Untuk Indonesia

Jakarta Banjir Warga Merana Debat Terus Membahana

Jakarta banjir yang membuat warga menanggung derita, tapi gubenur malah memilih debat dengan bahasa-bahasa orasi moral sebagai hiasan bibir belaka
Banjir merendam kawasan Universitas Trisakti di Jalan S. Parman, Jakarta Barat, Rabu, 1 Januari 2020. Banjir tersebut disebabkan tingginya curah hujan serta buruknya sistem drainase di kawasan tersebut. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)

Oleh: Syaiful W. Harahap

Banjir Jakarta tanggal 1 Januari 2020 ternyata bukan banjir kiriman. Tahun baru Jakarta diguyur hujan lebat dan lama sehingga air hujan jadi genangan. Soalnya, pada malam tahun baru itu di kawasan hulu Sungai Ciliwung yaitu kawasan Puncak, Kabupaten Bogor dan di Kota Bogor hujan tidak lebat. Bahkan, ketinggian air di bendung Katulampa juga hanya 40 cm sebagai kondisi Siaga 4.

Itu artinya banjir terjadi karena penyerapan air hujan yang tidak maksimal dan arus Ciliwung ke laut tidak lancar. Pada pagi hari tanggal 1 Januari 2020 yang banjir hanya wilayah DKI Jakarta. Ini adalah banjir lokal.

1. Banjir Lokal karena Air Hujan

Di masa Gubernur Joko Widodo (Jokowi) dan Wagub Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) secara rutin aliran sungai dan waduk dikeruk dengan ekscavator. Ini dilanjutkan Ahok di masa di menjabat gubernur dengan menempatkan ekskavator di sepanjang aliran sungai dan di waduk-waduk.

Langkah Ahok mengeruk sungai dan waduk untuk meningkatkan kapasitas daya tampung sungai dan waduk menerima air hujan dan air kiriman dari Katulampa. Banjir tanggal 1 Januari 2020 merupakan bukti ketidakmampuan sungai-sungai dan waduk di Jakarta menampung air hujan yang turun sejak sore sampai tengah malam jelang pergantian tahun.

BanjirBanjir merendam kawasan Jalan Jatinegara Barat, Kampung Pulo, Jakarta, Kamis 2 Januari 2020. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 2 Januari 2020, terdapat 63 titik banjir di wilayah DKI Jakarta dan secara keseluruhan terdapat 169 titik banjir untuk Jabodetabek dan Banten. (Foto: Antara/Nova Wahyudi)

Jika dikaitkan dengan air kiriman dari Katulampa baru mulai tanggal 1 Januari 2020 siang ketika aliran Ciliwung deras yang bisa dibaca di Pintu Air Manggarai. Banjir di Jabodetabek sejak tanggal 1 Januari 2020 sore merupakan pengumpulan banjir lokal karena hujan di Jakarta dan banjir kiriman.

Baca juga: Air Permukaan Dibawa Ciliwung dari Puncak ke Jakarta

Terkait dengan permukiman yang digenangi banjir itu merupakan daerah yang semula lahan persawahan. Secara alamiah lahan persawahan adalah dataran rendah yang jadi tujuan aliran air permukaan. Maka, biar pun diuruk air permukaan ketika hujan dan air sungai meluap akan tetap mencari daerah yang rendah, dalam hal ini permukiman yang dulu merupakan lahan persawahan.

Semasa gubernur Jokowi juga meracang pembangunan waduk di Ciawi dan Sukamahi untuk menampung debit air Ciliwung sebelum masuk ke Bogor sehingga volume dan intensitas air yang menuju Jakarta melalui Ciliwung berkurang. Tidak jelas apakah Gubernur Anies aktif mendorong penyelesaian waduk ini.

Volume dan intensitas air Ciliwung akan jauh berkurang ke Jakarta jika situ (danau kecil atau telaga) di sepanjang aliran Ciliwung dikembalikan fungsinya dengan menormalisasi situ-situ tsb. Situ-situ itu ada yang sudah beralih fungsi jadi permukiman. Paling tidak ada 16 situ dan 21 waduk di Jakarta yang merupakan penyangga sebagai tempat luapan air agar tidak menggenangi wilayah di sekitarnya.

2. Normalisasi vs Naturalisasi yang Tak Berkesudahan

Perdebatan panjang pun terjadi terkait dengan normalisasi dan naturalisasi. Inilah kebiasaan bangsa kita yang selalu ribut soal yang tidak melihat makna. Disebutkan bahwa normalisasi harus dilakukan sesuai dengan aliran sungai. Ini mustahil karena bangunan bukan hanya di bantaran kali, tapi juga di beberapa tempat di aliran Ciliwung bangunan di bentang atau hamparan kali. Normalisasi yang dijalankan Ahok di Kampung Pulo, Kampung Melayu, Jakarta Timur, misalnya, memindahkan warga dari bantaran kali dan menembok bantaran kali tsb.

Jika disebutkan normalisasi harus mengikuti alur kali seperti semula tentulah hal yang mustahil karena akan sampai ke jalan raya dan permumikan warga. Seperti dalam gambar di bawah ini hamparan Ciliwung yang asli jika diterapkan akan menggusur permukiman dan fasilitas umum.

ilus 3 opini 2 jan 20Aliran Sungai Ciliwung dengan bantaran yang seharusnya, tapi sekarang menyempit karena diokupasi warga untuk permukiman (Foto: researchgate.net)

Gubernur Anies Baswedan bersikukuh dengan proyek naturalisasi yaitu memasukkan air hujan yang turun dari langit ke dalam tanah. Agaknya, Gubernur Anies lupa bahwa kemampuan tanah di Jakarta menyerap air hujan sangat rendah karena:

(a). Luas permukaan tahan terbuka di wilayah DKI Jakarta hanya sekitar 18 persen dari luas wilayah,

(b). Intrusi air laut yang mendorong air tawar di wilayah DKI Jakarta sehingga rongga untuk air hujan yang masuk ke tanah berkurang,

(c). Karena perbandingan kecepatan resapan ke tanah dan volume air hujan yang turun tidak seimbang sisa air jadi run off (air permukaan) yang jadi genangan (baca: banjir), dan

(d). Air yang dibawa Ciliwung juga meresap ke tanah sehingga mengurangi volume air hujan yang masuk ke tanah.

Itu artinya ‘air hujan ke (dalam) tanah sedangkan air Ciliwung (menerjang) ke dalam rumah’.

Gubernur Anies buka suara bahwa timnya sudah bicara dengan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono soal naturalisasi. Tapi, Menteri Basuki malah kick balik Gubernur Anies. Ternyata, Pak Gubernur tidak pernah datang ketika dua kali diundang Menteri Basuki. Yang diutus Gubernur Anies hanya staf yang justru tak paham soal normalisasi kali.

Program normalisasi merupakan upaya melancarkan arus air di Ciliwung agar kapasitasnya mampu menampung air hujan yang turun di Jakarta dan kiriman dari Bogor. Ini perlu karena kapasitas daya tampung Ciliwung turun karena pendangkalan akibat sedimentasi dan penyempitan badan sungai karena diokupasi warga dengan membangun rumah dan bangunan lain di bantaran dan bentang Ciliwung. Di beberapa tempat bantaran kali diuruk sehingga ada dinding yang rawan longsor.

3. Inlet Sodetan Ciliwung-BKT

Untuk itulah normalisiasi Ciliwung dilakukan dengan memindahkan warga dari bantaran kali dan menembok dinding kali yang bersentuhan dengan permukiman. Sedangkan mengatasi pendangkalan di masa Gubernur Ahok dilakukan dengan cara mengeruk memakai ekscavator secara rutin.

Di sepanjang kali pada jarak tertentu ada ekscavator. Begitu juga dengan di waduk pengerukan terus berjalan sepajang tahun. Tapi, apakah pengerukan kali dan waduk di masa Gubernur Anies masih dijalankan?

Di beberapa kawasan di dekat waduk di masa Gubernur Ahok tidak banjir, tapi pada banjir kemarin kawasan-kawasan itu kembali didera banjir. Itu artinya tidak ada lagi pengerukan waduk secara rutin.

Warga yang terkena inlet sodetan Ciliwung-KBT (Kanal Banjir Timur) di Bidara Cina, Jatinegara, Jakarta Timur, menolak rencana sodetan. Bahkan mereka menggugat Ahok melalui PTUN. Hasilnya, PTUN mengabulkan gugatan warga dan keputusan gubenur tentang penetapan inlet sodetan Ciliwung-KBT pun batal. Gubernur Ahok kasasi ke MA, tapi Gubernur Anies malah mencabut kasasi.

Ada kabar mereka tidak memilih Ahok pada Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2017 agar sodetan Ciliwung-BKT tidak jadi. Ini jadi bumerang bagi Gubernur Anies. Padahal, sodetan Ciliwung-BKT merupakan salah satu langkah menurunkan intesitas air Ciliwung yang masuk ke pusat kota Jakarta.

Warga terdampak banjir terus merana jika banjir tiba, tapi di atas sana pergunjingan dengan mengolah kata-kata untuk orasi moral sebagai hiasan bibir masih saja membenturkan normalisasi (Ciliwung) vs naturalisasi Anies. []

Berita terkait
Ahok Komentari Banjir Jakarta dan Korban Meninggal
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengomentari banjir yang terjadi di Jakarta serta korban terdampak yang meninggal dunia.
Banjir Jakarta 2020 Bencana Nasional
Saran saya, Presiden mengundang dan menugaskan pakar-pakar hidraulika dari ITB dan UGM untuk mengatasi banjir Jakarta. Opini Bagas Pujilaksono.
Lokasi dan Jumlah Korban Banjir di Jakarta
Jumlah korban meninggal dan pengungsi pada bencana banjir Jakarta di tahun 2020.
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.