30 Juni 2019.

d. Rumah Sakit yang diberikan rekomendasi bertanggung jawab memastikan mutu pelayanan kesehatan bagi peserta JKN sesuai peraturan perundang-undangan.

3. Komisi IX DPR mendesak BPRS Pusat dan BPRS Provinsi untuk menintensifkan peran dan fungsinya sebagai pembina dan pengawas rumah sakit sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

4. Komisi IX mendesak Kemenkes untuk ikut mengawasi pelaksaan tugas dan fungsi KARS sebagai bagian dari peranh Kemenkes dalam penyelenggaraan tumahbsakit di Indonesia termasuk berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan.

5. Komisi IX DPR mendesak KARS untuk lebih intensif melakukan sosialisasi dan promosi kegiatan akreditasi serta menyelenggarakan pembinaan dan pembimbingan di bidang akreditasi dan mutu layanan rumah sakit.

6. Komisi IX DPR RI meminta Kementrian Kesehatan RI, BPJS Kesehatan, KARS, BPRS, PERSI, ARSSI, ARSADA, dan PERSANA untuk memberikan jawaban tertulis atas pertanyaan Anggota Komisi IX DPR TI paling lambat 18 Januari 2019. []

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.