Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan Meningkat di Sumbar

Kasus didominasi oleh Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.
Peringatan Hari Perempuan Internasional pada tanggal 8 Maret 2019 lalu, Nurani Perempuan melakukan aksi damai dengan membawa spanduk bertuliskan "Dukung pengesahan RUU kekerasan seksual. (Foto: Tagar/Rina Akmal)

Padang - Tiga tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap perempuan terus meningkat di Sumatera Barat. Kasus didominasi oleh Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) dan kekerasan seksual.

Dari hasil wawancara Tagar dengan Direktur Women Crisis Center (WCC) Nurani Perempuan, Meri menyampaikan, data kasus kekerasan terhadap perempuan tiga tahun terakhir yang dilaporkan ke Nurani Perempuan memang terus meningkat. Mulai dari tahun 2016 ada 109 kasus, tahun 2017 sebanyak 132 kasus dan tahun 2018 sebanyak 154 kasus.

"Untuk tahun ini saja, sampai Juli 2019, kami menerima ada 60 kasus yang sudah dilaporkan ke Nurani Perempuan," kata Meri, Jumat 2 Agustus 2019 di Padang.

Menurutnya, peningkatan kasus terjadi karena beberapa faktor. Pertama, masyarakat sudah mulai memiliki kesadaran bahwa kekerasan itu bukan aib tapi sebuah kejahatan yang harus dilaporkan. Ke dua, masyarakat sudah banyak mendapat informasi dan pengetahuan dari media cetak dan elektronik bahwa ada undang- undang yang melindungi perempuan dan anak.

"Kasus yang masih terus meningkat juga karena masyarakat atau lingkungan kurang peduli. Padahal ketika kita sebagai masyarakat tau bahwa kekerasan itu terjadi, seharusnya kita melaporkan, bukan mendiamkan sehingga korban bisa dipulihkan," jelas dia.

Kondisi tersebut juga semakin diperparah dengan buruknya penegakan hukum untuk memastikan terpenuhinya hak-hak perempuan korban untuk mendapatkan perlindungan, keadilan apalagi pemulihan.

Negara secara umum masih abai dalam pemenuhan hak-hak korban dengan tidak menyediakan sistem layanan yang komprehensif serta tenaga profesional yang memiliki perspektif baik dalam penanganan korban.

Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang diharapkan dapat memberikan layanan yang baik bagi perempuan korban ternyata hingga saat ini belum benar-benar dilaksanakan. Akibatnya, harapan yang besar terhadap layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas bagi perempuan korban perkosaan masih jauh dari yang dicita-citakan.

Masyarakat harus saling menjaga, dan hukum harus kuat

"Karenanya berulang kali Nurani Perempuan harus menyatakan bahwa, negara harus memastikan hadirnya sebuah kebijakan yang melindungi perempuan korban kekerasan seksual," kata dia.

Ketika korban tidak diberikan pertolongan dan pendampingan untuk pemulihan, maka akan rentan untuk terjadi perulangan kekerasan. Untuk itu, Nurani Perempuan melakukan pendampingan, pemulihan, dan penyediaan rumah aman.

Sebagai lembaga swadaya masyarakat yang telah berdiri sejak tahun 1999, berkomitmen untuk mendukung negara dalam penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan, nurani perempuan masih terus melakukan advokasi agar Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) segera disahkan.

"Insyaallah bulan Agustus ini akan ada satu agenda kampanye, untuk mendorong pengesahan RUU PKS," tambah Meri.

Sementara itu, Sosiolog dari STKIP PGRI Sumbar Firdaus menilai meningkatnya kasus kekerasan seksual dan KDRT bisa dilihat dari dua hal. Pertama, rendahnya integrasi sosial di masyarakat. Hal ini, ditunjukkan oleh rendahnya kepedulian terhadap orang dan kelompok yang rentan terhadap kekerasan. Ke dua, masyarakat tidak saling menjaga dan melindungi satu sama lain. Bahkan, cenderung membiarkan.

"Di lingkungan terdekat sendiri pun begitu. Mereka tidak benar-benar menjaga dan mengantisipasi jika bukan diri mereka dan anak kandung mereka sendiri yang mengalami," jelas dia.

Di sisi lain, lemahnya hukum, baik penegakan hukum positif negara, maupun hukum sosial. Banyak kasus eksploitasi dan kekerasan seksual berujung damai dan tidak tuntas di pengadilan.

Begitu juga hukum sosial, pelaku tidak mendapat sanksi sosial dari masyarakat, apakah dalam bentuk pengucilan, isolasi, dan sabagainya. Bahkan, pelaku kadang diapresiasi dengan menilai sebagai maskulin, macho dan sebagainya jika berhasil melakukan kekerasan seksual dan apalagi jika lepas dari jerat hukum.

"Ke dua hal ini (integrasi sosial dan hukum) yang perlu diperkuat agar ke depan KDRT dan kekerasan seksual dapat diminimalisir. Masyarakat harus saling menjaga, dan hukum harus kuat," tegas dia. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Harga Emas Antam di Pegadaian, Rabu 22 Juni 2022
Harga emas Antam hari ini di Pegadaian, Rabu, 22 Juni 2022 untuk ukuran 1 gram mencapai Rp 1.034.000. Simak rincian harganya sebagai berikut.