IPW Apresiasi Polda Jatim Bubarkan Acara KAMI di Surabaya

IPW menilai langkah Polda Jawa Timur membubarkan kegiatan KAMI sudah tepat. Pasalnya, pembubaran demi kepentingan Kamtibmas di tengah pandemi.
Polisi mengamankan situasi saat arek-arek Suroboyo menolak Gatot Nurmantyo deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Senin, 28 September 2020. (Foto: Tagar/Facebook/Denny Siregar)

Jakarta - Indonesia Police Watch (IPW) mengapresiasi langkah jajaran Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur yang membubarkan acara Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) yang dihadiri Gatot Nurmantyo di Gedung Juang 45 dan Masjid Jabal Nur Jalan Jambangan, Senin, 28 September 2020. 

Ketua Presidium IPW, Neta S Pane mengatakan tindakan tegas Polda Jatim membubarkan acara KAMI di Surabaya, patut diapresiasi. Ia menilai apa dilakukan polisi adalah demi keamanan semua pihak dan demi kepentingan stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) di Surabaya.

Sehingga sekecil apa pun potensi konflik harus dihindari. Sebab itu sangat wajar aparatur Polda Jatim membubarkan acara KAMI.

"Apa yang dilakukan oleh polisi adalah untuk menjaga Kamtibmas kondusif di Surabaya, khususnya di Jawa Timur," ujarnya melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 29 September 2020. 

Neta menilai dalam situasi seperti saat ini terjadi krisis berkecamuk akibat Covid-19 yang tidak berkesudahan dan bisa memicu konflik. 

"Sehingga sekecil apa pun potensi konflik harus dihindari. Sebab itu sangat wajar aparatur Polda Jatim membubarkan acara KAMI," tuturnya.  

Tindakan tegas, cepat dan antisipatif Polda Jatim, kata dia, patut diacungi jempol. Ia mengaku jika Polda Jatim terlambat bertindak, tentu dikhawatirkan ada masalah akan berbuntut pajang, karena kelompok KAMI dan massa KITA sudah siap saling berhadapan. 

"Itu kalau terlambat diantisipasi bisa dikhawatirkan akan berbuntut panjang karena kedua pihak sudah saling hadapan dan situasi kian panas," kata dia. 

Neta juga menyarankan kepada pihak KAMI untuk mengevaluasi berbagai kegiatan dan manuver politiknya, terutama di daerah rawan konflik. Ia menilai jika KAMI memaksakan diri dan terjadi bentrokan massa, kelompok KAMI juga yang akan rugi. 

"Nama-nama besar dan tokoh-tokoh terkenal di balik KAMI, apalagi turut hadir dalam acara yg diwarnai bentrokan itu tentu akan merugikan citra mereka. Bukan mustahil mereka akan dicibir publik dan dianggap tidak punya wibawa dan kharisma di masyarakat," kata dia. 

Neta menambahkan kejadian di Surabaya ini perlu menjadi warning bagi KAMI agar lebih memperhitungkan situasi jika ingin menggelar kegiatan. Ia mengatakan KAMI perlu mempertimbangkan kegiatan berpotensi menimbulkan kerumunan massa yang bisa menimbulkan konflik.

Sebelumnya, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim, Komisaris besar Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan alasan pihaknya membubarkan alasan tersebut. Yakni dengan mengedepankan keselamatan bersama.

"Kelompok aliansi yang tadi berkumpul itu kita lakukan proses penghentian kegiatannya. Karena kita tahu betul situasi saat ini kan Jatim masuk bagian perhatian secara nasional untuk pandemi Covid-19. Dalam penggeloraan kegiatannya, Jatim sedang menggelorakan kegiatan sosialisasi, edukasi preventif sampai dengan operasi yustisi dengan penindakan dan penegakan hukum terkait kerumunan," kata Truno.

Truno menejelaskan, acara tersebut sebenarnya tak mendapatkan izin. Pihak KAMI baru meminta izin ke polisi dua hari sebelum acara.

"Mengacu kepada aturan pemerintah nomor 60 tahun 2017 pada pasal 5 dan pasal 6. Dalam aturan pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan. Minimal izin dikeluarkan harus 21 hari sebelum acara," kata dia.

Sementara itu, Truno menyebut keselamatan masyarakat adalah yang paling utama. Dia tak ingin adanya kerumunan di acara KAMI menyebabkan munculnya klaster baru. 

Tak hanya itu, Truno menambahkan hal ini berdasarkaj Intruksi Presiden (Inpres) nomor 6 tahun 2020, Peraturan Daerah (Perda) nomor 2 tahun 2020, dan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 53 tahun 2020.

Bahkan Truno menjelaskan merujuk pada Peraturan Walikota (Perwali) serta Peraturan Bupati (Perbub) di seluruh Jawa Timur, yang menyebut setiap kegiatan mengumpulkan banyak orang, wajib dilakukan adanya assessment.

"Ingat juga setiap kegiatan keramaian di Jatim yang mengundang massa harus melalui mekanisme yang namanya assessment, yakni bagaimana seorang asesor menguji kelayakan dilakukannya kegiatan tersebut dalam menerapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tidak berkerumun, kemudian menyiapkan perlengkapan peralatan yang ada," ujar dia.

Di kesempatan yang sama, Truno menyebut kegiatan tersebut juga tidak memenuhi administrasi. Sehingga pihak kepolisian terpaksa harus membubarkannya.

"Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di gedung museum NU dan terakhir di Gedung Jabal Noer. Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari peraturan pemerintah no 60 tahun 2017," ucap Truno.

Truno mengimbau kegiatan semacam ini bisa dilakukan secara virtual tanpa mengumpulkan banyak massa sehingga keselamatan jiwa masyarakat terancam.

"Untuk situasi saat ini secara virtual lebih valid lah," ucap Truno.[]

Berita terkait
Profil Gatot Nurmantyo, Deklarator KAMI Diusir Arek Suroboyo
Gatot Nurmantyo memiliki karier yang moncer di dunia militer. Ia menjadi Panglima TNI pada usia 55 tahun diangkat oleh Presiden Jokowi.
Alasan Polisi Hentikan Acara KAMI di Surabaya
Pihak KAMI Jawa Timur mengaku sudah mengajukan izin kegiatan di Gedung Juang 45 Surabaya ke polisi. Tetapi izin tersebut mendadak dibatalkan.
Demo Penolakan KAMI di Surabaya, Gatot: Ada yang Perlu Uang
Presidium KAMI, Gatot Nurmantyo menilai demo penolakan terhadap kegiatan KAMI di Surabaya sama seperti di Bandung. Demo dilakukan karena dibayar.