Pesisir Selatan-Kekerasan dan pelecehan anak di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel) masih tinggi. Bahkan, pada 2018 tercatat ke dua tertinggi di Sumatera Barat.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Dinas Sosial Pessel, Rahmi Yeti Idrus mengungkapkan, tingginya angka kekerasan terhadap anak dipicu beberapa faktor.
"Pertama masalah ekonomi. Mereka kelompok yang ekonominya menengah ke bawah rentan terhadap intimidasi," ungkapnya, di Painan, Selasa lalu.
Dinas Sosial Pessel mencatat, jumlah kasus pelecehan anak pada 2018 di daerah berjuluk 'Negeri Sejuta Pesona' itu 85 kasus. Angka itu turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 92 kasus.
Sementara dari Januari hingga Juni 2019, sudah tercatat sebanyak 44 kasus. Selain persoalan ekonomi, lanjutnya, faktor ke dua adalah rendahnya sumber daya manusia.
Baca juga:
- Lima Kasus Kekerasan Anak Paling Menonjol 2018-2019
- Daop 6 Yogyakarta Kenalkan Kereta Api ke Anak-anak
Sebab, korban adalah anak-anak yang putus sekolah di pedesaan. Pada 2019, kasus paling tinggi tersebar di Kecamatan Lengayang, Sutera dan Air Pura.
Sedangkan faktor yang ke tiga adalah dampak kemajuan teknologi. "Itu salah satu dampak negatif perkembangan teknologi infornasi," tuturnya.
Kendati demikian, pemerintah daerah tetap berupaya menekan angka kekerasan pada anak. Upaya itu antara lain membentuk Pusat Perlindungan Anak (PPA) tingkat kecamatan.
Melakukan sosialisasi tentang pentingnya memberikan perlindungan pada anak. Anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dijaga perkembangannya.
Kemudian memberikan pendampingan psikologi bagi anak yang jadi korban, baik kekerasan maupun pelecehan seksual. "Kami datangkan dari provinsi," ujarnya.
Namun, yang jadi kendala saat ini adalah susahnya pengungkapan kasus kekerasan dan pada anak. Hal itu karena ketiadaan saksi, sehingga sulit dalam penyidikkannya.
Selain itu keterbatasan anggaran. Setiap tahun, alokasi dana untuk perlindungan dan pendampingan anak hanya Rp 50 juta per tahun. []
