Kata Psikolog, Kasus KDRT Bahaya Laten saat Pandemi

Psikolog Rumah Sakit Jiwa (RSJ) HB Saanin, Kota Padang mengatakan, kasus KDRT merupakan bahaya laten yang sudah ada sejak dahulu kala.
Screenshot Psikolog dari Rumah Sakit Jiwa (RSJ) HB Saanin, Kota Padang, Sumatera Barat, Kuswardani Susari Putri. (Foto: Tagar/Muhammad Aidil)

Padang - Pandemi Covid-19 diklaim telah membawa banyak perubahan besar di segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Psikolog Rumah Sakit Jiwa (RSJ) HB Saanin, Kota Padang, Sumatera Barat, Kuswardani Susari Putri mengatakan, kasus KDRT merupakan bahaya laten yang sudah ada sejak dahulu kala.

"KDRT itu merupakan bahaya laten, baik disadari secara langsung atau tidak. Tindakan kekerasan itu terjadi sebenarnya tidak hanya saat pandemi Covid-19 saja, hanya saja intensitasnya semakin meningkat pada saat situasi saat sekarang ini," kata Kuswardani dalam Webinar Kasus KDRT yang digelar Woman Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan, Sabtu 18 Juli 2020.

Dirinya menjelaskan, salah satu faktor meningkatnya kasus KDRT adalah ketika semua aktivitas selama beberapa waktu belakangan dilakukan dari rumah, baik beribadah, bekerja dan belajar. Hasil survei yang dilakukan oleh Komnas Perempuan pada Mei 2020, setidaknya terjadi 97 kasus kekerasan perempuan.

KDRT itu merupakan bahaya laten, baik disadari secara langsung atau tidak.

"Belajar, bekerja dan beribadah di rumah itu tidak mudah bagi sebagian orang, terutama untuk perempuan, pasalnya beban pekerjaan mereka pun ikut bertambah," katanya.

Dirinya mengatakan, ada sejumlah faktor yang menjadi dasar terjadinya kekerasan selama Pandemi Covid-19. Bagi perempuan yang bekerja dan dirumahkan ikut memicu stress.

Peningkatan kasus juga terjadi pada perempuan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menyebabkan adanya fluktuasi atau gesekan di rumah tangga. Kebijakan PSBB menambah pekerjaan berlapis bagi perempuan.

"Jumlah anak juga menjadi faktor yang menyebabkan stress sehingga ini memungkinkan anak teridentifikasi korban kekerasaan di rumah tangga, ini saling keterkaitan semuanya," katanya.

Selain rawan menjadi korban KDRT, pada masa PSBB, kaum perempuan juga rawan terhadap penularan penyebaran virus Covid-19 karena aktivitas mereka yang padat dan berinteraksi dengan banyak orang.

"Bertambahnya pekerjaan bagi perempuan bisa beresiko pada kesehatan mereka karena berinteraksi dengan orang banyak di pasar. Perempuan sering lupa pada kondisi tubuhnya sendiri," katanya.

Dirinya mengatakan, perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga membutuhkan peran lebih konselor atau psikolog untuk memberdayakan perempuannya. "Berkonsultasi lah dengan psikolog untuk menggali informasi lebih dalam," katanya.

Pendiri WCC Nurani Perempuan, Rezki Khainidar mengatakan di dalam rumah tangga terdapat sejumlah macam-macam peran. "Mereka saling punya power dan kekuatan masing-masing," katanya.

Menurut Rezki, kekerasan di rumah tangga meningkat ketika seseorang tidak bisa beradaptasi dengan situasi baru di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Namun itu bukan permasalahan utama, hubungan yang sudah tidak baik juga memperparah keadaan itu. Tidak semua korban yang menjadi korban itu baik, tapi tidak semua laki-laki yang melakukan kekerasan itu salah, tidak bisa digeneralisir," katanya.

WCC Nurani Perempuan mencatat dari Januari hingga Juli 2020, terdapat sebanyak 43 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan ke LSM yang fokus pada permasalahan kaum hawa tersebut.

"Dari 43 kasus tersebut, 24 kasus diantaranya merupakan KDRT dan 19 kasus kekerasan seksual. Jika dihitung dari Maret hingga Mei 2020 terjadi peningkatan sebesar 20 persen ketimbang tahun lalu di periode yang sama," kata Direktur WCC Nurani Perempuan, Rahmi Meri Yanti.

Rahmi menjelaskan, data kasus kekerasan terhadap perempuan yang dimunculkan hanya data ketika korban bercerita. Ia mengatakan, jika semua bisa terungkap maka jumlahnya akan semakin besar.

Nilai-nilai patriarkhi sudah membangun cara pandang bahwa perempuan memiliki posisi dibawah laki-laki.

"Kekerasan terhadap perempuan meningkat dari hari ke hari. Selama masa pandemi terjadi peningkatan terhadap kekerasan pada perempuan dalam bentuk psikologis dan penelantaran," katanya.

Kondisi pandemi kata Meri sudah menjadi mimpi buruk bagi perempuan, dimana mereka semakin dekat dengan lingkaran kekerasan.

Ketika perempuan tersebut seorang kepala keluarga, maka semua beban kehidupan harus dijalani, ditambah lagi ia harus bisa memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya dan juga berjuang agar terhindar dari segala penyakit. Namun kondisi lebih buruk akan ditemui oleh banyak perempuan yang secara ekonomi bergantung pada suaminya.

"Nilai-nilai patriarkhi sudah membangun cara pandang bahwa perempuan memiliki posisi dibawah laki-laki. Sering relasi yang dibangun tidak setara, sehingga ketika terjadi pandemi maka perempuan akan memiliki beban kerja yang lebih banyak, sedangkan laki-laki tidak demikian," tuturnya. []

Berita terkait
Angka KDRT di Jawa Timur Melonjak Saat Covid-19
DP3AK Jawa Timur mencatat ada 401 kasus KDRT di Jawa Timur selama pandemi Covid-19 dan penerapan PSBB di Surabaya Raya.
Dituding KDRT, Istri Laporkan Ismed Sofyan ke Polisi
Pesepak bola Ismed Sofyan dilaporkan istrinya, Cut Rita atas tudingan KRT ke kepolisian.
Arya Claproth Jadi Tersangka Kasus KDRT Karen Pooroe
Kepolisian Bandung menetapkan Arya Satria Claproth sebagai tersangka kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kepada Karen Pooroe.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.