Jokowi Diminta Tak Ajukan Banding Kasus Internet Papua

Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi disarankan tidak melakukan upaya banding setelah PTUN Jakarta memvonis bersalah soal internet Papua.
Presiden Joko Widodo menyampaikan keterangan pers seusai meninjau persiapan penerapan standar normal baru di Mall Summarecon Bekasi, Jawa Barat, Selasa (26/5/2020). (Foto: Antara/Rangga Pandu Asmara Jingga)

Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi disarankan tidak melakukan upaya banding setelah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memvonis kebijakannya terkait pemutusan internet di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat pada medio 2019 lalu sebagai tindakan melawan hukum.

Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan kepasrahan pemerintah terkait putusan tersebut lebih baik ketimbang melakukan upaya banding. Hal itu lantaran Presiden Jokowi dinilai tak hanya melanggar hukum, tetapi juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terkait hak masyarakat setempat atas informasi dan pelayanan yang baik dari pemerintah.

Jadi lebih baik dilaksanakan saja putusan PTUN sebagai wujud pemerintahan yang tunduk pada prinsip-prinsip negara hukum.

"Menurut saya sebaiknya pemerintah tidak usah melakukan upaya hukum banding karena dari sudut apapun tindakan pemerintah sudah melanggar hukum. Bahkan lebih jauh sudah melanggar konstitusi dalam hal ini HAM," ujar Fickar saat dihubungi Tagar, Kamis, 4 Juni 2020.

Baca juga: 3 Kekalahan Telak Jokowi: Karhutla, BPJS, dan Internet

Fickar menilai apabila pemerintah melakukan banding, maka akan nampak jelas pendekatan masalah yang dilakukan adalah pendekatan kekuasaan karena selalu merasa benar. Padahal, menurut dia, yang jelas dirugikan dalam hal ini adalah masyarakat.

"Tindakan memutuskan akses internet di Papua dan Papua Barat adalah perbuatan yang melawan hukum, bertentangan dengan kewajiban sebagai penyelenggara negara terhadap rakyatnya, sehingga harus dihukum. Jadi lebih baik dilaksanakan saja putusan PTUN sebagai wujud pemerintahan yang tunduk pada prinsip-prinsip negara hukum," ucap dia.

Kendati begitu Fickar mengugkapkan, pemerintah tetap dapat melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN). Hal itu lantaran putusan tersebut baru tingkat pertama (putusan PTUN).

"Dan karena dalam UU Kejaksaan, jaksa juga berkedudukan sebagai pengacara negara, maka adalah wajar Kementerian Kominikasi dan Informatika (Kemkominfo) menyerahkannya kepada Jaksa sebagai pengacara negara, meskipun tidak dilarang menggunakan jasa advokat independen," katanya.

Lebih jauh dia menjelaskan, gugatan perkara di PTUN tersebut merupakan gugatan warga negara terhadap kebijakan negara yang secara yuridis disebut Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). KTUN bisa berbentuk tertulis maupun tidak tertulis.

Baca juga: Soal Vonis PTUN, Menkominfo Siapkan Langkah Hukum

"Semua bentuk KTUN ini bisa diuji di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan alat uji apakah tindakan Negara atau Tata Usaha Negara ini merupakan perbuatan yang melanggar hukum, melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AAUPB)," tutur dia.

Adapun asas tersebut, kata Fickar, termuat pada UU PTUN, UU Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU tentang Susunan Pemerintahan. Jika KTUN dianggap melanggar hukum atau AAUPB, maka KTUN itu bisa dibatalkan atau dinyatakan tidak berlaku.

Sebelumnya, Menkominfo Johnny G Plate mengatakan akan berbicara dengan Jaksa Pengacara Negara terkait dengan putusan Majelis Hakim PTUN yang menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menkominfo bersalah dalam pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat medio 2019 lalu.

"Kami menghargai Keputusan Pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat. Kami akan berbicara dengan Jaksa Pengacara Negara untuk menentukan langkah hukum selanjutnya," ujar Johnny G Plate di Jakarta, Rabu, 3 Juni 2020, dilansir Antara.

Diketahui, PTUN Jakarta menyatakan Presiden Joko Widodo dan Menteri Komunikasi dan Informatika RI melanggar hukum karena melakukan pemblokiran layanan data untuk wilayah Papua dan Papua Barat.

Gugatan tersebut diajukan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Pembela Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara (SAFEnet). Pemblokiran tersebut terkait kerusuhan di beberapa wilayah di Papua pada Senin, 19 Agustus 2019, sehingga Menkominfo saat itu, Rudiantara melakukan pelambatan hingga pemblokiran layanan data internet. []

Berita terkait
Jokowi Divonis Bersalah Blokir Internet di Papua
Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan Pemerintah Presiden Jokowi bersalah memblokir internet di Papua-Papua Barat.
PTUN Vonis Jokowi Salah, PKS: Ini Pelajaran Demokrasi
Sukamta PKS menyambut putusan Majelis Hakim PTUN yang memutuskan Presiden Jokowi dan Menkominfo Johnny G Plate bersalah memblokir internet di Papua
UU Penyiaran Digugat ke MK, PKS: Percepat Revisi
Anggota DPR Sukamta menjelaskan Komisi I periode 2014-2019 sudah mempercepat dan menyelesaikan pembahasan draft Revisi UU Penyiaran selama 2 tahun.
0
Ini Alasan Mengapa Pemekaran Provinsi Papua Harus Dilakukan
Mantan Kapolri ini menyebut pemekaran wilayah sebenarnya bukan hal baru di Indonesia.