Oleh: Irma Suryani Chaniago*
Saya di sini menjawab tudingan saudara Asyari Usman yang menyebut diri wartawan senior dengan tulisannya berjudul 'Komisaris untuk Pendukung, Apakah BUMN milik Nenek Moyang Jokowi?'
Pernyataan sinis itu tentu akan menjadi beralasan jika pendukung yang diangkat sebagai Komisaris oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara tidak memiliki kompetensi yang memadai untuk menduduki posisi tersebut.
Mohon maaf, betul saya adalah mantan juru bicara Jokowi - Ma'ruf Amin saat pilpres yang lalu. Pertanyaannya, apakah kemudian penunjukan saya sebagai Komisaris Independen PT Pelindo 1 dianggap tidak berdasar oleh saudara Asyari Usman?
Salah besar beliau. Saya Irma Suryani Chaniago bekerja selama 23 tahun di PT Pelindo 2 sebelum kemudian saya terpilih sebagai wakil rakyat sebagai anggota DPR RI dari fraksi Nasdem periode 2014 - 2019 dan ditempatkan di komisi 9.
Alhamdulilah tahun 2018 saya dinobatkan sebagai salah satu anggota DPR terbaik oleh panggung parlemen Indonesia. Selain itu saat di DPR saya juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia. Artinya saya memiliki capacity, capability, dan accountability, sebagai Komisaris Independen Pelindo 1 dan sebagai Ketua Komite Audit di perusahaan tersebut.
Kritik yang gebyah uyah tentu tidak konstruktif apalagi solutif, jika ingin dikatakan tulisan beliau sebagai kritik untuk membangun.
Saya menghargai kritik yang beliau sampaikan, tapi jangan juga saudara menulis gebyah uyah tanpa melihat data dan fakta serta kompetensi seseorang. Komisaris yang diangkat oleh Menteri BUMN yang berasal dari pendukung Jokowi tidak lebih dari 20 persen dari jumlah perusahaan pelat merah tersebut berikut dengan anak perusahaannya.
Memilih para pembantu Presiden di pemerintahan yang dipimpinnya, tentu beliau (presiden manapun di dunia) akan lebih dulu memposisikan para pendukungnya yang juga rakyat Indonesia yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan akuntabilitas, dan tentu yang beliau percaya loyalitasnya lebih dulu daripada memilih yang lain yang beliau tidak tahu loyalitasnya terhadap beliau.
Pertanyaannya lagi, apakah tindakan ini salah? Tentu tidak, karena beliau juga menyiapkan 80 persen pejabat karier, aktivis, pengusaha, dan akademisi, untuk mengisi posisi komisaris BUMN.
Saya pribadi tidak anti kritik, karena menurut saya kritik itu adalah kontrol, tapi kritik yang gebyah uyah tentu tidak konstruktif apalagi solutif, jika ingin dikatakan tulisan beliau sebagai kritik untuk membangun. Saya justru memaknai tulisan saudara Asyari Usman ini tidak lebih dari pembangunan opini negatif terhadap Presiden.
Sebagai wartawan senior, tulisan saudara tidak bijak dan jauh dari kritik membangun. Sangat disayangkan tentu energi positif yang seharusnya dapat dijadikan kontrol sistem yg efektif terhadap pemerintah akhirnya hanya menjadi tulisan sampah karena tidak berdasarkan data, tidak konstruktif apalagi menjadi solutif dengan judul yang kasar dan tendensius.
Wartawan senior seperti Anda seharusnya menulis dengan data yang akurat agar memberikan teladan dan diskursus yang baik kepada publik dalam melakukan kritisi.
*Politisi Partai Nasional Demokrat atau NasDem
Baca juga: Jajaran Komisaris Telkom Terbaru, Bambang Brodjonegoro Hingga Abdee Slank