Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya angkat bicara terkait gugatan praperadilan yang diajukan oleh mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, dalam kasus penyelewengan izin impor gula. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa langkah hukum tersebut merupakan hak tersangka yang dijamin oleh hukum acara. "Itu haknya tersangka dan itu dijamin menurut hukum acara. Jadi kalau langkah itu yang ditempuh silahkan," ujar Harli kepada wartawan, Selasa (5/11).
Harli menegaskan bahwa penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan oleh pihak Tom Lembong. Ia juga menambahkan bahwa dugaan kejanggalan soal penyelidikan kasus impor gula yang disampaikan oleh pengacara Tom Lembong akan dijawab penyidik dalam praperadilan. "Makanya kita lihat nanti, tadi katanya mau mengajukan Praperadilan kan? Saya kira begitu ya," tuturnya.
Sebelumnya, Tom Lembong melalui kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, mendaftarkan permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (5/11). Tom Lembong mempermasalahkan proses penyidikan yang dilakukan oleh Tim Pidsus Kejaksaan Agung. "Kami mengklaim bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung bersifat sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku," ujar Ari.
Tom Lembong juga menegaskan bahwa tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan kliennya. "Terlebih lagi, tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan klien kami," sambungnya. Kejaksaan Agung telah menetapkan Tom Lembong dan eks Direktur PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS sebagai tersangka dalam kasus korupsi penyalahgunaan wewenang impor gula.
Tom Lembong dinilai menyalahgunakan wewenangnya sebagai Menteri Perdagangan dengan mengeluarkan izin Persetujuan Impor (PI) dengan dalih pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula nasional meskipun Indonesia sedang surplus gula. Dalam kasus ini, Kejagung menyebut nilai kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan mencapai Rp400 miliar.