Ini Kata Pakar Sosiolog Terkait Kasus TNI yang Dikeroyok HOG

Menurut pakar sosiologi, anggota motor HOG yang mengeroyok TNI merasa memiliki illegal abuse of economic power, atau sok kaya.
Logo Siliwangi Bandung Chapter HOG. (Tagar/Facebook)

Jakarta – Rombongan Motor Gede (Moge) Siliwangi Bandung Chapter HOG telah melakukan pengeroyokan melakukan pengeroyokan kepada dua anggota unit Intel Kodim 0304/Agam. Aksi premanisme itu disebut-sebut terjadi di Simpang Tarok, Bukittinggi.

Peristiwa ini berawal dari rombongan terpisah yang datang belakangan. Sementara dua anggota intel TNI yang sebelumnya sudah menepikan sepeda motor, berusaha melintas setelah rombongan utama berlalu. 

Rombongan moge yang datang belakangan ini, disebut-sebut memukul motor milik Intel TNI itu, hingga nyaris terjatuh. Cekcok mulut pun terjadi, dan berakhir dengan aksi pemukulan oleh pengendara moge. Bahkan, insiden itu viral di media sosial.

Lalu bagaiman pandangan Sosiolog terkait peristiwa ini?

Soeprapto, Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada Soeprapto mengatakan bahwa sikap arogansi seseorang muncul dari faktor internal bawaan lahir atau faktor eksternal dari lingkungan.

Jadi mereka dengan mudah melakukan illegal abuses of economic power, atau singkatnya mereka merasa kaya dan merasa bisa melanggar hukum seenaknya, mereka juga mempunyai daya pikir yang rendah,

Terkait dengan kasus ini, menurut Soeprapto, mereka bersikap seperti itu karena merasa memiliki simbol status yang prestisius, yaitu mereka memiliki moge yang tidak selalu bisa dimiliki oleh kebanyakan orang, sehingga mereka merasa punya kekuatan ekonomi sehingga kemudian dengan mudah melakukan pelanggaran hukum.

”Harley Davidson adalah moge yang tidak selalu bisa dimiliki oleh semua orang karena harganya yang cukup mahal, jadi mereka dengan mudah melakukan illegal abuses of economic power, atau singkatnya mereka merasa kaya dan merasa bisa melanggar hukum seenaknya, mereka juga mempunyai daya pikir yang rendah,” katanya kepada Tagar Tv pada Selasa, 3 November 2020.

Selain itu Soeprapto juga menyatakan, kemungkinan besar HOG ingin mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa mereka ada dan ingin dihargai.

“Jadi dalam sosiologi seperti itu, padahal ketika mereka tidak melakukan itu pun masyarakat sudah menghargai mereka. Jika dibandingkan dengan Sopan Sofyan yang dulu juga klub motor moge, ini sangat jauh berbeda. Klub Sopan Sofyan sangat menghargai masyarakat,” ucapnya.

Ia juga menjelaskan bahwa arogansi ini muncul karena perlakuan aparat atau pemerintah selalu mengistimewakan klub-klub Moge. Sebagai contoh, klub moge sering mendapatkan kawalan dari polisi dan juga jadi istimewa ketika sedang melakukan perjalanan jauh.

“Contohnya seperti surat-surat kelengkapan tidak pernah dicek untuk klub-klub moge, bahkan yang kasus sekarang ini kan pelaku masih dibawah umur untuk memiliki SIM jenis Moge. Sistem Indonesia tidak ada yang mengistimewakan mereka, tapi pihak berwajib dan pemerintah yang sering memberikan perlakukan istimewa,” jelasnya.

Soeprapto menyarankan kepada pemerintah agar bersikap adil dan tegas dalam menerapkan hukum yang berlaku, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. []


Baca juga:

Berita terkait
Pengendara Moge Aniaya Tentara, IPW: Tersangka Harus Ditahan
IPW menegaskan, jangan ada mengintervensi polisi di Sumbar dalam penanganan kasus penganiayaan yang dilakukan pengendara moge.
Update TNI Dikeroyok di Bukittinggi, 2 Moge Tanpa STNK
Selain penetapan empat tersangka pengereyok TNI, 2 anggota rombongan moge Harley tidak dapat menunjukkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Profil Djamari Chaniago, Jenderal Pimpinan Klub Moge di Bukittinggi
Djamari merupakan purnawirawan jenderal bintang tiga TNI Angkatan Darat. Sebelum pensiun ia pernah dipercaya sebagai Panglima Kostrad.
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.