Praktisi Pariwisata Cemaskan Kehadiran Grab Toba

Kalangan pelaku pariwisata di Sumatera Utara mencemaskan kehadiran layanan Grab di kawasan Danau Toba.
Penyerahan plakat kepada Bupati Toba Samosir Darwin Siagian. (Foto: Tagar/Alex)

Medan - Kalangan pelaku pariwisata di Sumatera Utara mencemaskan kehadiran layanan Grab di kawasan Danau Toba.

Layanan transportasi berbasis aplikasi itu dicemaskan akan menjadi ancaman bagi sopir yang selama ini melayani jasa transportasi untuk pariwisata.

Keresahan itu bermula ketika Menko Kordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan memberikan pembekalan terhadap 300-an pengemudi Grab Toba, di sela acara peresmian Grab Toba di Laguboti, Kabupaten Tobasa, Jumat 6 September 2019 lalu.

Pada kesempatan itu Luhut mengharapkan pengemudi grab dapat juga berperan sebagai pemandu wisata (guide), karena itu harus juga mampu berbahasa asing.

Pernyataan Luhut itu pun memunculkan kekhawatiran bahwa kehadiran Grab di Toba berpotensi mengeliminasi profesi guide dan sopir pariwisata.

Ketua DPD Himpunan Pariwisata Indonesia (HPI) Sumatera Utara, Kus Endro mengatakan, pihaknya sudah lama mencemaskan kehadiran aplikasi online seperti Traveloka, Grab dan Gojek, terhadap pelaku pariwisata.

"Di awal kemunculan mereka di Indonesia sudah meresahkan banyak pihak. Nah, sekarang di Toba. Ada pernyataan dari petinggi negara yang mengambil kebijakan, kemunculan (driver) Grab di Toba diharapkan mampu menjual paket tour dan mampu menjadi guide. Keresahan terjadi," katanya, Rabu 11 September 2019.

Menurutnya, kebijakan itu tidak fair sebab sebelumnya sudah banyak pelaku pariwisata profesional yang sudah berkecimpung di segmen itu.

Grab itu kan bukan lembaga pariwisata sebagai stakeholder

Hal itu dirasa tidak adil bagi travel agent yang harus membayar pajak. Serta pemandu wisata (guide) yang harus memiliki izin kerja serta mengikuti sertifikasi. Semua itu diperoleh melalui proses yang tidak singkat, melainkan melalui tahapan uji kompetensi.

Seharusnya, kata Endro, pemerintah melindungi pihak-pihak yang sudah berbuat cukup lama. Dengan cara seperti itu, berarti selama ini pemerintah hanya mengejar target kunjungan, tetapi mematikañ usaha rakyat yang sudah berjalan.

"Hukum tidak ditegakkan. Jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi yang namanya politik dagang adu domba. Pemerintah mau melihat siapa yang unggul. Kalau begini, maka pariwisata Sumut, pariwisata Toba bisa dikatakan gagal," kata Endro.

Hal senada dikatakan praktisi pariwisata Sumatera Utara, Dearman Damanik, yang tidak setuju dengan gagasan Luhut. Seharusnya, katanya, pengemudi Grab ditempatkan pada posisinya sebagai pengemudi.

Mereka bisa diberikan pembinaan dan pelatihan tentang dasar pariwisata, tapi jangan disebutkan mereka sebagai pemandu wisata dan jangan dianjurkan mereka membuat paket wisata dan menjualnya.

"Ini kan sudah menyalahi UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Grab itu kan bukan lembaga pariwisata sebagai stakeholder," kata Dearman, juga merupakan pengurus DPD HPI Sumatera Utara.

Lian Saragih, salah satu pemandu wisata Medan, tidak mempersoalkan hal itu.

"Makanya aku mau membuat komunitas besar supaya tidak dijajah online. Itu memang bagus, kita tidak ada masalah. Dunia bisnis biasa itu. Ada yang suka dan ada yang tidak," kata Lian yang sebelumnya telah membentuk Medan Tourist Driver bersama rekan-rekannya. []

Berita terkait
Grab Hadir di Toba, Luhut Sebut Menunjang Pariwisata
Perusahaan transportasi online, Grab memulai sayap bisnisnya di Kabupaten Toba Samosir, khususnya Kota Balige.
Grab Manjakan Mitra Lewat Bazar GrabBenefits di Jogja
Grab memanjakan mitranya yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Solo Raya, dan Kedu Raya dengan Bazar GrabBenefits
Gojek dan Grab Jajal Sepeda Motor Listrik
Tranportasi ojek online Gojek dan Grab akan menjajal sepeda motor listrik atas kerja sama Kementerian Perindustrian.
0
Anak Elon Musk Mau Mengganti Namanya
Anak CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk, telah mengajukan permintaan untuk mengubah namanya sesuai dengan identitas gender barunya