Malang – Wali Kota Malang, Sutiaji menegaskan kasus bullying atau perundungan dan penganiyaan kepada MS 13 tahun, siswa di SMPN 16 Kota Malang ini harus ada sanksi atau hukuman. Tidak hanya terduga, sekolah dan pegawai negeri sipil (PNS) yang bertugas di sekolah tersebut juga mendapatkan hal yang sama untuk efek jera.
”Harus ada punisment (hukuman) pada lembaga. Dalam hal ini sekolah yaitu SMP 16 (Kota Malang). Punishment-nya kami serahkan sepenuhnya kepada Dinas Pendidikan (Disdik),” kata dia usai rapat koordinasi dengan Kepala Sekolah (Kepsek) se Kota Malang Raya di Balaikota pada Rabu 5 Februari 2020.
Hal itu menurut Sutiaji, karena sudah adanya unsur kelalaian yang terjadi. Dia mengaku sepenuhnya sudah menyerahkan kasus tersebut ke pihak yang berwenang. Kepolisian untuk proses hukumnya dan Disdik Kota Malang untuk lembaganya.
”Enggak tahu nanti modelnya gimana. Tentu kalau untuk pegawai negeri ada PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 53 (Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil). Proses-proses selanjutnya sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada di dinas,” ungkapnya.
Makanya, saya sampaikan. Dinas kemarin menyampaikan itu adalah berdasar laporan dari sekolah.
Terkait adanya statement dari Kepala Disdik Kota Malang, Zubaidah yang menganggap candaan dan lukanya karena terkena gesper. Dia menyebutkan bahwa itu hanya berdasar laporan dari sekolah saja. Sehingga, ketika diklarifikasi terkait kasus tersebut masih belum tuntas.
”Makanya, saya sampaikan. Dinas kemarin menyampaikan itu adalah berdasar laporan dari sekolah. Ketika mau klarifikasi masih belum,” kata dia.
Terlepas dari itu, Sutiaji mengatakan ini akan menjadi evaluasi bersama pihaknya dan semua sekolah di Kota Malang. Khususnya dalam transparansi informasi kepada publik agar disampaikan sesuai dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Tadi kan saya sampaikan, sekolah ini keliru. Masak kejadian dengan bukti yang disampaikan kemarin kan sederhana. Ternyata kenyataan di lapangan anak ini sakitnya seperti itu. berarti ini kan ada proses panjang," imbuh Sutiaji.
Oleh sebab itu, dia meminta mekanisme komunikasi antara orang tua dan guru di sekolah harus dilakukan setiap hari. Sehingga, kejadian sekecil apapun bisa diketahui dan tidak ada hal serupa dengan apa yang terjadi pada 15 Januari 2020 dan baru diketahui baru-baru ini.
"Misalnya, anak enggak masuk hari ini ya langsung konfirmasi kepada orang tua. Kenapa dia nggak masuk. Kalau ada kejadian apapun ya sekolah mengetahui," jelasnya.
Perda Pendidikan Kota Malang Masih Cacat
Disisi lain, Sutiaji juga menyampaikan pihaknya akan melakukan peninjauan kembali Peraturan Daerah (Perda) tentang Pendidikan. Karena, dalam Perda tersebut menurutnya masih kurang dan belum diatur mekanisme model pengaduan di sekolah.
Dia mencontohkan misalnya orang tua kalau ada kajadian menimpa anaknya di sekolah. Mulai caranya harus mengadu ke siapa? Orang tua harus melapor kepada siapa?. Hal demikian itulah yang menurutnya masih belum ada dalam Perda Pendidikan yang berlaku selama ini.
"Ini (Perda tentang Pendidikan) harus ada pembenahan. Ini harus terjadi ritme dan alur yang jelas (model pengaduannya)" ujarnya.
Kemudian, mekanisme tersebut dikatakannya harus dikuatkan. Artinya, ketika sudah tercantum dalam Perda Pendidikan ada backup dan perlindungan oleh sekolah kepada mereka yang melakukan pengaduan.
"Supaya tidak terjadi ketika anak mengadu malah menjadi orang yang terancam di sekolah itu. Harus ada backup dan jaminan bagi yang mengadu anaknya agar terlindungi dan aman," kata Sutiaji.
Dia menambahkan, pihaknya juga akan melakukan evaluasi terhadap petugas pengawas sekolah. Bagaimana mekanisme kerja dan lain sebagainya perlu ada peninjauan kembali. Karena, kejadian apapun menurutnya juga harus mengetahui.
"Pengawas ini kan ada 12 orang yang mengawasi sekian sekolah. Selama ini bagaimana. Mekanisme kerjanya bagaimana. Itu harus ada evaluasi," kata dia. []