Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo dan Transformasi Polsek

Kapolri Listyo Sigit Prabowo menjanjikan transformasi kepolisian sektor (polsek) dalam 100 hari kerjanya. Gagasan tepat. Opini Lestantya R. Baskoro
Presiden Jokowi melantik Jenderal Listyo Sigit Prabowo sebagai Kapolri. (Foto: Tagar/Biro Setpres)

Oleh: Lestantya R. Baskoro

KAPOLRI  “baru,” Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggagas sejumlah program dalam seratus harinya. Salah satu program penting itu adalah menempatkan polsek (kepolisian sektor) untuk fokus pada keamanan dan ketertiban. Polsek tak lagi dibebani penegakan hukum, yang dalam hal ini dipegang kepolisian tingkat resort (polres).

Ini gagasan  yang sekaligus berkait dengan salah satu janji Listyo lain saat menjalani fit and proper test di DPR beberapa waktu lalu. Kala itu Listyo menyatakan, jika ia menjadi kapolri, tak ada lagi kasus-kasus semacam Nenek Minah yang dihukum hanya gara-gara mencuri tiga biji kakao.

Kasus Nenek Minah yang terjadi sekitar 11 tahun silam adalah tamparan untuk rasa kemanusiaan kita –juga kepolisian. Wanita 55 tahun itu diadukan PT Rumpun Sari Antan (RSA) karena mencuri tiga biji kakao milik perusahaan tersebut pada 2 Agustus 2009. Ia mengaku memang mengambil buah itu, yakni untuk dijadikan bibit.

Jaksa menjeratnya dengan Pasal 362 tentang pencurian. Pada 19 November 2009 nenek Minah divonis satu bulan penjara, 15 hari --lebih ringan dari tuntutan jaksa 3 bulan penjara. Ketua Majelis Hakim PN Purwokerto, Muslih Bambang Luqmono, tak kuasa menahan air matanya saat mengetuk vonis yang dijatuhkannya –yang disambut gembira keluarga Nenek Minah karena Muslih tak memerintahkan nenek tersebut masuk penjara. “Kasus ini kecil, namun sudah melukai banyak orang," kata Muslih.

Saya tidak tahu di mana saat itu Listyo Sigit Prabowo. Mungkin ia tengah bertugas di sebuah kota kecil di Jawa Tengah. Tapi saya yakin ia mengetahui –dan membaca- berita tentang Nenek Minah itu.

Kasus Nenek Minah tentu tidak akan sampai pengadilan jika di tingkat paling bawah, masyarakat dan polsek bisa menyelesaikannya. Bahkan semestinya jika pun ia masuk ke tingkat polres, bisa diselesaikan –dengan diskresi yang dimiliki lembaga ini- tanpa harus mengirimkan kasus ini ke kejaksaan yang kemudian memprosesnya hingga ke pengadilan. Dan lembaga pengadilan tentu saja tak bisa menolak kasus yang masuk ke mereka. Kita menduga yang dilakukan PT RSA  adalah pembelajaran untuk orang-orang semacam nenek Minah agar tidak melakukan pencurian. Sebuah “cara” pembelajaran yang jauh dari rasa manusiawi –selain hanya menunjukkan sebuah kekuasaan terhadap orang kecil.

Kasus Nenek Minah tidak akan terjadi jika pemuka masyarakat setempat dan kepolisian bisa mengajak dan menghentikan arogansi PT RSA yang ingin memberi "pelajaran" pada Nenek Minah.

Gagasan Kapolri Listyo Sigit Prabowo yang akan mentransformasikan –demikian istilah yang dipakai Listyo- fungsi Polsek sebagai harkamtibmas (pemeliharaan keamanan ketertiban masyarakat) akan “menukikkan” fungsi polisi sebagai ujung tombak penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Untuk hal semacam ini maka sebenarnya yang dilakukan polisi sederhana, yakni bekerja sama dengan tokoh masyarakat atau bentuk-bentuk “tingkat pemerintahan” paling rendah, seperti RT atau RW.

Selama ini harus diakui organisasi RW –ketua RW- kurang diberdayakan untuk hal-hal berkaitan dengan keamanan. Padahal sebagai organisasi yang membawahi sejumlah RT ia bisa merupakan “mata telinga” apa yang terjadi di lingkungannya. Jika polsek merangkul RW di wilayahnya, misalnya dengan cara mengadakan pertemuan sebulan atau dua bulan sekali membahas masalah keamanan, maka tugas polsek menjaga ketertiban –juga mencegah berulangnya kasus Nenek Minah itu- “selesai.”

Hukum tak sekadar bicara tentang kebenaran. Lebih di atasnya adalah soal keadilan. Banyak kasus-kasus yang memang jelas sebuah pelanggaran jika ia dilihat dari sisi undang-undang, tapi berbeda jika dipandang dari sisi kemanusiaan. Tradisi bangsa Indonesia –musyawarah, mufakat- adalah unsur terpenting dalam menyelesaikan hal-hal demikian di tingkat bawah. Maka di sini peran RW, lurah, dan tokoh masyarakat untuk menghindari masalah-masalah yang sebenarnya tak perlu diproses hingga tingkat pengadilan seperti kasus nenek Minah. Kasus Nenek Minah tidak akan terjadi jika pemuka masyarakat setempat dan kepolisian bisa mengajak dan menghentikan arogansi PT RSA yang ingin memberi "pelajaran" pada Nenek Minah.

Di sini semestinya tugas Polsek. Bersama masyarakat –RW dan Kelurahan- menjadikan masyarakat sebagai "polisi" di wilayahnya dan mencegah berulangnya kasus-kasus semacam Nenek Minah dengan cara, antara lain, menerapkan "kearifan lokal.”

Lestantya R. Baskoro, wartawan Tagar.

Berita terkait
Kunjungi PBNU, Kapolri Listyo Sigit Sinergikan Harkamtibmas
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo kunjungi PBNU. Kunjungan untuk meningkatkan sinergi dalam rangka Harkamtibmas.
GMKI : Kapolri Listyo Sigit Harapan Besar untuk Polri yang Presisi
Ketua Umum GMKI, Jefri Gultom berpandangan, Kapolri Listyo Sigit menjadi simbol harapan baru penegakan hukum di Tanah Air.
(Calon) Kapolri Listyo Sigit dan Hukum Tumpul ke Atas
Calon Kapolri Listyo Sigit Prabowo menyatakan tekadnya menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Opini Lestantya R. Baskoro.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.