Surabaya - Ditreskrimum Polda Jatim belum menyebut kasus pendeta di Surabaya, Hanny Layantara yang mencabuli jemaahnya di gereja belum kadaluarsa. Bahkan ia mengatakan kasus ini akan tetap di proses hingga tuntas.
Kasubdit IV Renakta Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Lintar Mahardono membantah tudingan kuasa hukum pendeta Jeffry Simatupang yang menyebut kasus Hanny Layantara kadaluarsa.
Kejadian terakhir saja dari 2011 sampai saat ini tentu masih belum kedaluwarsa.
Lintar menyebut kasus ini belum kedaluwarsa. Karena, kejadian pencabulan berlangsung selama enam tahun, mulai dari tahun 2005 hingga 2011.
"Kejadian mulai 2005 hingga 2011, kita hitung saja dari 2011 sampai saat ini, kejadian terakhir saja dari 2011 sampai saat ini tentu masih belum kedaluwarsa," kata Lintar, Sabtu 14 Maret 2020.
Selain kasusnya yang belum kadaluarsa, Lintar juga mengatakan dari informasi yang berhembus, korban dari pendeta cabul tersebut cukup banyak. Namun pihaknya masih menunggu adanya laporan.
"Pasti kita cari. Kalau isunya kan banyak sekali. Isu di luar itu luar biasa (korbannya)," jelas dia.
Untuk mengkonfirmasi hal itu, Lintar menyebut pihaknya tengah menggali adanya kemungkinan ini. Lintar berjanji akan segera menyampaikan perkembangan kasus ini.
"Tapi pasti akan kita gali lagi, kita pastikan ada atau tidak nanti. Jika ada pasti akan kita sampaikan. Kita lagi mencari, menggali informasi tersebut (adanya korban baru)," ujar dia.
Lintar menyebut pihaknya telah menetapkan Hanny sebagai tersangka dan telah menahan pendeta tersebut. Selain itu, Lintar menambahkan pihaknya juga mengantongi sejumlah barang bukti dan keterangan saksi.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Hanny, Jeffry Simatupang menyebut jika kasus ini sudah kedaluwarsa. Karena, kejadian ini sudah berlangsung 12 tahun yang lalu.
"Secara hukum, hak untuk menuntut sudah gugur, karena sudah kadaluarsa. Ancaman hukuman 15 tahun, masa kadaluarsa adalah 12 tahun. Jadi sebenarnya kasus ini, sudah tidak bisa dituntut di pengadilan," ungkap Jeffry.
Jeffry juga menilai kasus ini cukup janggal. Karena, periode waktu pencabulan yang awalnya disebut 17 tahun, lalu polisi menyebutnya 6 tahun.
"Kedua, mengenai periode waktunya yang awal Polda mengatakan 17 tahun, lalu ditarik 6 tahun, itu bagi kami sesuatu yang janggal, kenapa kok dari awal mengatakan 17 tahun kemudian ditarik 6 tahun. Kalau menurut keterangan klien kami terjadinya, adalah tahun 2005-2006," pungkas dia. []